Oleh: Tarmidzi Yusuf, Kolumnis
Ada yang tak biasa dengan Ridwan Kamil alias RIKA akhir-akhir ini. Awalnya elektabilitas RIKA meroket di Jakarta pasca Anies Rasyid Baswedan gagal ikut kontestasi Pilkada Jakarta.
Awalnya RIKA percaya diri abis. Lawan calon independen yang disiapkan istana ketika itu. Buyar gara-gara putusan Mahkamah Konstitusi menurunkan syarat pencalonan Pilkada Jakarta dari 20% hanya menjadi 7,5%. Sedangkan partai-partai habis diborong oleh koalisi RIKA. Hanya menyisakan PDIP.
PDIP dapat “berkah” politik pasca putusan Mahkamah Konstitusi. Bisa mengajukan calon sendiri di beberapa pilkada serentak tahun 2024 termasuk Jakarta dan Banten.
Diluar dugaan RIKA dan partai koalisinya. Gegap gempita saat pendaftaran ke KPU, 28 Agustus 2024 perlahan elektabilitas RIKA terjun bebas. Semula unggul dari dua pasangan calon lainnya. Kini disalib pasangan Pramono-Rano.
Menurut rilis survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilaksanakan dengan tatap muka pada 10-17 Oktober 2024. Elektabilitas RIKA-Suswono disalib Pramono-Rano.
Padahal RIKA unggul top of mind jauh dari Pramono. RIKA 26,1% sedangkan Pramono hanya 16,7%. Bahkan simulasi 3 nama kandidat RIKA unggul 40,6% dan Pramono 34,5%.
Menariknya ketika RIKA dipasangkan dengan Suswono justru elektabilitas pasangan calon ini anjlok hanya 36,4%. Sedangkan Pramono-Rano unggul 41,6%.
Padahal pada periode 19-24 September 2024 RIKA-Suswono masih unggul jauh dari Pramono-Rano. RIKA-Suswono 48,3% dan Pramono-Rano 36,5%.
Dari periode September ke Oktober 2024 pasangan RIKA-Suswono menurut Charta Politika turun 10,9%. Sedangkan Pramono-Rano naik 5,1%. Yang menggembirakan bagi pasangan Pramono-Rano tren elektabilitas mereka naik terus.
Padahal RIKA-Suswono menurut survei LSI awal September 2024 sempat tembus 51,8%. Hingga sempat digaungkan ketika itu RIKA-Suswono menang 1 putaran. Namun kini gema menang 1 putaran sudah jarang terdengar lagi dari pasangan RIKA-Suswono.
Dari awal September 2024 elektabilitas RIKA-Suswono 51,8% dan hanya tersisa di pertengahan Oktober 2024 menjadi 37,4%. Terjun bebas elektabilitas RIKA-Suswono sebanyak 14,4%. Sementara tren pasangan Pramono-Rano dari awal September ke pertengahan Oktober naik sebesar 13,2%. Bila tren ini terjaga hingga hari pencoblosan 27 November 2024 membuka peluang Pramono-Rano menang 1 putaran. Apalagi ada efek kejut elektoral menjelang beberapa hari pencoblosan.
Terjun bebasnya elektabilitas RIKA-Suswono disebabkan karena:
Pertama, Elektabilitas calon wakil gubernur jomplang. Rano Karno memiliki elektabilitas 19,1%. Sementara elektabilitas Suswono 0,0%. Bahkan top of mind Rano Karno jauh diatas Suswono, yaitu 14,5% lawan 0,1%;
Kedua, Suswono tidak mendongrak suara RIKA sedangkan Rana Karno mampu mendongrak suara Pramono;
Ketiga, Popularitas Suswono tak sebanding dengan popularitas Rano Karno sehingga efek elektoral terhadap RIKA kecil;
Keempat, Mesin partai koalisi RIKA matisuri. Kita belum mendengar partai koalisi RIKA selain Partai GOLKAR dan PKS turun ke akar rumput. Padahal pasangan RIKA-Suswono didukung koalisi gemoy, 15 partai politik;
Kelima, Pengaruh Anak Abah di Jakarta memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap elektabilitas Pramono-Rano sementara Anak Abah yang mendukung RIKA kalah pamor, kalah gerakan dan kalah jaringan dengan Anak Abah yang mendukung paslon RIKA-Suswono.
Keenam, Pemilih PKS di Pilkada Jakarta tidak solid mendukung RIKA-Suswono. Pemilih PKS pecah suara. Terdistribusi ketiga pasangan calon. Seberapa besar pemilih PKS memilih pasangan RIKA-Suswono, Dharma-Kun Wardana dan Pramono-Rano belum diungkap oleh lembaga survei.
Ketujuh, Basis suara RIKA itu di Jawa Barat. Belum lagi jejak digital RIKA sebelumnya. Dan tentu saja rasanya sangat kecil kans JAKMANIA mendukung BOBOTOH di Jakarta. Ini mungkin luput dari kalkulasi RIKA.
Jadi? Kita tunggu efek kejut elektoral dari pasangan RIKA-Suswono dan Pramono-Rano. Siapa yang bakal menang. Kita tunggu saja.
Bandung, 20 Rabiul Akhir 1446/23 Oktober 2024