Beda 1998, Ini Dia Penyebab Demonstran tak Bisa Jatuhkan Jokowi

Oleh: M.Hatta Taliwang, S3 ILMU POLITIK UNAS. Aktivis 77-78.

Demonstrasi yang terjadi pada tahun 1998, yang akhirnya menyebabkan jatuhnya Presiden Soeharto, merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor yang saling terkait. Berikut ini beberapa unsur yang mempengaruhi demonstrasi tersebut hingga menjadi sangat besar dan berhasil membuat Presiden Soeharto mundur:

1. Krisis Ekonomi
Krisis Moneter Asia tahun 1997 menjadi pemicu utama. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS anjlok, inflasi meroket, dan terjadi PHK massal.
Kondisi ekonomi era Jokowi sekarang belum memenuhi syarat utk menjatuhkan rezim

2. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Tuntutan utama dari para demonstran 1998 adalah menolak KKN yang  merajalela di era Orde Baru. Sekarang di era reformasi malah korupsi lbh merajalela namun karena korupsinya merata dari pusat hingga daerah hingga hampir semua elit terjerat dan tersandera korupsi sehingga hampir semua elit tak punya standing moral utk memimpin perjuangan melawan isu  korupsi.

3. Gerakan Mahasiswa
Mahasiswa adalah salah satu penggerak utama dari demonstrasi 1998. Mereka memainkan peran kunci dalam mengorganisir demonstrasi di berbagai kampus di seluruh Indonesia. Dengan jaringan yang luas dan militansi yang tinggi, mahasiswa mampu menggalang dukungan massal. Selain itu, mahasiswa juga berhasil menggerakkan opini publik melalui media massa.

Sementara mahasiswa sekarang belum semilitan mahasiswa2 senior mereka dan masa kepemimpinannya di kampus terbatas sehingga tidak dapat berkonsolidasi dengan baik dlm berbagai isu.

4. Peran Intelektual
Intelektual, akademisi, dan tokoh masyarakat turut memberikan dukungan moral dan intelektual terhadap gerakan saat itu.
Intelektua sekarang banyak disibukkan dengan birokrasi dan pencapaian gelar akademis menyebabkan kurang bisa konsentrasi atas masalah yg dihadapi rakyat.Tokoh masyarakat banyak sibuk dengan kegiatan masing masing seperti urusan ibadah, sosial,keluarga dan lain lain karena tuntutan biaya hidup yg makin berat.

5. Tekanan Internasional
Komunitas internasional, termasuk lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia, mulai menarik dukungan mereka terhadap Soeharto. Tekanan dari luar negeri, baik berupa kritik maupun pembatasan bantuan, memperburuk situasi bagi Soeharto.

Berbeda dengan dengan sekarang IMF/ Bank Dunia enjoy dengan setoran dari negeri lemah ekonomi seperti Indonesia. Kekuatan Barat seperti AS cukup menikmati emas dari Papua dan Kekuatan Timur China menikmati nikel dll dari Indonesia.
Mereka menikmati kebaikan hati rezim sekarang, meskipun membuat rakyat menderita.

6. Friksi dalam Elite Politik
Di dalam tubuh militer dan aparat keamanan (TNI/Polri), muncul perpecahan. Beberapa jenderal  menunjukkan ketidaksenangan terhadap kepemimpinan Soeharto, yang menyebabkan adanya pembelahan loyalitas. Kelompok militer tertentu, terutama dari Angkatan Darat, saat itu menarik dukungan mereka terhadap Soeharto, yang akhirnya memperlemah posisi Presiden Soeharto.

Di era  akhir Soeharto awalnya, TNI dan Polri berupaya keras untuk menekan gerakan mahasiswa dengan cara-cara represif, termasuk kekerasan dan penangkapan. Namun, seiring waktu, solidaritas dan simpati dari beberapa anggota TNI/Polri kepada mahasiswa mulai muncul. Pada tahap kritis, sebagian dari mereka menolak untuk bertindak lebih keras, bahkan beberapa unit militer memilih untuk bersikap netral.

Sementara sekarang konsolidasi TNI/ Polisi sedemikian rapi terpusat ke kelompok Solo teman sekampung Jokowi.

7. Pengorganisasian dan Logistik Demonstrasi
Logistik dalam demonstrasi di tahun 1998 sebagian besar didukung oleh organisasi mahasiswa dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Bantuan logistik seperti makanan, air, dan fasilitas kesehatan sering  dikelola secara sukarela oleh masyarakat, lembaga agama, dan kelompok sosial. Para mahasiswa dan kelompok lain yang terlibat dalam demonstrasi mengandalkan jaringan informal untuk mengorganisir bantuan logistik.

Di era demo sekarang sangat tak mudah utk mendapat  logistik karena pertimbangan kepentingan politik dan ekonomi dari calon donatur. Kecuali kalau krisis memuncak.

8. Media dan Komunikasi*l
Meskipun media pada saat itu (1997)dikendalikan oleh pemerintah, banyak informasi tentang ketidakadilan dan kerusuhan yang terjadi berhasil disebarluaskan melalui saluran alternatif, seperti pamflet, radio gelap, dan kemudian internet, yang mulai diakses oleh beberapa kelompok intelektual dan mahasiswa. Hal ini membantu menjaga momentum gerakan dan meningkatkan kesadaran publik.

Sekarang, di era informasi ini sdh berubah seperti :

Pertama, SULIT FOKUS. Info yg mengalir deras menyerbu ruang publik melalui alat2 komunikasi (TV,Radio,BB,Facebook, HP dll)  membuat para organisator perubahan sulit mengkonsolidasi kekuatan. Sebagian besar  asyik dg “mainannya” sendiri. Apa yg dianggap penting oleh tokoh gerakan perubahan belum tentu penting dimata mayoritas masyarakat.Belum tuntas membahas sebuah issu tahu tahu sdh muncul issu baru.

KEDUA, Masyarakat Jenuh, lelah dengan Kegaduhan.
Karena bertubi tubi isu menyerbu ruang publik, banyak wacana sepi solusi, maka banyak orang jadi apatis. Mereka lelah dg kegaduhan, keributan sehingga banyak yang jadi kebal alias immun nurani dan batinnya atas fakta fakta yg terjadi. Seburuk apapun fakta itu paling paling sejenak mereka mengelus dada setelah itu mereka lupakan. Tak terpikir cara untuk menghadapi atau melawan keburukan2 di masyarakat. Memang terjadi perlawanan sporadis tp tidak mengubah keadaan secara substansi.Pada umumnya masyarakat makin permissif,  nafsi nafsi, individualis dan mencari jalan masing masing.

KETIGA, Setiap Orang Merasa Tokoh.
Teknologi informasi komunikasi modern membuat setiap orang merasa menjadi cepat cerdas. Tidak lagi tergantung pada seorang figur yg dulu didewakan karena ilmu pengetahuannya. Sekarang orang bisa belajar sendiri, mencari info sendiri. Terjadi otonomi dlm dirinya. Sehingga tdk mudah untuk patuh begitu saja pada mereka yg disebut guru, tokoh, pemimpin dll. Meskipun sebenarnya kemampuan pengetahuan, skill dan attitudenya msh terbatas namun ybs merasa setara dg tokoh tokoh. Karena itu tdk mudah menjadi “pengikut” sebuah gerakan.

Secara keseluruhan, kejatuhan Soeharto adalah hasil dari kombinasi antara krisis ekonomi yang parah, ketidakpuasan sosial yang meluas, mobilisasi massa yang efektif oleh mahasiswa dan kelompok lainnya, serta pelemahan dukungan dari elit politik dan militer.

Sedangkan sekarang untuk yang berpikiran menjatuhkan Jokowi kiranya perlu menganalisis berdasarkan 8 faktor diatas. Apalagi masa jabatan Jokowi kurang dari dua bulan.

Jakarta, 21 Agustus 2024.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News