Lamongan, Diskusi Publik yang diadakan Bandeng Lele Lamongan dengan tema Potensi Pecahnya Kabupaten Lamongan menjadi 2 (dua) penuh perdebatan. Acara di Delik Cafe Lamongan ini dihadiri puluhan peserta dari berbagai unsur mulai tokoh budayawan, sejarahwan, akademisi, aktivis, politisi dan pemerhati sosial, Jumat (14/6)
Turut sebagai pemateri DR. Fathurrahman Sueb, MM (akademisi), Supriyo (sejarahwan), dan Fathurrahman (pemerhati sejarah dan budaya). Supriyo mereview kesejarahan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Sidayu dimana Lamongan dan Sidayu (lawas) pada masa lampau adalah dua wilayah kabupaten/kadipaten yang berbeda. Kedua wilayah ini berkembang menjadi pusat administrasi pemerintahan kadipaten semenjak akhir kerajaan Majapahit. “Pada masa kerajaan Demak Sidayu (lawas) telah tumbuh menjadi kota pelabuhan dan kadipaten yang cukup berkembang, menjadi tujuan bagi pelayaran dagang antar pulau. Pun demikian dengan Lamongan yang mampu menjadi kekuatan kadipaten yang diperhitungkan oleh kerajaan Demak,” katanya.
Priyo panggilan akrab sejarahwan Lamongan ini juga menambahkan bahwa Lamongan dan Sidayu tumbuh menjadi kabupaten dan mengelola wilayah masing-masing. Lamongan memiliki wilayah disekitar sisi selatan Bengawan Jero dan selatan Gunung Pegat hingga sekitar sungai Lamong, sementara Sidayu menguasai desa-desa di wilayah Bengawan Solo, Bengawan Jero hingga Pantura ujung Pangkah. “Dalam perjalanannya kedua wilayah kabupaten ini juga cukup dinamis, kadang juga diwarnai konflik antar pemimpin seperti kasus penyerangan dan penundukan Sidayu oleh Bupati Lamongan Panji surengrana yang terjadi saat perang Surabaya vs Mataram di tahun 1720 an dimana Lamongan bersekutu dgn Surabaya dan Sidayu bersama Mataram,” imbuhnya
“Setelah perang berakhir dan kerajaan Mataram berhasil meredam Surabaya dan koalisinya. Ibukota kabupaten Sidayu pindah ke Sedayu Kota (Gresik). Dan akhirnya pada pemerintahan kolonial Hindia Belanda sekitar tahun 1910 kabupaten Sidayu di bubarkan. Dari 3 distrik wilayah Sidayu, 2 wilayah distriknya di masukkan menjadi bagian dr kabupaten Lamongan dan 1 distrik lagi masuk Kabupaten Gresik. Sejak saat itulah wilayah Kabupaten Lamongan yang semula hanya wilayah pedalaman semakin luas meliputi sekitar Bengawan Solo dan pantai Utara Jawa hingga sekarang, ” tutupnya saat memberikan materi
Dalam kajian Hukumnya Nihrul bahi Alhaidar, SH sebagai penanggungjawab Diskusi Publik mengatakan Pemekaran dan penyatuan sebuah wilayah adalah lazim, “Dengan mengacu pada Undang-undang Pemerintah Daerah no. 23 tahun 2014 perubahan dari Undang-undang Pemerintah Daerah no. 32 tahun 2004 adanya beberapa persyaratan dan kajian yang harus bisa dikonstruksikan selain dari wilayah dan jumlah penduduk juga dilihat historis, sosial politik budaya, demografi, geografis, potensi ekonomi sampai pada kemampuan penyelenggaraan pemerintahan.” ujar beliau saat menutup acara Diskusi Publik.