Presiden Joko Widodo (Jokowi) ibarat penjaga WC umum yang menyebut istana berbau kolonial. Penjaga WC umum mengeluh bau jorok tetapi ia tetap berada di tempat kerjanya itu.
“Lontaran “bau kolonial” Jokowi ibarat gerutuan penjaga kebersihan WC umum di terminal-terminal bus antar-kota. Dia mengeluh bau jorok luar biasa, tapi tetap harus bekerja untuk membersihkan kejorokan itu,” kata wartawan senior Lukas Luwarso dalam artikel berjudul “Bau Kolonial dan Gerutuan Penjaga WC Umum”.
Kata Lukas, setidaknya penjaga WC Umum tidak tinggal dan tidur di tempat kerjanya. “Beda dengan Jokowi, mengeluh dengan “bau”, tapi menikmati, tidur dan tinggal, di istana dengan segala aroma amis dan busuknya,” paparnya.
Dalam konteks wacana politik, dia tidak pernah bisa ngomong dari pikirannya sendiri. Dia dibisikin oleh bawahannya, agar mengangkat “sentimen kolonialisme,’ untuk: Pertama, Merespon kritikan publik terhadap desain istana presiden di IKN yang mirip istana Dracula di Transilvania.
“Kedua, pengingat menjelang peringatan hari kemerdekaan RI,” jelasnya
Jokowi being Jokowi, terlalu harfiah dalam berpolitik. Tidak aneh jika muncul pernyataan “bau” level penjaga WC Umum terminal bus antar-kota.
“Sebagai perbandingan Presiden Soeharto, misalnya, meski sama-sama simple-minded, adalah contoh orang yang konsisten dan koheren. Dia sengaja tidak mau tinggal di Istana kolonial, dan memilih berdiam di Jl. Cendana, rumah biasa. Karena levelnya memang bukan penjaga WC Umum,” pungkasnya.