Kemenangan Lawan Oligarki, DEEP: Soal MK Ubah Syarat Cakada

Democracy and Election Empowerment (DEEP) Jawa Tengah merespons positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah dari 20 persen menjadi persentase berbasis jumlah daftar pemilih tetap.

Koordinator DEEP Jawa Tengah Aqiful Khoir, menilai putusan MK sebagai upaya melawan oligarki partai politik (parpol) yang hendak membajak demokrasi.

“Soal putusan MK harus dilihat sebagai kemenangan melawan oligarki parpol yang hendak membajak demokrasi dan kedaulatan rakyat dengan strategi kotak kosong,” ungkapnya.

Aqif menilai, putusan MK membuka peluang Pilkada 2024 digelar lebih dari satu pasangan calon di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Ia meyakini, semakin banyak paslon akan membuat rakyat semakin banyak pilihan pemimpin.

“Itu baik bagi rakyat dan parpol, tetapi buruk bagi oligarki dan elite politik yang anti-demokrasi,” paparnya.

Di sisi lain, kata dia, putusan ini juga bisa menekan politik mahar dalam Pilkada 2024. Ia menerangkan, parpol mau-tidak-mau dipaksa untuk mengusung orang-orang terbaik sebagai calon.

Selain itu, putusan ini juga memberi kesempatan bagi partai-partai non-parlemen untuk ikut berpartisipasi dalam pilkada.

“Dengan demikian tidak ada suara rakyat yang hilang. Bagi partai-partai yang ada di parlemen tentu ini akan mendorong proses kaderisasi dan rekrutmen calon yang lebih baik,” tutur Aqif.

Perlu diketahui, Mahkamah Konstitusi mengubah syarat pengusungan peserta pemilu yang ingin mendaftarkan pasangan calon dengan mengubah Pasal 40 Ayat 1 dan menghapus Pasal 40 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilukada. Dalam ketentuan syarat, MK menggunakan basis persentase dari total suara sah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Hal ini mengakibatkan Pencalonan gubernur Jakarta yang sempat menuai polemik karena “borong tiket” oleh Koalisi Indonesia Maju kini dapat berubah. Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sebelumnya kehabisan partai politik dengan perolehan suara 20 persen pada Pileg DPRD DKI Jakarta otomatis punya harapan. Sebab, berdasarkan putusan MK ini, threshold pencalonan gubernur Jakarta hanya membutuhkan 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.

Dan Putusan MK tersebut sekaligus memupuskan harapan putra bungsu Presiden Joko Widodo yang juga Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, untuk maju sebagai bakal calon gubernur maupun wakil gubernur.

Pasalnya, saat penetapan pasangan calon, yakni 22 September mendatang, usia Kaesang belum genap 30 tahun.

Sementara dalam UU Pilkada menggariskan batas usia minimum seorang calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun.