HUT RI Ke-79, Oligarki Teriak Merdeka, Mayoritas Rakyat Sengsara dan Menderita

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, Kuasa Hukum SK Budiardjo & Nurlela

Baru saja Penulis dikirimi video oleh Mas Eros Djarot, dimana didalamnya memuat video sejumlah konglomerat yang sedang ngobrol santai di IKN. Video ini juga viral di beberapa platform sosial media, seperti di Facebook, IG, tik-tok, dan Snack Video. Bahkan, ramai juga di beberapa GWA (Group WhatsApp).

Dalam video tersebut terlihat ada Franky Widjaja (Sinarmas Group), Sugianto Kusuma alias Aguan (Agung Sedayu Group), Prajogo Pangestu (Barito Pacific), TP Rahmat atau Boy Thohir (Adaro Group) dan Djoko Susanto (PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk atau Alfamart). Terlihat juga, politisi eks kader PDIP yang melompat ke Partai Gerindra, Maruarar Sirait.

Diawali dengan omongan Boy Thohir, yang membanggakan gedung yang konon menghadap langsung ke gedung Menkopolhukam. Selanjutnya, mereka ngobrol asyik dan membanggakan hotel dan property yang mereka bangun.

Maruarar Sirait berusaha masuk dalam obrolan dan merinci sejumlah hotel yang mereka bangun. Dari hotel bintang 5, hingga ‘Hotel Bintang 7’.

Bahkan, Aguan juga bangga dan pamer proyek Botanical Garden dan sejumlah hotel yang dia bangun. Para konglomerat itu, tertawa riang gembira dan saling mengelu-elukan prestasi dan pencapaian masing-masing.

Diujung obrolan, Maruarar Sirait meneriakan Yel ‘Merdeka!’ Lalu, kompak diikuti oleh semua yang hadir dengan teriakan, MERDEKA!

Terang saja oligarki ini tertawa gembira, dan berteriak MERDEKA! Karena mendukung proyek IKN, mereka dapat dukungan penuh dari rezim Jokowi untuk memperkaya diri dan kelompoknya, merampas tanah rakyat, untuk dijadikan lapak bisnis mereka.

Contohnya, Aguan dan Franky Widjaja, keduanya ‘Cuan Besar’ dan bisa berteriak MERDEKA!, setelah mendukung proyek IKN, dua proyek property mereka yakni PIK 2 (Pantai Indah Kapuk 2) dan BSD (Bumi Serpong Damai) mendapat fasilitas PSN (Proyek Strategis Nasional) dari rezim Jokowi.

Dengan nomenklatur ‘PSN’, maka PIK 2 & BSD bisa melakukan ekspansi lahan secara masif, tanpa perlu melakukan belanja tanah, tanpa perlu bernegosiasi dengan rakyat pemilik tanah. Pengadaan tanah mereka, menjadi seperti pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Padahal, itu murni proyek bisnis perseroan yang mereka kelola.

Dengan dalih PSN, tanah rakyat diambil paksa, ganti rugi cuma 50 ribu perak per meter. Jika rakyat menolak, tanah tetap dirampas, uangnya dititipkan secara konsinyasi di pengadilan.

Oknum Aparat baik pemerintahan/ASN maupun APH melakukan kriminalisasi kepada pemilik tanah, melakukan intimidasi dan tekanan, agar segera melepaskan tanah mereka kepada pengembang. Said Didu dan sejumlah tokoh, telah mendalami dan menemukan fakta culas ini.

Para konglomerat di IKN ini, tertawa riang dan berteriak MERDEKA, diatas tangisan dan penderitaan rakyat yang tanahnya dirampas. Wajar, mereka bisa melakukan semua itu, karena mereka dilindungi oleh Jokowi. Jokowi, adalah biang keroknya, yang dalam pidato kemerdekaan membanggakan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Padahal, UU ini yang dijadikan sarana oligarki merampas hak tanah rakyat untuk kepentingan lapak bisnis mereka.

Secara khusus, klien Penulis bernama Supardi Kendi Budiardjo punya perkara dengan Aguan. Aguan sang Pemilik Perusahaan Property Agung Sedayu Group, telah merampas tanah SK Budiardjo & Nurlela, kemudian diatas tanah tersebut dibangun Perumahan GOLF LAKE RESIDANCE, yang terletak di Out Ring Cengkareng, Jakarta Barat.

Tidak cukup dirampas tanahnya, SK Budiardjo & Nurlela juga dipenjara atas laporan dari Nono Sampono, Direktur PT Sedayu Sejahtera Abadi, anak usaha dari Agung Sedayu Group. Atas laporan ini, SK Budiardjo & Nurlela divonis 2 tahun penjara.

Saat melihat senyum, tawa dan rona bahagia Aguan dalam video tersebut, penulis meyakini SK Budiardjo merasakan rasa geram dan kemarahan yang tiada tiara. Sementara, rakyat yang tanahnya dirampas untuk proyek PIK 2, juga akan merasakan hal yang sama. Geram dan marah.

Penulis heran, kemana para Jenderal TNI patriot tanah air di negeri ini? Kemana para jendral berbintang di institusi kepolisian? Apakah mereka sudah lupa dengan sumpah sapta marga? Dimana sikap kenegarawanan mereka, melihat ketidakadilan dan kezaliman yang begitu telanjang didepan mata?

Apakah mereka baru bergerak, menunggu korbannya adalah keluarga dan sanak famili mereka? Demi Allah, saat mereka baru berfikir, sungguh keluarga mereka niscaya telah turut menjadi korban!

Ternyata, kemerdekaan RI ke 79 ini, hanya dinikmati oleh segelintir oligarki. Sementara mayoriras rakyat sengsara dan menderita. [].