Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi)
Saat seorang anak merasa bangga kepada orang tuanya, maka hubungan yang terjadi antara anak dan orang tua akan menjadi lebih positif dan terjalin kehangatan. Ketika seorang anak bangga terhadap orang tua, termasuk profesinya sebagai amil zakat, sesungguhnya ini merupakan proses identifikasi peran oleh anak, karena ia pada dasarnya belajar tentang peran dirinya kelak lewat orang tua dan orang-orang di sekitar lingkungannya.
Berkaitan soal orang tua yang menjadi kebanggaan anak, bukan berarti seorang ayah atau Ibu harus berprestasi, atau menduduki jabatan yang tinggi. Menjadi orang tua yang membanggakan anak adalah soal bagaimana orang tua dapat memenuhi kebutuhan anak, baik secara lahir maupun secara batin atau kasih sayangnya.
Para orang tua yang amil, walaupun selalu sibuk bekerja dan berada dalam kepadatan melayani orang lain, tetaplah mengelola waktunya untuk berbagi kasih sayang dan perhatian dengan anak. Perhatian semacam ini dari orang tua, akan memicu kebanggan anak tanpa memperhitungkan pekerjaan yang hebat atau kedudukan yang tinggi. Ini amat berarti bagi anak, dibandingkan bila para orang tua yang penuh kekayaan dan kemewahan hidupnya, tapi tak punya waktu untuk mereka.
Seorang amil yang juga orang tua, tentu saja berkeinginan besar anak-anaknya sanggup menuntut ilmu dan mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Mereka bukan hanya harus soleh akhlaknya, tetapi juga menjadi seorang alim, orang yang berilmu dan mulia.
Dengan pemahaman yang baik dan tertanam dalam jiwa seorang anak, bisa jadi kelak ia akan mampu menjadi solusi atas setiap permasalahan umat. Imam Syafii berkata: “Siapa yang masa mudanya tidak digunakan menuntut ilmu, maka dia akan merasakan kehinaan sepanjang hidupnya”.
Seorang amil yang Allah anugerahi anak-anak yang baik dan soleh atau solehah pastilah senang hatinya. Ia juga pasti akan bersyukur pada Allah atas amanah ini. Namun pertanyaan-nya, apakah anak-anaknya juga bangga memiliki orang tua yang berprofesi sebagai seorang amil?
Sebuah pepatah lama berkata “ketam menyuruh anaknya berjalan betul,” artinya, orang tua pandai menasihati anak, namun tak dapat melakukannya sendiri. Hal ini bisa saja terjadi ketika para orang tua yang sibuk lalu tiba-tiba berharap anaknya berhasil dan bisa ia banggakan.
Orang tua seperti ini bisa jadi lupa bahwa diri mereka juga perlu menjadi orang tua yang membanggakan bagi anak-anak-nya. Relasi yang terbangun antara anak dengan orang tua ini amat tergantung pada kedekatan selama ini. Kalau ada anak seorang amil bangga bahwa orang tuanya adalah amil. Pastilah orang tua anak ini lebih bangga lagi.