OkFufufafa menjadi wakil presiden, dampaknya terhadap keberhasilan presiden dalam mewujudkan visi akan sangat negatif. Seorang wakil presiden yang terlibat dalam perilaku kasar, merendahkan, dan menghina akan menciptakan citra buruk bagi pemerintahan secara keseluruhan.
“Dari sudut pandang psikologi politik, keberadaan seorang wakil presiden seperti Fufufafa yang berkarakter otoritarian, dominan, narsis dan agresif akan memecah belah koalisi politik, mengganggu hubungan diplomatik, dan mengurangi kepercayaan publik,” kata pengamat politik Radhar Tribaskoro kepada wartawan, Selasa (8/10/2024).
Publik dan komunitas internasional akan meragukan kredibilitas pemerintahan yang dipimpin oleh seseorang yang memiliki wakil dengan perilaku tidak etis, yang secara konsisten melanggar norma-norma sopan santun dan kesantunan politik.
Lebih jauh lagi, kata Radhar wakil presiden dengan karakter seperti Fufufafa berisiko memperburuk stabilitas politik di dalam negeri. Ia dapat memperbesar polarisasi sosial dan politik melalui retorika kasar yang merendahkan lawan politik dan merusak rasa hormat terhadap institusi negara.
“Akibatnya, visi presiden untuk menciptakan pemerintahan yang stabil, berkembang, dan dihormati bisa terhambat, atau bahkan gagal, jika wakil presidennya menimbulkan kontroversi dan ketegangan terus-menerus,” tegasnya.
Dalam konteks Fufufafa, penggunaan bahasa yang kasar dan merendahkan bisa dilihat sebagai manifestasi dari kebutuhan untuk menunjukkan dominasi dan kekuasaan. Kata-kata seperti “biji satu (impoten)” atau “homo” berfungsi sebagai alat untuk menegaskan superioritasnya atas lawan politiknya, dengan tujuan mendiskreditkan dan menghancurkan reputasi mereka di mata publik.
“Sementara itu, serangan terhadap artis perempuan dengan istilah yang merendahkan tubuh dan penampilan fisik menunjukkan kecenderungan untuk mengobjektifikasi dan mempermalukan pihak yang dianggap tidak setara atau tidak layak di dalam hierarki sosial yang ia percayai,” pungkasnya.