Ekonomi Indonesia di Bawah Jokowi Makin Merosot

Jokowi mengatakan ekonomi meroket bulan September 2015 (IST)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,06 persen pada 2017 dipastikan berada di bawah rata-rata ASEAN.

Demikian dikatakan pengamat ekonomi-Politik Salamuddin Daeng dalam pernyataan kepada suaranasional, Senin (11/12).

“Sementara surplus perdagangan Indonesia sampai dengan oktober 2017 sebesar 11.78 miliar dolar, yang diperoleh dari selisih ekspor sebesar 138.46 miliar dolar dan impor sebesar 126.68 miliar dolar. (Bank Indonesia, 2017). Surplus perdagangan mengalami anomali karena faktanya ekspor menurun namun juga terjadi penurunan impor dalam jumlah yang lebih besar,” ungkap Salamuddin.

Kata Salamuddin, kondisi neraca eksternal Indonesia di kawasan menggambarkan bahwa seluruh  Indonesia dalam kondisi ekonomi yang buruk semakin dilemahkan oleh perdagangan bebas ASEAN. Karena Indonesia mengalami defisit besar dalam berdagangan dengan negara anggota ASEAN.

“Sementara padasaat yang sama seluruh surplus perdgangan Indonesia dengan seluruh belahan dunia lain disapu bersih oleh perdagangan bebas antara ASEAN dengan China dimana Indonesia terlibat di dalammya,” paparnya.

Kata Salamuddin, ekspor Indonesia ke negara ASEAN lainnya dalam enam bulan pertama 2017 mencapai US$ 15,65 miliar sedangkan impor mencapai US$ 16,3 miliar, yang berarti terjadi defisit US$ 656 juta. ini adalah fakta bahwa Indonesia bertekuk lutut dan kalah bersaing dengan negara di kawasan ASEAN.

Indonesia satu satunya negara dengan defisit transaksi berjalan di ASEAN. Sementara negara ASEAN yang lain surplus, indonesia mengalami defisit. Adapun defisit transaksi berjalan Indonesia adalah tahun 2014 -USD 27.5 miliar, tahun 2015  sebesar -17.5 miliar USD dan tahun  2016 sebesar -16.8 miliar USD. (sumber Bank Indonesia, 2017).

“Indonesia merupakan negara dengan laju inflasi tertinggi di ASEAN. Laju inflasi di Indonesia masing-masing tahun 2014 sebesar 8.4 persen, tahun 2015 sebesar 3.4 persen dan tahun 2016 sebesar 3 persen dan tahun 2015 diperkirakan 5 persen,” papar Salamuddin.

Kata Salamuddin, Indonesia didera oleh tiga masalah utama yakni produktifitas masyarakat rendah, daya beli masyarakat yang merosot, inflasi yang cukup tinggi, dan defresiasi mata uang Indonesia terhadap mata uang asing yang sangat plugtuatif dan cenderung turun.
 
Anggaran negara gagal dijadikan fondasi dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Anggaran negara dikerahkan untuk tujuan membangun infrastruktur tanpa adanya studi kelayakan dan dampak dampaknya bagi sosial poltik nasional.

“Instumen keuangan dan perbankkan gagal dijadikan sebagai strategi utama dalam memajukan ekonomi, peningkatan dan pemerataan pendapatan. Kondisi ini ditunjukkan oleh ketimpangan yang lebar dalam penguasaan saving dan kredit di perbankan,” pungkasnya.