Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR]
“Negeri ini sedang menjadi ajang lomba bodoh-bodohan. Yang paling bodoh, maka dialah juaranya”. Pernyataan ini dilontarkan oleh Bang Medy Julianto, saat kami mengadakan rapat konsolidasi, untuk melanjutkan agenda perjuangan.
Mulanya, pernyataan ini terkesan satir. Tapi makin kesini, makin benar saja, di negeri ini yang paling bodoh adalah juaranya.
Penulis tidak akan urut, soal kebodohan di negeri ini yang percaya ada duit 11 ribu triliun di kantong. Kebodohan atas kepercayaan ada mobil Esemka yang sudah dipesan 6000 unit. Bodoh, yang percaya ada tol Laut, percaya hilirisasi nikel untuk modus menyelundupkan Nikel hingga 5,3 juta ton. Bodoh percaya Jokowi Presiden terbaik yang punya ijazah asli UGM, dan seterusnya.
Hari ini, masih ada saja yang bodoh percaya pagar laut PIK-2 dibuat oleh swadaya masyarakat. Tapi kebodohan itu sudah dikuliti oleh Holid Mikdar, sosok Nelayan sederhana yang mampu membungkam logika dan argumen para pembela Aguan, termasuk membuat malu sosok yang mengklaim pagar laut dibuat secara swadaya.
Tapi anehnya, kebodohan pagar laut yang sudah dibongkar ini, masih saja ada yang percaya pada kebodohan pagar laut versi sinetron lainnya. Percaya, pagar laut dibuat oleh artis dan sibuk mengulas dan memviralkan kebodohan ini.
Artis, ngapain ngurusi pagar laut? Kurang kerjaan saja. Sesepi-sepinya job Artis, tidak akan membuat mereka jadi bodoh dengan mengisi waktu luang dengan membuat pagar laut.
Padahal, kalau mau cerdas sedikit harusnya fokus pada Mandor Memet yang dapat proyek untuk mengerjakan pemagaran. Fokus pada Ghazali alias Eng Cun yang membayar Mandor Memet. Lalu fokus ke Ali Hanafiah Lijaya dan Aguan.
Pagar laut itu sebenarnya adalah persiapan tanggul, untuk prakondisi pengurukan. Untuk kegiatan restorasi laut, pada tanah darat yang didalihkan terkena abrasi. Lalu, untuk apa direstorasi? Untuk proyek PIK-2!
Alasan pemagaran laut untuk proyek PIK-2 lebih logis dan realistis. Apalagi, Aguan yang punya PIK-2 jagonya menguruk laut. Proyek reklamasi pantai Jakarta dan PIK-1 adalah buktinya.
Namun, bagaimana bisa pantai dan laut diurug? Direstorasi? Siapa pemilik pantai dan laut? Ada alas hak apa di wilayah pantai dan laut, sehingga berani di pagari?
Yang paling penting, kenapa Negara bungkam atas semua itu? Hanya bertindak melalui KKP dengan meletakkan segel berupa spanduk, yang levelnya hanya kerjaan tukang sablon?
Mestinya ini semua yang harus diusut. Ini semua, yang harus menjadi bahan perbincangan. Bukan sibuk membahas gosip artis yang memagari laut. [].