Oleh: Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Tidak ada tafsir lain yang pas untuk mendeskripsikan suasana kebatinan Jokowi jelang lengser, kecuali rasa khawatir, cemas, galau dan ketakutan yang luar biasa. Cemas, karena Prabowo belum tentu sepenuhnya ‘melanjutkan’ legacy Jokowi. Galau, karena Nasib Gibran tak jelas, terancam dua tuntutan rakyat: batal dilantik dan makzukkan pasca menjabat.
Ketakutan yang luar biasa, tentu saja karena masifnya tuntutan rakyat yang meminta Jokowi dan dinasti politiknya diseret ke penjara untuk diadili. Ketakutan akan nasib dirinya, juga keluarganya pasca lengser.
Pertemuan dengan Prabowo yang dibungkus dengan agenda santap malam bersama atau private dinner di Hutan Kota Plataran, Jakarta, pada Selasa (8/10), tak cukup memberikan garansi Prabowo akan tunduk pada Jokowi. Padahal, nyaris 2 Jam Jokowi melakukan ‘orientasi’ pada Prabowo.
Pasca pertemuan, Prabowo seperti berusaha keluar dari cengkeraman Jokowi. Presiden terpilih sekaligus Menteri Pertahankan Prabowo Subianto malah menyerang balik, dengan mengungkap ada segelintir orang yang memiliki budaya caci maki dan suka mencari masalah. Menurut Prabowo, mereka adalah orang yang sudah ditutup hati dan matanya.
Pernyataan itu disampaikan Prabowo dalam pidatonya saat hadir di acara Rakornas Legislatif PKB yang digelar di Hotel Syahid, Jakarta, Kamis (10/10). Pernyataan ini, tidak lepas dari konteks kasus fufufafa yang membelit Gibran.
Narasi yang diunggah Prabowo ini, seolah meminta dukungan publik untuk mengeksekusi Fufufafa, sekaligus memberi pesan implisit pada Jokowi, agar tidak terlalu jauh mengintervensi Prabowo. Jika tidak, maka nasib Gibran bin Fufufafa bisa wasalam.
Penulis kira, karena cengkeraman Jokowi ke Prabowo saat acara santap malam bersama di Hutan Kota Pelataran, Jakarta, belum sepenuhnya mengunci komitmen Prabowo dan memberikan jaminan akan masa depan Gibran, maka Jokowi berusaha kembali membelenggu Prabowo.
Jokowi kembali memanggil Presiden Terpilih Prabowo Subianto, pada Minggu (13/10). Pratikno mengatakan pertemuan dilakukan di kediaman pribadi Jokowi yang berada di wilayah Sumber, Solo, Jawa Tengah.
Jokowi mulai meradang, merasakan kesakitan luar biasa, seperti ayam yang disembelih, lari kesana kemari, menabrak kesana kemari, namun akan berujung linglung, limbung, jatuh dan menemui ajal. 20 Oktober 2024 adalah ajal kekuasaan Jokowi.
Pemanggilan Prabowo ke Solo, yang tidak berselang jauh dari pertemuan makan malam di Jakarta, adalah konfirmasi Jokowi dipenuhi rasa khawatir, cemas, galau dan ketakutan yang luar biasa. Berusaha mencengkeram Prabowo, untuk mengamankan Gibran, dirinya dan dinasti politiknya.
Tapi sayang, era Jokowi sebentar lagi selesai. Prabowo, telah menyiapkan diri untuk menjadi matahari, yang berkibar sendiri, tanpa pengaruh dari sinar bintang lainnya.
Sedangkan Jokowi, harus menyiapkan diri menghadapi tuntutan rakyat. Tuntutan atas seluruh kebohongan, kejahatan dan kezaliman Jokowi. [].