Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Prabowo tidak pernah menang Pilpres. Yang menang Pilpres 3 kali adalah Jokowi. Ini realitas yang sulit untuk diingkari.
Pada tahun 2014, Prabowo ikut Pilpres melawan Jokowi. Hasilnya, Prabowo kalah.
Tahun 2019, Prabowo kembali mengulangi peruntungan. Maju Pilpres dan kembali melawan Jokowi. Hasilnya, Prabowo kembali kalah oleh Jokowi.
Tahun 2024 Prabowo ikut Pilpres, didampingi anak Jokowi. Barulah Prabowo menang, dan kemenangan itu jelas karena faktor Jokowi.
Kalau Prabowo tidak mengambil Cawapres Gibran dan didukung sumber daya kekuasaan Jokowi, pastilah Prabowo kalah. Jadi, Pilpres 2024 itu adalah kemenangan Jokowi, bukan Prabowo.
Secara formal, Prabowo memang menang. Tapi secara substansial, Pilpres 2024 adalah Kemenangan Jokowi.
Karena itu, Prabowo tidak akan pernah bisa lepas dari belenggu Jokowi. Karena kemenangan Prabowo, didapat melalui dukungan kekuasaan Jokowi.
Wajar saja, Prabowo tak nampak happy, meski sudah menang Pilpres. Selain karena faktor Jokowi, kemenangan Prabowo juga dibangun diatas kecurangan Pilpres yang dilegalisasi oleh kekuasaan.
Wajar saja, Luhut Panjaitan berani ‘ultimatum’ Prabowo agar tak menempatkan orang toxic di kabinet. Luhut berani, karena memang Pilpres ini adalah kemenangan Jokowi yang Luhut ada di belakangnya. Bukan kemenangan Prabowo.
Prabowo tak akan pernah menjadi macan. Dia selamanya hanya akan menjadi kucing, dibawah kendali Jokowi dan Luhut. Prabowo hanya berorientasi pada legacy, menjadi Presiden Republik Indonesia.
Itulah demokrasi. Semua hanya tipu tipu, dan yang ditipu bukan hanya politisi. Rakyat akhirnya menjadi korban penipuan sejati, yang akan menanggung semua biaya petualangan politik culas dan pertarungan para Oligarki. [].