Rakyat Inginkan Negara yang Hadir Menyelesaikan Masalah, bukan Korporasi

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR]

Saat penulis hadir dalam Talkshow FOKUS TERKINI TVRI Episode: KOLUSI DI ATAS LAUT pada Rabu, 29 Januari 2025, penulis menolak tawaran dari ROFI’I MUKHLIS (Ketua Umum Barisan Ksatria Nusantara), yang meminta permasalahan perampasan tanah diselesaikan dah dijembatani untuk dipertemukan dengan korporasi PIK-2. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar penolakan kami, yaitu:

Pertama, ROFI’I MUKHLIS bukanlah perwakilan PIK-2, bukan Kuasa Hukum, bukan pula representasi Aguan maupun Anthony Salim selaku pemegang saham mayoritas proyek PIK-2. Sehingga, ROFI’I MUKHLIS tak memiliki legal standing bertindak untuk dan atas nama PIK-2, Aguan maupun Anthony Salim.

Kedua, jangankan melalui ROFI’I MUKHLIS, Aguan dan Anthony Salim datang sendiri-pun, kami tolak. Karena persoalan perampasan tanah rakyat Banten sudah menjadi persoalan publik, yang tak bisa diselesaikan secara privat dengan metode ‘Cincai’. Persoalan publik harus diselesaikan secara terbuka dan transparan dihadapan publik, agar penyelesaian yang dicapai akuntabel.

Ketiga, persoalan perampasan tanah rakyat Banten oleh proyek PIK-2 bukan hanya berdimensi perdata, melainkan juga pidana. Hak atas harga tanah adalah persoalan perdata, namun penyerobotan tanah rakyat yang dilakukan secara paksa adalah persoalan pidana yang tidak bisa diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Siapapun yang melakukan kejahatan perampaan tanah rakyat Banten harus dipidana.

Keempat, semua temuan lapangan yang kami dokumentasikan, termasuk tetapi tidak terbatas pada: adanya perampasan tanah, pagar laut, sungai diurug, jalan diurug, sertifikat laut, kesemuanya adalah bagian dari bahan pembuktian gugatan perkara nomor 754/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst.

Karena itu, kami mengharapkan penyelesaian oleh Negara, bukan oleh korporasi. Kami ingin negara hadir untuk menjamin dan mengembalikan hak keperdataan rakyat Banten, sekaligus menegakkan hukum publik (pidana) bagi siapapun yang melanggar, tanpa pandang bulu.

Aguan dan Anthony Salim tak boleh diperlakukan sebagai warga ekslusif yang mendapatkan privilege sehingga kebal terhadap hukum. Korporasi PIK-2 harus tunduk pada Negara, jangan mewujud menjadi entitas Negara dalam Negara.

Akan tetapi dengan lambannya proses penegakan hukum kejahatan pagar laut dan sertifikat laut ini, kami bertanya-tanya, kemana Negara? Jangankan menangkap aktor intelektualnya, menangkap pelaku lapangan saja hingga sudah 3 pekan ini, tak juga kunjung ditangkap.

Kami menduga-duga, salah satu sebab lambannya instusi Polri mengusut kasus adalah adanya konflik kepentingan dan ewuh pakewuh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Karena di era Listyo Sigit Prabowo, Polri mendapat bantuan hibah Gedung Mako Brimob di Kosambi dari Aguan. Wajar, jika hal itu membuat Kapolri seperti ketimpangan jasa Aguan sehingga tak bisa gercep (gerak cepat) mengusut tuntas kasus pagar laut dan sertifikat laut.

Adalah sangat beralasan, sejumlah pihak menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk mengganti Kapolri. Wibawa instusi Polri harus diselamatkan, dengan menuntaskan kasus ini. Sementara penuntasan kasus pagar laut dan sertifikat laut ini, sepertinya akan terkendala jika jabatan Kapolri masih diemban oleh Listyo Sigit Prabowo.

Kami menunggu gebrakan dari Presiden Prabowo Subianto, untuk menunjukan kehadiran Negara dalam kasus pagar laut dan sertifikat laut, juga masalah perampasan tanah rakyat Banten hingga pengurukan sungai oleh korporasi PIK-2. Buktikan, Negara hadir dengan tindakan permulaan berupa mengganti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. [].

Simak berita dan artikel lainnya di Google News