Oleh: Ziyad Falahi
Setelah kegagalan yang sangat memalukan dialami Kaesang, Projo dengan agresif mencari cara memulihkan nama jokowi. Gibran membuka aktivitas lapor Mas Wapres dan membesar besarkan zonasi PPDB. Silahkan saja seorang wakil presiden berpandangan tentang zonasi, tapi Gibran sudah menyampaikan ke media ketidaksetujuanya. Artinya, tidak salah juga jika banyak warga menuding gagasan Gibran tersebut tidak tuntas diselesaikan dalam rapat kabinet bersama Mendikdasmen.
Nama Jokowi yang sempat ternoda pasca kesedihan Kaesang gagal mencalonkan diri membuat Projo harus bersuara. Sholeh pengacara dedengkot Projo akhirnya angkat bicara tentang sistem zonasi. Gerakan Projo terbukti gagal karena mendikdasmen masih punya pendirian.
Jika dikorelasikan lebih lanjut, langkah Gibran tidak lepas dari status Abdul mu’ti sebagai seorang muhammadiyah. Terlebih Abdul Mu’ti adalah pembela Syiah yang notabene sangat rentan dipersepsikan sebagai pro syiah. Gibran ingin Projo diisi sebagian oleh kader muhammadiyah yang anti Wahabi dan pro Syiah.
Terbukti tindakan Gibran mengungkit Nadiem tidak merespon suratnya adalah untuk menjauhkan rekonsiliasi Abdul Mu’ti dan Nadiem demi bangsa. Sebuah siasat Syiah Projo yang ingin menjauhkan muhammadiyah dari oposisi agar Wahabi dapat dikambinghitamkan kembali.