Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Pilpres 2024 adalah deklarasi penipuan massal terhadap rakyat. Sebuah konfirmasi, ide kedaulatan rakyat dalam demokrasi hanyalah utopia (mimpi).
Saat Pilpres, yang berdaulat bukan suara rakyat, tapi suara bansos (duit). Setelah kalah Pilpres, yang berdaulat juga bukan rakyat (pemilih), tapi partai.
Tengoklah Parpol pengusung 01, yang tanpa malu berlomba merapat ke kubu 02 yang sebelumnya diserang habis-habisan telah melakukan Pilpres curang. Kalah dicurangi, tapi kemudian menjilat pemenang yang curang, untuk mendapat bagian dari remah remah kekuasaan.
Alasan demi persatuan, demi stabilitas, demi masa depan bangsa, demi pembangunan, dll, itu cuma dalih saja. Alasan utama, demi kekuasaan. Rakyat hanya ditipu saja, diminta mendukung, memperjuangkan, setelah kalah, ditinggalkan.
Sebagian pendukung capres, setelah jagoannya kalah Pilpres juga tanpa malu menyodorkan jagoannya ke Pilkada. Lalu, berbusa-busa membuat analisa. Seolah, jagoannya akan membuat perubahan di Pilkada, padahal sudah kalah telak oleh kecurangan Pilpres.
Dalam situasi seperti ini, yang aneh dan ajaib adalah rakyat yang masih belum percaya dirinya ditipu oleh demokrasi. Rakyat yang masih mengganggap suaranya dipedulikan oleh Demokrasi.
Mereka, masih saja menjual mimpi akan ada perubahan melalui Demokrasi, baik dengan jalan Pemilu, Pilpres maupun Pilkada. Mereka, masih mengajak yang lainnya, untuk masuk jebakan demokrasi dan ditipu berulangkali.
Semestinya, Pilpres 2024 ini adalah sarana untuk talak tiga terhadap demokrasi. Sudah saatnya rakyat, terutama umat Islam, meninggalkan demokrasi.
Lihatlah NasDem dan PKB, begitu entengnya menggelar karpet merah untuk Prabowo, padahal mereka sebelumnya menyerang Prabowo. Lihatlah PKS, yang ikut latah akan menggelar karpet merah meski akhirnya urung karena Prabowo tak datang ke DPP PKS.
Parpol tidak pernah bertanya kepada relawan, pendukung dan konsituen, tentang rencana pengkhianatan mereka yang akan merapat pada kekuasan. Suara relawan, pendukung dan konsituen, hanya dimanfaatkan untuk dikonversi menjadi suara di TPS, digerakkan untuk kampanye dan perang medsos, bukan suara aspirasi yang diperhatikan oleh Parpol untuk membuat kebijakan.
Para politisi, seenaknya tersenyum dan cipika cipiki, sementara relawan, pendukung dan konsituen, geram dengan berbagai kecurangan yang ada. Sudahlah dicurangi, kini harus merasakan pedih karena dikhianati. Sampai kapan ini terjadi? Sampai umat ini meninggalkan demokrasi.
Sudah saatnya, umat kembali pada Islam dan berjuang dengan meneladani perjuangan Nabi Muhammad Saw. Sudah saatnya, umat ini percaya kepada Janji Allah SWT dan kabar gembira dari Rasulullah Saw, akan kembalinya Khilafah dan berjuang hanya untuk Khilafah. Sudah saatnya, umat ini menjauh dari tipu tipu janji Pemilu, Pilpres maupun Pilkada, yang sudah terbukti berulangkali tidak pernah amanah terhadap suara umat.
Energi dukung mendukung dalam demokrasi, lebih baik dialihkan untuk mendukung Islam. Energi yang ditipu oleh parpol, lebih baik dialihkan untuk memperjuangkan Islam. [].