Politikus PKS Protes Keras Keputusan MK No 60

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (MK), Ledia Hanifa Amaliah, menilai Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya tidak berwenang membentuk norma. Keputusan MK No 60 berisi norma yang menyebut partai politik dapat mengusung Paslon di Pilkada cukup memperoleh suara sebesar 7,5% di pemilu DPRD terakhir.

Menurut dia, ketika ada pembatalan atas suatu undang-undang atau bagian undang-undang, MK mengembalikan kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.

Ia menjelaskan, DPR dan pemerintah akan menerbitkan undang-undang yang baru, bisa berupa perubahan atas undang-undang tersebut atau penggantian undang-undang.

Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) menyepakati batas minimum calon kepala daerah paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil calon gubernur 25 tahun saat pelantikan. Hal ini berbeda dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur serta 25 tahun untuk bupati dan calon wakil bupati serta wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih,” dikutip dari draft RUU Pilkada yang dibacakan seorang staf Baleg DPR, Widodo, Rabu, 21 Agustus 2024.

Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi menegaskan aturan itu yang disepakati. Sebab, pihaknya lebih memilih merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) ketimbang Mahkamah Konstitusi (MK).

Panja RUU Pilkada juga menuangkan aturan tersebut dalam draf Pasal 40 RUU Pilkada. “Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan,” kata anggota Tim Ahli Baleg DPR Widodo saat membacakan DIM pemerintah dalam rapat di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 12 Agustus 2024.

Widodo kemudian membacakan ketentuan pencalonan kepala daerah oleh partai politik nonparlemen. Syarat tersebut sesuai dengan putusan MK. Ketentuan itu juga berlaku untuk pencalonan kepala daerah tingkat kabupaten/kota.

Ketentuan itu mengatur ambang batas Pilkada ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah berdasarkan putusan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait.

Namun, syarat tersebut tidak berlaku bagi partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD. Dalam DIM yang dibacakan dalam rapat Panja RUU Pilkada, partai politik yang mendapatkan kursi parlemen daerah tetap menggunakan syarat lama ambang batas Pilkada.

“Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit dua puluh persen dari jumlah kursi DPRD atau dua puluh lima persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan,” bunyi ketentuan tersebut.