Gibran tidak Kuat sebagai Tumbal Kekuasaan

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Dunia  mistik, adalah hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia pada umumnya. Tetapi bagi manusia tertentu tetap bisa dilacak rekam jejaknya.

Mistik sendiri  telah mengakar di Indonesia khususnya di pulau Jawa, bahkan dalam perjalanannya, juga menjadi tradisi. Di setiap daerah di Indonesia memiliki hak mistik yang berbeda-beda  hanya berbeda istilah atau sebutan.

Sangat dekat dengan alam mistik, persyaratan tumbal yaitu benda atau mahluk hidup yang diserahkan sebagai korban atau persembahan untuk suatu keinginan untuk menjaga atau mempertahankan kekuasaan.

Sangat sulit dibuktikannya taruhannya harus kerjasama dengan iblis melalui perantara ahli spiritual out putnya pasti keburukan dan kecelakaan.

“Indikasi kuat Gibran terperangkap sebagai tumbal ambisius kekuasaan, baik secara politis maupun mistik.”

Dari parameter, standar, ukuran, patokan normal di permak atau dipoles kaya apapun sangat tidak layak sebagai cawapres tetap dipaksakan, sangat mungkin back up dari kerja kekuatan mistis.

Polesannya yang munculkan adalah bahasa politik verbal, anak ajaib bahkan bisa direkayasa sebagai ratu adil pembawa keselamatan untuk menutupi  kebodohan dan keterbatasan dan ketololannya.

Masyarakat di bawa ke alam mabuk keajaiban, khususnya masyarakat selatan Jawa yang masih  pekat dengan orang-orang yang menyukai keajaiban mistis secara berlebihan.

Rekaya alasan lain pun di munculkan dengan frasa “wong pinter ora mesti bener, wong bener ora mesti pinter”. Gibran di posisikan dan ditempatkan pada posisi sebagai benar.

Padahal maknanya adalah : “wong (sing ketok) pinter ora mesthi bener, wong sing bener (ora kudu ketok) pinter”, karena tidak mungkin orang dapat mencapai kebenaran tanpa ilmu, dan orang yang pintar adalah orang yang berilmu”

Hiruk pikuk pendukung Gibran makin khusyu membela,  mempertahankan dan menumpahkan puja puji sebagai makhluk ajaib tanpa cela di alam mistiknya. Tanda tanda ini sudah muncul di berbagai media sosial dengan macam bentuk narasinya.

Memang tidak logis dan tabrakan dengan akal sehat, mereka tetap nekad masuk di alam kegelapan. Hanya ingin memenangkan Gibran dalam Pilpres 2024 sebagai wakil presiden dengan segala resikonya yang sangat berbahaya.

Negara dipertaruhkan untuk mainan Jokowi yang sesungguhnya dalam ketakutan acut dari resiko politiknya setelah lengser dari kekuasaannya.

Gibran secara intelektual sangat lemah, literasi otaknya sangat minim,  gagap dan gugup jika tampil dimuka umum, tanpa aura wibawa, apalagi untuk jabatan seorang Wakil Presiden.

Tersisa  pertahanannya hanya pada politik dungu, bagaimana memframing keajaiban Gibran sebagai anak ajaib, mencoba membolak-balik jualan narasi  konyol, dagelan politik belaka .

Jokowi  terlihat ada gangguan psikologis, tega menjadi Gibran anaknya sebagai tumbal ambisi kekuasaannya. Sangat mungkin Jokowi juga ke serang Endorsemen power yang sudah melemah bahkan menghilang masih mimpi ingin mengatur dan berkuasa.

Gibran tidak akan kuat menjadi tumbal delusi Jokowi yang sedang kehilangan legitimasi , pembusukan dan macam macam ancaman politik yang pasti akan menimpanya. Wallahu’alam. ***

Simak berita dan artikel lainnya di Google News