Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Tiba-tiba, Hasto curhat mau ditangkap KPK. Conny dijadikan penghubung narasi Carita. Jokowi, dijadikan ‘Common Enemy’ untuk melegitimasi cerita.
Rekomendasinya? Jangan pilih Calon yang di endorse Jokowi. Di Pilkada DKI Jakarta, jangan pilih RK Suswono yang di endorse Jokowi.
Yang lain? Ya, apalagi kalau bukan untuk minta agar pilih Pramono Rano. Jagoan PDIP di Pilkada Jakarta.
Jadi, inti dari curhat Hasto, yang meminta tidak dikaitkan dengan statusnya sebagai Sekjen PDIP, adalah jangan pilih Calon dukungan Jokowi, dan pilihlah Calon dari PDIP. Selain itu, sambil mencari dukungan umum untuk kasusnya sendiri, sebelum benar-benat ‘ditebang’ oleh KPK.
Curhat Hasto hanya sandiwara politik. Mirip saat Hasto nangis bombai, waktu membela Anas di Pilkada Jatim.
Hasto sendiri, memang punya kasus yang setiap saat bisa digoreng. Harun Masiku, juga menempatkan posisi Hasto sebagai Sekjen PDIP dalam kasus suap KPU untuk tujuan PAW.
Sandiwara ini, jika berhasil mempengaruhi publik, cukup efektif sebagai ‘Kampanye Senyap’ jelang hari tenang dan pencoblosan. Hingga pencoblosan 27 November 2024 nanti, video Hasto di Akbar Faisal Uncencored, akan menjadi video yang punya fungsi sebagai video kampanye, tapi luput dari sanksi KPU.
Posisi umat Islam sendiri, saat ini memang dilematis. RK Suswono, memang calon yang didukung Jokowi. Sementara Pramono & Rano Karno, yang di endorse Anies adalah calon dukungan PDIP.
Baik PDIP maupun Jokowi sama-sama punya catatan kelam. Sekarang, mereka bertarung untuk meraih kekuasaan. Tapi lagi-lagi, suara umat Islam yang menentukan. Sehingga, keduanya tetap berusaha mencari dukungan dari umat Islam.
Saya sendiri, sudah menjelaskan opsi golput lebih baik, ketimbang gercos, apalagi pilih salah satu Paslon. Alasannya sederhana, semua calon punya catatan kelam, dan ikut memilih hanya akan melegitimasi kekuasaan para oligarki dibalik layar.
Lebih baik, umat Islam fokus dengan dakwah dan membela rakyat yang terzalimi. Seperti membela korban perampasan tanah di proyek PIK 2.
Semua pilihan dilematis ini, terjadi karena umat Islam tidak mengambil peta jalan dakwah, sebagaimana dulu ditempuh Rasulullah Saw. Yang fokus berjuang, untuk menegakkan sistem Islam, yakni menerapkan syariat Islam secara kaffah. [].