Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Ada beragam makna “easy going“. Kata “easy going” berasal dari bahasa Inggris. Bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, ada beberapa makna yang sepadan, yakni “gampang-gampangan”, “bersikap tenang”, “lembut hati”, “pemudah (memudahkan)”, “lunak” dan “lembut”.
Bila “easy going” dilekatkan pada kata “kepribadian”, maka “kepribadian easy going” bermakna pada keempat hal ini: (1) tidak suka membesar-besarkan masalah kecil; (2) tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir dengan masa depan; (3) tidak mau pusing dengan sesuatu yang di luar kontrolnya; (4) kepribadian yang lebih disukai pasangannya.
Dari tipe kepribadian easy going ini, ternyata yang menarik adalah poin keempat: kepribadian yang lebih disukai pasangannya. Mengapa bisa begitu? Ternyata alasannya adalah karena mudah memaafkan, optimis, dan menganggap hidup ini ringan. Kepribadian easy going juga berkorelasi dengan sifat seseorang yang tidak mau mencari masalah. Namun, di balik hal-hal positif pribadi easy going, ternyata ada juga kekurangannya. Kekurangannya antara lain berantakan, tidak perhatian terhadap hal mendetail, dan pelupa.
Pertama, berantakan. Tipe pribadi easy going memang umumnya tipe orang yang cenderung berantakan. Bisa saja dia rapi untuk sementara. Namun, karena kecenderungan ke arah berantakan lebih dominan, jangan heran kalau kita melihat mereka lebih sering berantakan daripada rapi. Kadang, dia masih merasa nyaman dan tidak merasa risih kalau ada sesuatu yang berantakan. Cara mengatasinya agar ia rapi adalah secepatnya memintanya untuk merapikan sesuatu yang berantakan. Atau sediakan orang yang bisa mengingatkan terus agar ia rapi dan tidak berantakan.
Kedua, tidak perhatian terhadap hal mendetal dorang easy going sering tupa dengan hal-hal yang bersifat mendetil dan rinci. Alhasil, sering lupa banyak kesalahan kecil yang dilakukannya. Tipe ini lebih bersifat mengambil inti atau poin penting dari sebuah permasalahan atau rencana. Orang yang easy going sering kali mengulang pekerjaan karena kesalahan-kesalahan kecil. Adapun cara untuk menghindarinya adalah dengan meneliti lagi pekerjaan yang sudah dilakukannya.
Ketiga, pelupa. Saking mudahnya melupakan permasalahan dan kesalahan, tipe orang easy going juga cenderung pelupa. Pelupa di sini bukan pikun. Kadang orang model ini tidak khusyuk ibadah hanya gara-gara mengingat-ingat apakah kunci kendaraannya sudah dilepas ataukah belum. Orang easy going juga kadang kurang yakin, apakah ia sudah memastikan kunci rumah sudah terkunci ataukah belum. Untuk menghindarinya, buatkan ia catatan agar ada data yang jelas tentang aktivitasnya.
Dari sejumlah uraian terkait easy going, bila hal ini melekat pada seorang amil, maka menjadi amil easy going tentunya semoga mencakup sifat-sifat baiknya saja yang muncul dan tumbuh. Adapun sifat easy going yang kurang baik, semoga tak tersisa pada diri seorang amil Amil yang easy going adalah amil selalu mempermudah permasalahan. Setiap ia menemukan masalah, ia tidak menganggapnya beban, apalagi kemudian terus mempersulitnya dengan menambahkan kerumitan-kerumitan baru yang tidak perlu.
Amil yang easy going ini akan berusaha sekuat tenaga memperkecil akibat sebuah masalah dan bahkan mengusahakan agar masalah tadi terselesaikan dengan baik dan mudah. Persoalan seperti regulasi, SDM, tekanan muzaki atau apa saja yang terjadi, bagi amil yang easy going akan ia nikmati sendiri dan terus mencoba memecahkannya.
Amil easy going menyadari bahwa persepsi yang ia bangun terhadap masalah yang ada akan berkorelasi dengan cara memecahkan masalahnya. Semakin menganggap masalah itu rumit dan susah, maka semakin ia akan menjauhkan dari solusinya. Sebaliknya, seberat apa pun beban masalah yang ada, bila telah dibuka dalam perspektif sebuah kemudahan, maka insya Allah ia bisa sesuai dugaan.
Jalan amil easy going adalah jalan pencari kebaikan dengan kacamata kemudahan. Jalan ini juga jalan yang umumnya ditempuh orang-orang baik yang mencintai kebaikan. Cara mereka membantu sesama dengan memudahkan urusannya menjadi semacam ideologi kehidupan mereka dan diyakininya sepenuh hati. Dengan jalan ini pula, mereka secara internal “merumitkan” diri untuk bisa menuntaskan pengabdian dan cintanya atas nama keyakinan dan kesadaran untuk memperbaiki nasib umat dan bangsa ini.
Kesadaran inilah yang memberi ruang yang nyaman bagi riak-riak dalam dinamika gerakan zakat Indonesia. Spirit untuk memudahkan juga, insya Allah akan menjadi daya dorong bagi percepatan gerakan zakat mencapai tujuan dan cita-cita mulianya, yakni berperan serta menjadi solusi umat dan bangsa dalam memajukan kehidupan dan kesejahteraan para mustahik dan kaum dhuafa lainnya. Boleh jadi, tantangan gerakan zakat semakin hari, terutama di era industri 4.0, tak semakin sedikit. Ada banyak badai dan topan dalam perjalanan gerakan zakat. Betapapun sulitnya perjalanan yang ditempuh, bila semua aktivisnya memiliki kepribadian easy going yang kokoh, insya Allah selalu ada harapan pada langkah-langkah masa depan.