Oleh Rokhmat Widodo, Pengamat Politik Tinggal di Kudus
Konflik PBNU versus PKB semakin tajam. PBNU dan jajaranya akan melakukan kunjungan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) termasuk membahas persoalan dengan PKB. Kedatangan PBNU ke Jokowi hampir bersamaan dengan pelaksanaan muktamar PKB yang akan dilaksanakan di Bali.
Kunjungan PBNU ke Jokowi dapat dilihat sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa NU di bawah Yahya Staquf dan Sekjennya Saifulloh Yusuf masih memiliki pengaruh kuat di tingkat nasional, termasuk hubungan yang dekat dengan pemerintahan. Dalam konteks ketegangan dengan PKB, langkah ini dapat dipahami sebagai sinyal kepada Cak Imin dan para pendukungnya bahwa PBNU masih memiliki akses dan pengaruh yang signifikan di dalam pemerintahan, yang bisa menjadi aset strategis dalam dinamika politik.
Pertemuan dengan Presiden Jokowi dapat digunakan untuk mendiskusikan isu-isu yang penting bagi PBNU, termasuk kemungkinan untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam hal-hal tertentu yang berkaitan dengan kebijakan atau program yang mendukung Nahdliyin.
Rencana kunjungan ini juga bisa dilihat sebagai pernyataan independensi PBNU dari PKB. PBNU ingin menunjukkan bahwa mereka bukan hanya sekadar “pengikut” PKB, tetapi sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, mereka memiliki agenda sendiri dan dapat berkomunikasi langsung dengan Presiden tanpa melalui perantara partai politik. Ini bisa menjadi langkah untuk menegaskan bahwa NU memiliki otonomi dalam urusan-urusan politik dan keagamaan.
Dalam politik, pertemuan semacam ini juga bisa menjadi langkah awal untuk membangun aliansi atau mendapatkan dukungan dari pemerintah. Yahya Staquf mungkin ingin memastikan bahwa agenda-agenda NU mendapat perhatian khusus dari pemerintah, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul dari perbedaan pendapat dengan PKB. Dukungan pemerintah bisa menjadi faktor kunci bagi PBNU dalam mempertahankan atau bahkan memperkuat posisinya.
Kunjungan ini juga bisa dianggap sebagai sinyal politik kepada PKB dan Cak Imin bahwa PBNU memiliki pilihan dan kekuatan untuk beroperasi di luar pengaruh partai. Ini bisa menjadi cara untuk menekan Cak Imin agar lebih memperhatikan suara dan kepentingan PBNU, atau sebaliknya, menunjukkan bahwa PBNU siap untuk mengambil langkah-langkah yang lebih mandiri jika ketegangan dengan PKB terus berlanjut.
Ada spekulasi bahwa PBNU atau pihak-pihak yang dekat dengannya mungkin menggunakan kasus “kardus durian” untuk melengserkan Cak Imin dari Ketua Umum PKB.
Isu santer PBNU sudah menyiapkan jagoannya di Muktamar PKB di Bali untuk menggantikan Cak Imin. PBNU mungkin akan melakukan lobi intensif dan membangun koalisi di dalam PKB untuk memastikan bahwa calon yang mereka dukung memiliki peluang besar untuk memenangkan pemilihan di Muktamar. Ini bisa melibatkan negosiasi dengan berbagai faksi di PKB dan bahkan dengan partai-partai lain yang memiliki kepentingan dalam dinamika internal PKB.
Dalam menghadapi manuver PBNU, Cak Imin bukan politikus “kemarin sore”. Mantan Ketua Umum PMII itu mempunyai jam terbang politik yang tinggi. Ia bagaikan kancil dan belut dalam menghadapi berbagai serangan dalam pihak manapun.
Cak Imin secara aktif melakukan konsolidasi di internal PKB untuk memastikan bahwa loyalitas kader tetap utuh. Ia sering mengadakan pertemuan dengan para pimpinan daerah, anggota legislatif, dan kader kunci untuk memperkuat dukungan dan memastikan bahwa mereka tetap bersatu di bawah kepemimpinannya.
Dalam menghadapi tantangan dari PBNU, Cak Imin telah mengambil langkah-langkah strategis untuk menunjukkan bahwa PKB tetap kuat dan mandiri. Ini termasuk mengambil posisi politik yang jelas dalam koalisi nasional dan berupaya untuk menunjukkan bahwa PKB adalah partai yang relevan dan kompetitif di kancah politik nasional.
Cak Imin juga berusaha menjaga hubungan yang baik dengan basis pemilih PKB, khususnya di kalangan Nahdliyin, dengan menekankan bahwa PKB tetap berkomitmen pada nilai-nilai NU meskipun ada perbedaan pandangan dengan PBNU. Pesan ini penting untuk menjaga kepercayaan pemilih dan mencegah terjadinya perpecahan dukungan.
Yahya Staquf, sebagai Ketua Umum PBNU, memiliki pengaruh yang signifikan di kalangan Nahdliyin. Meski demikian, ia juga perlu berhati-hati agar tidak terlihat terlalu mendikte PKB, yang bisa berisiko memicu resistensi dari kader dan simpatisan partai yang merasa bahwa PKB memiliki otonomi yang sah.
Cak Imin bisa saja mencari dukungan dari tokoh-tokoh NU yang lebih sejalan dengan pendekatannya untuk menjaga soliditas dan legitimasi kepemimpinannya di PKB. Melihat konsolidasi yang dilakukan Cak Imin, sangat sulit PBNU menggeser mantan Ketua Umum PMII digeser dari Ketua Umum PKB.