Oleh: Abdul Rahmat Saleh, Direktur Lembaga Analisis Studi dan Kajian Publik (Lanskip)
Menteri Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Yandri Susanto mengatakan, adanya wartawan bodrex dan LSM abal-abal yang melakukan pemerasan terhadap kepala desa. Pernyataan Menteri Yandri itu bukan isapan jempol tetapi fakta ditemukan di Kabupaten Bogor. Wartawan bodrex dan LSM abal-abal mendatangi kepala desa maupun kepala sekolah di Kabupaten Bogor dengan mengancam akan memberitakan dugaan korupsi jika tidak memberikan uang.
Kedua entitas ini sering kali beroperasi dengan modus yang merugikan, baik bagi pemerintahan daerah, sektor swasta, maupun masyarakat umum. Dengan pendekatan yang lebih cenderung mengintimidasi daripada menjalankan fungsi kontrol sosial yang konstruktif, mereka menciptakan atmosfer ketidakpastian yang dapat menghambat pembangunan daerah.
Istilah “wartawan bodrex” merujuk pada individu yang mengaku sebagai jurnalis tetapi bekerja tanpa kaidah jurnalistik yang benar. Mereka sering kali hanya mengandalkan kartu pers dari media tidak jelas, tanpa produk berita yang valid, dan menggunakan identitas tersebut untuk melakukan pemerasan terhadap pejabat, pengusaha, atau masyarakat.
Sementara itu, “LSM abal-abal” mengacu pada lembaga swadaya masyarakat yang dibentuk bukan untuk tujuan advokasi yang murni, melainkan sebagai alat tekanan. Mereka kerap mencari celah dalam kebijakan atau proyek pemerintahan dan swasta untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan dalih pengawasan.
Di Kabupaten Bogor, kedua fenomena ini menjadi momok tersendiri. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak laporan terkait wartawan bodrex yang mendatangi kantor pemerintahan atau proyek pembangunan dengan ancaman pemberitaan negatif jika tidak diberikan “uang tutup mulut.” Hal yang sama dilakukan oleh oknum LSM yang mengklaim memiliki mandat dari masyarakat, padahal hanya ingin meraup keuntungan dari berbagai proyek daerah.
Keberadaan wartawan bodrex dan LSM abal-abal bukan hanya sekadar mengganggu kinerja pemerintahan daerah, tetapi juga menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Pejabat pemerintahan daerah sering kali menjadi sasaran utama. Mereka dipaksa untuk “berdamai” dengan ancaman pencemaran nama baik atau pemberitaan miring. Akibatnya, kebijakan publik yang seharusnya transparan dan akuntabel justru dipenuhi dengan kompromi yang tidak sehat.
Investor yang ingin menanamkan modal di Kabupaten Bogor kerap menjadi target pemerasan. Mereka dimintai sejumlah uang agar proyeknya tidak dipermasalahkan oleh “wartawan investigasi” palsu atau “aktivis” LSM yang mengklaim menemukan pelanggaran yang sebenarnya tidak ada. Akibatnya, banyak pelaku usaha yang berpikir dua kali sebelum berinvestasi.
Kehadiran wartawan bodrex merusak citra jurnalisme yang seharusnya independen dan berlandaskan fakta. Masyarakat pun sulit membedakan antara media yang benar-benar kredibel dan yang hanya mencari keuntungan instan. Hal serupa terjadi dengan LSM, di mana organisasi yang benar-benar berjuang untuk kepentingan masyarakat sering kali dicurigai memiliki motif tersembunyi.
Banyak proyek daerah akhirnya terpaksa mengalokasikan dana tambahan untuk menghindari gangguan dari oknum-oknum ini. Biaya ini sering kali dibebankan pada anggaran proyek, sehingga mengurangi efektivitas pembangunan infrastruktur atau pelayanan publik.
Upaya Penanggulangan
Pemerintah Kabupaten Bogor harus mengambil langkah serius untuk mengatasi masalah ini. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain. Pertama, meningkatkan transparansi dan digitalisasi Pemerintahan. Dengan sistem pemerintahan yang lebih transparan dan berbasis digital, celah pemerasan oleh wartawan bodrex dan LSM abal-abal bisa diminimalkan. Misalnya, seluruh anggaran proyek dipublikasikan secara terbuka agar tidak ada ruang bagi pemerasan berbasis informasi yang sengaja ditutup-tutupi.
Kedua, penegakan hukum yang lebih tegas. Aparat penegak hukum perlu lebih aktif dalam menindak laporan pemerasan oleh oknum wartawan dan LSM palsu. Jika ditemukan unsur pemerasan, mereka harus diproses secara hukum agar ada efek jera. Ketiga, memperkuat peran Dewan Pers dan Badan Regulasi LSM. Dewan Pers seharusnya lebih ketat dalam mengawasi keberadaan media yang tidak jelas dan menindak tegas wartawan gadungan. Begitu pula dengan lembaga pemerintah yang mengawasi LSM, perlu adanya regulasi yang memastikan hanya organisasi dengan rekam jejak jelas yang bisa beroperasi.
Keempat, edukasi kepada masyarakat dan pejabat. Banyak korban pemerasan yang akhirnya membayar karena ketidaktahuan atau ketakutan berlebihan. Dengan edukasi yang lebih baik, pejabat dan masyarakat dapat lebih berani melawan ancaman dari wartawan bodrex dan LSM abal-abal.
Kabupaten Bogor tidak boleh membiarkan fenomena wartawan bodrex dan LSM abal-abal berkembang tanpa kendali. Jika dibiarkan, ini tidak hanya merugikan pemerintahan daerah dan dunia usaha, tetapi juga merusak tatanan sosial yang lebih luas. Solusi yang melibatkan transparansi, penegakan hukum, pengawasan ketat, serta edukasi publik harus segera diterapkan agar daerah ini tetap kondusif bagi pembangunan yang berkelanjutan.