‘Circular Economy: Keberlanjutan Pembangunan sebagai Asta Cita Indonesia’

Jakarta- Menjelang memasuki era pemerintahan baru hasil Pilpres 2024 lalu, tentunya dibutuhkan strategi perekonomian seiring dengan perkembangan peradaban, yang saat ini sedang dihadapkan pada persoalan lingkungan hidup,  adapun pilihan yang tepat untuk penerapan sistem ekonomi yang menjawab perkembangan peradaban dunia, adalah dengan menerapkan Economi Sirkular di Indonesia telah diintegrasikan dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, di mana pada rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, Economi Sirkular akan menjadi salah satu strategi dalam mencapai Ekonomi Hijau.

Demikian disampaikan Cornelius Corniado Ginting, S.H Founder Center of Economic and Law Studies Indonesia Society (CELSIS) kepada awak media, Jumat (16/8/2024) di Jakarta.

“Saat ini, sistem ekonomi di Indonesia masih menggunakan model linear, model yang tidak berkelanjutan untuk jangka panjang karena pendekatan sistem linear menggunakan pendekatan “ambil-pakai-buang”, dan jika ini terus menerus di terapkan, maka bakal mengancam kelestarian lingkungan hidup maupun sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia,” ungkap Cornelius

Oleh karena itu, lanjut Cornelius, untuk mencegah ancaman terhadap bahaya rusaknya bumi beserta sumber daya alam yang terkadung di dalamnya, upaya meningkatkan ketahanan Ekonomi Nasional, sudah saatnya pemerintah Indonesia berkomitmen untuk tidak hanya memperkuat  kondisi ekonomi sebagaimana sebelum krisis akibat pandemi covid-19, namun juga ke kondisi yang jauh lebih baik (build back better). Salah satu upaya untuk memenuhi komitmen tersebut adalah dengan melakukan transformasi ekonomi ke arah yang lebih “hijau” atau sering disebut dengan ekonomi sirkular.

Sementara itu, Konsep Circular Economy tidak hanya mendesain model industri menggunakan prinsip zero waste, konsep ini juga mementingkan faktor social dan penyedian sumber daya serta energi yang berkelanjutan. Upaya pengelompokan limbah dari limbah yang berbaya hingga limbah yang tidak berbahaya dapat membantu implementasi konsep Economy ini. Limbah yang telah dikelompokkan atau dipilih membantu pengolahan dengan mudah dan cepat.

“Ketika barang tersebut dianggap tidak memiliki value atau nilainya lagi, dengan model Economy sirkuler, barang di daur ulang untuk diubah menjadi produk yang baru tanpa menjadikannya limbah tak ternilai yang bisa membahayakan lingkungan.Dengan model Economy ini, keberadaan limbah sebisa mungkin dihapuskan karena Circular Economy berupaya untuk menggunakan energy terbarukan,” ucap Cornelius.

Lebih lanjut Cornelius menjelaskan bahwa berdasarkan hal tersebut, Economy sirkular lebih luas dari sekedar pengelolaan sampah dan daur ulang. Prinsip utama Economy sirkular mencakup: (1) Eliminasi limbah/sampah dan pencemaran, (2) Menjaga sumber daya/produk di dalam siklus Economy dalam jangka waktu yang selama mungkin, dan (3) Membangun ekosistem yang regeneratif. Dalam penerapan Economy sirkular, produk dan material dipertahankan melalui proses seperti pemeliharaan, penggunaan kembali, perbaikan, produksi ulang, daur ulang, dan pengomposan. Economy sirkular memisahkan hubungan linear antara aktivitas Economy dan konsumsi sumber daya, sehingga pada akhirnya meskipun ekstraksi sumber daya berkurang, pertumbuhan Economy tetap dapat meningkat.

“Konsep ini  tentunya bukan hanya pengelolaan limbah tetapi juga selanjutnya menggunakan proses produksi dimana bahan baku dapat digunakan berulang-ulang sehingga tentu akan terjadi saving yang besar terutama untuk sumber daya alam, namun Secara operasional, Economy sirkular didefinisikan sebagai model Economy yang menerapkan pendekatan sistemik untuk meminimalkan penggunaan sumber daya, mendesain suatu produk agar memiliki daya guna selama mungkin, dan mengembalikan sisa proses produksi dan konsumsi ke dalam rantai nilai,” jelas Cornelius.

Faktanya, imbuh Cornelius, saat ini penerapan Economy sirkular di Indonesia telah diprioritaskan pada 5 (lima) sektor utama, yaitu pangan, retail (fokus pada kemasan plastik), elektronik, konstruksi, dan tekstil. Kelima sektor prioritas ini merepresentasikan hampir 1/3 PDB Indonesia dan menyediakan pekerjaan pada lebih dari 43 juta orang pada tahun 2019.16 Implementasi Economy sirkular di Indonesia diproyeksikan dapat meningkatkan PDB hingga kisaran 638 triliun rupiah pada tahun 2030, menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030, mengurangi timbulan limbah sebesar 18-52% pada Business as Usual pada tahun 2030, dan berkontribusi menurunkan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2.

Aksi itu pun, sambung Cornelius, selaras dengan implementasi dari sebagian besar upaya mewujudkan the 10 year framework of programmes (10-FTP) on Sustainable Consumption and Production Patterns di tingkat global dan Kerangka Kerja Strategi Pencapaian Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan Indonesia Tahun 2020-2030

Untuk itulah, maka kebijakan Economy sirkular telah diintegrasikan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020– 2024 melalui Prioritas Nasional (PN) 1: Penguatan Ketahanan Economy untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan (PN) 6: Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim. Economy sirkular ini juga berkaitan erat dengan 3 (tiga) dari 5 (lima) sektor Pembangunan Rendah Karbon, yaitu pembangunan energi berkelanjutan, penanganan limbah, dan pengembangan industri hijau.

Bukan hanya itu, menurut Cornelius, adalah langkah yang tepat apabila Pada rancangan pembangunan 20 tahun ke depan atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, Economy sirkular menjadi salah satu arah kebijakan di dalam Agenda Pembangunan Transformasi Economy, khususnya Tujuan 5: Penerapan Economy Hijau. RPJPN 2025–2045 kemudian diturunkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dimana Economy sirkular menjadi salah satu Program Prioritas (PP). Economy Sirkular Industri pada RPJPN 2025- 2029 dilaksanakan melalui 4 (empat) Kegiatan Pembangunan yaitu: (1) Penerapan Efisiensi Sumber Daya, (2) Pengembangan Produk Ramah Lingkungan, (3) Penerapan Guna Ulang dan Perpanjangan Masa Pakai Produk dan Material, serta (4) Penguatan Ekosistem Daur Ulang.

“Sedangkan mengenai Capaian Economy sirkular di Indonesia dapat diukur menggunakan 3 (tiga) indikator utama. Indikator utama adalah indikator sirkularitas yang memungkinkan pengukuran upaya dan kinerja Economy sirkular yang terkait langsung dengan penggunaan sumber daya (seperti air, material bahan baku, energi), pengelolaan limbah, dan produksi energi terbarukan dari limbah. Indikator utama dibagi menjadi tiga,” ucap Cornelius

Cornelius juga menjelaskan bahwa tiga indicator itu adalah Tingkat Input Material Sirkular (Circular Input Rate), Indikator ini mengukur efisiensi penggunaan sumber daya dalam produksi barang atau jasa. Yang tidak hanya mencakup penggunaan bahan daur ulang tetapi juga bahan yang digunakan kembali – termasuk reuse, refurbish, remanufaktur, dan penggunaan bahan terbarukan dalam sebuah produk. Indikator ini serupa dengan ‘tingkat penggunaan secondary raw material’ dan ‘konten daur ulang’, namun memiliki cakupan yang lebih luas yang mempertimbangkan semua jenis penggunaan bahan sekunder,

Kemudian indikator ke dua adalah Tingkat Daya Guna (Usage Rate) yang mengacu pada masa pakai suatu produk sebelum produk tersebut selesai digunakan/dikonsumsi. Produk yang tahan lama berkontribusi pada Economy sirkular dengan memperpanjang jeda waktu antara pembuatan dan pembuangan, sehingga mengurangi frekuensi ekstraksi sumber daya dan pembuangan. Daya guna mencakup prinsip R3-Reuse, R4- Repair, R5-Refurbish, R6-Remanufacture, dan R7-Repurpose. Sebagai catatan, penerapan kelima Prinsip yang berkontribusi pada tingkat daya guna tidak selalu berlaku secara keseluruhan di masing-masing sektor, karena akan tergantung dari karakteristik material dan produk yang menjadi objek penerapannya. Contohnya, aksi pada sektor pangan terbatas hanya pada prinsip Repurpose (R7), yang dilaksanakan dalam bentuk penyelamatan pangan

Sedangkan indikator ke tiga adalah Tingkat Daur Ulang (Recycling Rate) yang menunjukkan seberapa efektif suatu sistem mengelola sisa produk dan material yang sudah habis masa pakainya, lalu mengubah material tersebut kembali menjadi bentuk yang dapat digunakan dan dimanfaatkan. Indikator ini mencakup tingkat pengumpulan sisa material dan tingkat daur ulang (R8-Recycle), dan tingkat pemulihan (R9-Recover).

“Dari ketiga indicator tersebut, tentunya dapat mendorong Penerapan Economy sirkular di Indonesia diarahkan pada 3 (tiga) kebijakan utama, yaitu (1) penurunan penggunaan sumber daya, dimana dalam penerapan terdiri dari Penurunan penggunaan sumber daya dan material diterapkan melalui prinsip 9R khususnya R0-Refuse, R1-Rethink, dan R2-Reduce,” tukas Cornelius

Selain itu, sambung Cornelius, Penerapan prinsip-prinsip tersebut juga terkait dengan kegiatan sebelum dan selama fase produksi, seperti desain produk, pemilihan material, dan penentuan model bisnis/kegiatan (2) perpanjangan daya guna produk dan material, terkait dengan meningkatkan daya guna produk dan material diwujudkan dengan implementasi prinsip 9R: R3-Reuse, R4-Repair, R5- Refurbish, R6-Remanufacture, dan R7-Repurpose. dan (3) Peningkatan daur ulang dan pemanfaatan sisa produksi dan konsumsi.yaitu dalam hal  Peningkatan daur ulang dan pemanfaatan sisa produksi dan konsumsi diwujudkan dengan implementasi prinsip 9R, yaitu R8-Recycle dan R9-Recover.Arah kebijakan Economy sirkular tersebut menjadi acuan dalam dalam perancangan strategi transisi serta menentukan aksi dan implementasi Economy sirkular yang terukur pada lima sektor prioritas dan faktor pendukungnya.

“Keberadaan dan tantangan dalam penerapan Economic Sikuler menjadi hal penting  untuk segera di optimalkan  secara terintergrasi, namun demikian Tentunya terdapat beberapa tantangan utama dalam melakukan transformasi ekonomi. Salah satu tantangan terbesar adalah kapasitas kelembagaan serta akses finansial dan teknologi yang diperlukan untuk pengembangan teknologi hijau. Diestimasi, investasi modal tahunan yang dibutuhkan untuk Ekonomi Sirkular berkisar Rp308 triliun  atau USD 21,6 miliar.”tandasnya.

Dari kondisi tantangan tersebut, ia berharap agar dalam ekosistem economic sirkuler dapat berjalan sesuai arah dan rancangan kebijakan diantaranya yaitu : pertama, Kelembagaan dan Regulasi menjadi hal penting dan mendasar karena Dimensi ini mengevaluasi efektivitas kerangka kebijakan, peraturan mekanisme, dan dukungan kelembagaan yang mendukung praktik Economy sirkular.

Penilaian aspek ini mencakup kepatuhan wajib terhadap peraturan dan kepatuhan sukarela dengan standar dan pedoman teknis.kedua adalah Pendanaan dan Insentif, terkait hal tersebut dimana pendanaan dan insentif menjadi  Penilaian yang  mencakup ketersediaan dan penggunaan dana secara strategis, insentif, dan skema investasi yang dirancang untuk mendorong inisiatif Economy sirkular. Ketiga adalah Infrastruktur, Teknologi, & Manajemen Data, terkait hal ini untuk untuk mengukur keberadaan dan kualitas infrastruktur fisik dan teknologi yang diperlukan agar Economy sirkular dapat berjalan dan berfungsi secara optimal.

Hal ini juga menilai sistem pengelolaan data yang mencakup mekanisme pengumpulan, pengolahan, dan penggunaan data untuk menginformasikan pengambilan keputusan dan meningkatkan capaian indikator utama. Keempat, Komunikasi, Edukasi, dan Kesadaran, merupakan bagian terpenting untuk  menggambarkan tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat, sosialisasi Economy sirkular dalam program pendidikan , serta kerjasama Antara lembaga K/L serta stakeholder startegis Antara Swasta dan Pemerintah/BUMN. Kelima adalah Aksi dan Inisiatif, merupakan cara terbaik untuk melihat  langkah-langkah dan program konkrit yang telah dilakukan organisasi, dunia usaha, dan badan pemerintah telah menerapkannya untuk mewujudkan hal tersebut prinsip-prinsip Economy sirkular.

Terkait dengan hal tersebut, maka Cornelius juga berharap agar Circular Economy menjadi Value penting sebagai modal pembangunan berkelanjutan bagi Presiden terpilih nantinya agar Indonesia mampu mengatasi problem yang selama ini belum tersentuh dan dituangkan dalam  arah dan kebijakan nasional, hal ini menjadi perhatian program 5 tahun kedepan untuk menekan segala resiko yang terjadi termasuk pemanfaatan dan pengolahaan terkait masalah sampah .Transformasi menuju Circular Economy menjadi penting bagi Indonesia karena akan membawa banyak dampak positif, baik bagi lingkungan serta pertumbuhan berbagai sektor pembangunan dimasa depan.

“Selain dapat meningkatkan pertumbuhan PDB Indonesia, kami sangat berharap penerapan konsep Circular Economy juga dapat berpotensi menghasilkan 4,4 juta tambahan lapangan pekerjaan, dimana tiga perempatnya memberdayakan perempuan dengan kesempatan yang lebih baik pada tahun 2030, semoga,”pungkas Cornelius mengakhiri perbincangan dengan wartawan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News