Surat Terbuka Habib Umar Hamid untuk Mahfud MD

Kepada Yth Bpk.Mahfud MD

Assalamualaikum wr.wb.

Melalui surat ini saya ingin menanggapi surat dukungan Anda kepada Rhoma Irama terkait perlawanannya terhadap apa yang Anda sebut sebagai gerakan habaib.

Meskipun surat itu Anda tujukan untuk pribadi Rhoma Irama, namun karena beredar (diedarkan?) secara luas di ruang publik (dalam hal ini di media sosial), maka saya sebagai bagian dari masyarakat Indonesia merasa berhak untuk memberikan tanggapan.

Saat pertama kali membaca surat itu, saya dan beberapa kawan, baik dari suku Baalawy maupun dari suku-suku lain, tak percaya bahwa itu benar-benar tulisan Anda. Kami meyakini nama Anda telah dicatut oleh orang-orang yang kurang lebih selama dua tahun belakangan ini giat membangkitkan kebencian rasial terhadap etnis Baalawy. Melalui tayangan-tayangan di Youtube, kelompok itu berupaya menciptakan permusuhan antar sesama anak bangsa.

Narasi yang dibangun antara lain bahwa trah Baalawy merupakan keturunan Yahudi, keturunan imigran Yaman yang sama sekali tak memiliki peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, antek-antek penjajah Belanda, pengkhianat bangsa, dan ingin menjajah Indonesia.

Namun kami sangat terkejut ketika memperoleh konfirmasi bahwa memang Anda penulisnya. Dan itu membuat kami kecewa dan sedih. Mengapa demikian? Karena selama ini kami melihat Anda sebagai tokoh nasional dengan wawasan kebangsaan dan intelektual yang mengagumkan. Kami juga memandang Anda sebagai pejabat dan politisi yang memiliki integritas, nasionalis, dan inklusif.

Namun sungguh kami sayangkan Anda ikut berbicara dan memihak dalam polemik nasab (sebuah tema yang pada dasarnya tidak penting dan kontra produktif ).

Prof. Mahfud MD yang terhormat, adalah sepenuhnya hak Anda untuk berpendapat bahwa secara tes DNA, nasab Baalawy (termasuk Prof.Quraish Shihab dan Prof.Alwi Shihab tentunya) tidak tersambung ke Nabi Muhammad. Dan itu sama sekali bukan masalah.

Namun di sini saya melihat ambiguitas Anda (juga Rhoma Irama). Anda mengatakan bahwa nasab siapa pun, nasab Firaun sekalipun, sama saja; tidak ada bedanya dalam kesederajatan manusia.

Jika nasab bukan sesuatu yang penting; jika ketersambungan dan ketidaktersambungan nasab kepada Nabi Muhammad tidak mengubah pandangan dan sikap Anda kepada seseorang atau sekelompok orang (dengan kata lain Anda hanya menilai orang berdasarkan ilmu dan perilakunya; kalau baik Anda dukung, kalau salah Anda tolak), lalu apa perlunya Anda berbicara soal keabsahan nasab dan tes DNA segala?

Mengapa Rhoma Irama begitu bersemangat ingin membuktikan keabsahan dan ketidakabsahan nasab Baalawy? Bukankah beliau berkali-kali mengatakan bahwa nasab Baalawy tersambung ke Nabi Muhammad atau tidak, kita akan tetap bersahabat dan menghormati habaib dalam bingkai ukhuwah Islamiyah? Lalu kalau tidak akan mengubah apa-apa, mengapa beliau begitu menggebu ingin membuktikan, sampai-sampai tega menuduh suku Baalawy takut dites DNA segala?

Jika Anda meyakini bahwa nasab Baaalwy tidak tersambung ke Nabi Muhammad, bukankah itu sudah cukup? Dan bukankah itu sudah bisa membuat Anda mempraktikan sikap Anda, yaitu tetap bersahabat dan menghormati habaib dalam konteks ukhuwah Islamiyah (dan ukhuwah Basariyah tentunya), dan mendukung habaib yang baik serta menolak yang buruk?

Jika Anda masih memerlukan pembuktian, tidakkah itu bertentangan dengan pernyataan Anda sendiri bahwa nasab siapa pun “nggak ngaruh”? Jadi apa sebenarnya yang Anda inginkan?

Prof. Mahfud MD yang terhormat,

Dalam hemat saya, Rhoma Irama yang Anda dukung itu adalah contoh orang dengan pola pikir yang polos dan oleh karenanya dalam era digital ini beliau mudah terperosok dalam post-truth, termasuk dalam soal keyakinannya akan akurasi tes DNA untuk nasab jauh.

Dan bermodal motif pandangan pribadinya dan pengalaman buruk dengan satu atau sepuluh oknum habib (seperti yang diceritakan dalam podcastnya; ada seorang habib yang mengatakan bahwa para habib tidak berdosa meski berbuat maksiat, dan ada seorang habib yang menelpon dan menawarinya gelar habib dari Rabithah Alawiyah), langsung beliau simpulkan bahwa Baalawy memiliki doktrin sesat yang diajarkan kepada mereka sejak kecil dan bahwa Baalawy secara masif dan struktur ingin menghabibkan tokoh-tokoh (termasuk dirinya) dengan tujuan hendak menjajah Indonesia. Ini sungguh sebuah pernyataan yang gegabah dan provokatif.

Jadi, persoalannya bukan pada Anda meyakini atau tidak ketersambungan nasab Baalawy ke Nabi Muhammad, melainkan pada kenyataan Anda menjadi bagian dari gerakan kebencian rasial kepada suku Baalaway. Ini bukan gerakan yang menyasar Rizieq Shihab, Bahar bin Smith, dll, tapi mengarah ke etnis Baalawy.

Perhatikanlah, pembatalan nasab Baalawy selalu tampil satu paket dengan narasi keburukan-keburukan etnis Baalawy, dari tuduhan antek-antek Belanda, pemalsuan makam, pembelokan sejarah, penyebar khurafat, hingga penjajah.

Saya belum pernah menemukan pembatalan nasab Baalawy yang tidak diiringi dengan narasi keburukan etnis tersebut. Pembatalan nasab Baalawy bukanlah “wacana ilmiah” semata, ia selalu muncul diiringi motif-motif di luar keilmuan, yaitu kemarahan dan kebencian rasial. Termasuk Rhoma Irama, meski beliau berusaha membungkusnya dengan rentetan kalimat istighfar.

Prof. Mahmud MD yang terhormat,

Tidakkah Anda memperhatikan bagaimana para pegiat anti-Baalawy seperti KH.Imaduddin, Gus Abbas, dan Rhoma Irama menggunakan istilah-istilah rasis, membenturkan antara “pribumi” dan “imigran Yaman”, “ulama asing” dan “ulama Nusantara”, “zuriyah Walisongo” dan “klan Baalawy”?

Dalam ceramahnya baru-baru ini, Rhoma Irama mengatakan bahwa kita harus hati-hati dalam masalah polemik nasab ini. Jika tidak, maka akan terjadi benturan antar pribumi sendiri, sementara mereka (suku Baalawy) akan menonton dan bersembunyi. Dengan kata lain, sang Raja Dangdut itu sedang mengatakan jika konfliknya antara “pribumi” vs Baalawy tidak masalah, asal jangan antar “pribumi”. Sungguh ini sebuah provokasi pecah belah yang keji dan menjijikkan.

Prof.Mahmud MD yang terhormat, Anda sebagai tokoh nasional, bagaimana mana bisa mendukung gerakan rasisme yang memalukan seperti itu?

Prof.Mahmud MD yang terhormat,

Coba perhatikan video seorang anggota DPR dari Nasdem yang beredar baru-baru ini. Dengan ringan dan tanpa malu dia menyerang etnis Baalawy (saya yakin beliau belum begitu lama mendengar istilah Baalawy, menandakan bahwa beliau baru saja “direkrut” menjadi bagian dari gerakan anti-Baalawy).

Dengan telanjang beliau menyerang etnis keturunan Arab dengan istilah olok-olok imigran Yaman dan dengan tuduhan ingin merebut Indonesia. Pernyataan rasis yang tak berkeadaban seperti itu, diucapkan oleh wakil rakyat di ruang publik, menurut saya merupakan sebuah kemunduran kita dalam berbangsa dan bernegara.Tidakkah kemunduran besar ini membuat Anda, sebagai tokoh nasional yang mencintai bangsa dan negara ini (sebagaimana yang Anda nyatakan), merasa prihatin dan bersedih, Prof. Mahmud MD?

Apakah tidak terbersit di benak Anda jika misalnya kata keturunan Arab dan Baalawy dalam ujaran anggota DPR itu diganti dengan Tionghoa, Jawa, Madura, dll?

Saya heran, tokoh sekaliber Anda justru terganggu dan repot menanggapi klaim habib-habib bocil yang tak jelas juntrungannya tentang klaim peran habaib dalam penentuan bendera merah putih dan tanggal kemerdekaan, juga tentang nasab beberapa pahlawan nasional. Bagaimana bisa tokoh sekaliber Anda menjadi tersulut emosinya oleh klaim tak berdasar oleh habib-habib muda tak berpendidikan dan yang mewakili diri mereka sendiri itu, lalu Anda membalasnya dengan menyerang seluruh etnis Baalawy dengan mengatakan bahwa tidak ada peran habaib dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia?

Bagaimana bisa tokoh sekaliber Anda mengatakan kalimat kehormatan “leluhur kita”, “pahlawan kita” lalu dihadap-hadapkan dengan etnis Baalawy, seolah-olah Anda ingin mengeluarkan mereka dari bagian bangsa Indonesia?

Prof Mahmud MD yang terhormat, terus terang saya melihat Anda menurunkan level Anda sendiri saat Anda menanggapi oknum-oknum habib ngawur itu. Mereka bukan level Anda, tapi sayangnya Anda terjun dan mensejajarkan diri dengan mereka.

Saya kira tokoh sekaliber Anda tidak perlu terganggu dan turun gunung untuk urusan remeh temeh khurafat, baik kisah seorang habib berkirim surat ke malaikat maupun seorang gus yang berbicara dengan semut. Itu bagian dari kultur masyarakat kita.

Juga soal “kasta” kiai, raden, gus maupun habib. Janganlah kita meremehkan common sense masayarakat kita. Mereka tidak sebodoh yang Anda kira. Cerita habib tidak berdosa walau berbuat maksiat dan tidak diadili walau melanggar hukum adalah sesuatu yang non-sense.

Anda tidak perlu berharap ada habib yang menegur klaim-klaim tak masuk akal seperti itu. Akal sehat masyarakat, baik dari kalangan habaib sendiri maupun dari yang lain, dengan sendirinya akan bekerja. Negara, sebagai representasi common sense masyarakat, akan bekerja. Habib yang melanggar hukum, akan masuk penjara. Apakah Anda lupa Rizieq Shihab dan Bahar Smith pernah beberapa kali dibui? Jadi, apa lagi yang Anda inginkan?

Prof. Mahmud MD yang terhormat,

Tidak menjadi masalah Anda meyakini Baalawy bukan zuriyah Nabi, tidak soal Anda mencela oknum-oknum habib yang berbicara ngawur dan berperilaku buruk (meskipun ini sebenarnya bukan level Anda yang pernah menjadi cawapres). Tapi menjadi masalah saat Anda menampakkan dan menyuarakan kebencian Anda kepada etnis Baalawy.

Serangan komunal adalah ciri rasisme. Orang rasis adalah orang yang kehilangan spektrum dalam melihat obyek. Kemarahan Anda membuat hanya citra oknum-oknum itu yang memenuhi benak Anda. Anda melupakan jutaan Baalawy yang hidup biasa-biasa saja, atau yang baik-baik. Anda bahkan melupakan Prof. Quraish Shihab dan Prof. Alwi Shihab Anda (walau nama mereka Anda sebut sebagai sahabat-sahabat baik). Memang, kemarahan yang membara kadang membuat kita kehilangan rasionalitas.

Prof. Mahmud MD yang terhormat,

Anda sebagai tokoh nasional saya harapkan ikut berperan dalam membimbing masyarakat menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Mari rekatkan persatuan antar anak bangsa, jangan ada diskriminasi di antara elemen bangsa. Jangan merasa lebih ini dan lebih itu. Baalawy tak perlu diunggulkan namun juga tidak boleh dihina-hina dan direndahkan.

Semua warga bangsa adalah setara. Tidak ada lagi pribumi dan non-pribumi. Semua warga bangsa adalah pribumi. Baalawy, keturunan Arab non Baalawy, Tionghoa, Jawa, Madura, Aceh, dll adalah bagian tak terpisahkan dari negara bangsa Indonesia. Semua suku dan agama mempunyai andil dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia.

Tidak patut Anda mengatakan bahwa Baalawy tak memiliki peran dalam perjuangan kemerdekaan dan bahkan hanya melahirkan pengkhianat, dan di sisi lain Anda membanggakan jasa etnis lain (dalam hal ini Tionghoa, Jepang, dan Belanda). Itu pecah belah dan adu domba namanya. Tidak, Prof. Mahmud, ketahuilah semua etnis dan agama menyumbangkan peran sertanya masing-masing.

Menjelang peringatan hari kemerdekaan ke-79 negara tercinta ini, mari kita perbarui tekad kita untuk menghormati dan menghargai seluruh suku sebagai bagian dari bangsa kita.

Marilah kita menyanyikan lagu 17 Agustus 1945 yang digubah oleh Husein Mutahar, sang penyelamat bendera pusaka. Penyebutan nama sang komponis sekadar untuk mengingatkan Anda. Saya khawatir Anda lupa bahwa beliau berasal dari etnis Baalawy.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News