Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, memang sudah cacat sejak lahir. Ibarat Fufufafa, ini Prematur yang dipaksakan kelahiran dan statusnya, sehingga meski terus menerus diupayakan dengan gelontoran dana dan fasilitas, namanya cacat lahir akan tetap tidak akan berjalan apalagi sempurna sebagainana seharusnya (Catatan: saya sengaja gunakan istilah “Fufufafa” untuk IKN ini karena tidak menunjukkan sosok tertentu, dimana sampai sekarang tetap tidak ada yang gentle mengakuinya, jadi tidak boleh ada yang merasa tersinggung olehnya).
Layak disebut Cacat sejak lahir, sebab dasar hukum pendiriannyapun, alias RUU IKN (Rancangan Undang-undang) pembentukan IKN Nusantara sebenarnya ditetapkan dengan rekayasa agar (seolah-olah) sah, padahal terjadi “penelikungan” aturan. Dalam Rancangan Nawacita yang seharusnya menjadi Visi-Misi Presiden-pun tidak pernah disebut, “mak bedunduk” (= sekonyong-konyong, bahasanya Grup Lawak Srimulat) dicanangkan sendiri olehnya dan sekarang mau dipaksakan harus diakui oleh Rakyat yang diwakili DPR-RI. Baru saat Pidato Kenegaraan 16/08/2019 disampaikan didepan Wakil Rakyat dan lucunya Wapres saat itupun, HM Jusuf Kalla, terkejut karena merasa tidak diajak bicara sebelumnya.
Sidang yang membahas RUU IKN pada hari Selasa 18/01/2022-pun dari seharusnya hadir 575 Anggota DPR-RI hanya dihadiri oleh 77 orang secara fisik (alias hanya 13.4%) saja. Meski disebut-sebut “dihadiri” oleh 190 orang secara virtual (33 %), namun kita tahu semua bahwa “hadir virtual” itu tidak bisa dijamin kebenarannya, sebab bisa jadi hanya dihidupkan akun-nya oleh Aspri atau TA (Tenaga Ahli)-nya saja. Sedangkan 38 orang disebut mengajukan “izin” (6.6 %) sehingga seolah-olah jumlahnya mencapai 305 orang (53%) padahal angka tersebut rekayasa belaka. ini sekaligus sanggahan dari statemen dia yang katanya IKN sudah disetujui oleh 93% Wakil Rakyat di DPR kemarin.