Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial
Bagi pecandu sepak bola dunia mungkin masih ingat atau membaca berita soal nasib wasit yang *culas* sebagaimana dilansir sepakbola.com (21/3/2017), gegara sebuah momen penalti pada saat pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2018, FIFA memberi *sanksi seumur hidup untuk wasit*. Tentu saja bukan penalti biasa karena dari investigasi pada momen penalti tersebut, FIFA akhirnya menyatakan wasit asal Ghana, Joseph Odartei Lamptey, bersalah karena terlibat dalam pengaturan skor.
Lamptey memberikan hadiah penalti yang seharusnya tidak ia berikan pada pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2018 antara Afrika Selatan melawan Senegal. Afrika Selatan menang dengan skor 2-1 pada pertandingan itu, dan gol pertama mereka tercipta berkat hadiah penalti yang diberikan oleh Lamptey karena handball yang tidak pernah terjadi.
Kejadiannya, kala itu bola membentur bek Senegal Kalidou Koulibaly di bagian kakinya, namun meskipun tidak ada pemain yang menginginkan penalti, Lamptey menunjuk titik putih, tim Senegal pun tak percaya dengan keputusan tersebut.
FIFA mengatakan dalam sebuah pernyataan: *“Komite disiplin FIFA telah memutuskan untuk memberi sanksi kepada wasit asal Ghana Joseph Odartei Lamptey dengan melarangnya untuk ambil bagian dalam setiap jenis kegiatan yang berhubungan dengan sepak bola (administrasi, olahraga atau lainnya) di tingkat nasional dan internasional selama seumur hidup”*
Terkait soal wasit baik di lapangan hijau maupun wasit atau hakim di meja hijau Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memutuskan perkara pengaduan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), adakah sanksi hukumnya bagi para hakim yang patut diduga merekayasa amar keputusan seperti halnya wasit tersebut di atas? Atau tidak berani memutuskan yang benar karena diduga dirinya terbelenggu kasus?
Terlepas jawabannya ditemukan atau tidak dalam hukum positif sanksi bagi para hakim yang salah dalam mengambil keputusan, sebenarnya ada sanksi yang lebih berat lagi adalah sanksi sosial, etika dan moral. Sanksi ini bukan berdampak hanya kepada diri hakim yang bersangkutan saja tapi juga akan berdampak pada lembaga dan keluarganya pula. Siapkah wahai para hakim untuk menerima sanksi sosial dan moral yang dirasakan cukup berat bagi seorang yang beretika dan bermoral?
Selain sanksi sosial dan moral yang siap dirasakannya, *siapkah wahai para hakim yang culas masuk golongan dua hakim yang bakal jadi penghuni neraka? Sebagaimana peringatan Rasulullah SAW lewat sabdanya; “Ada tiga golongan hakim dua daripadanya akan masuk neraka dan yang satu masuk surga, ialah hakim yang mengetahui mana yang benar dan lalu ia memutuskan hukuman dengannya, maka ia akan masuk surga, hakim yang mengetahui mana yang benar, tetapi ia tidak menjatuhkan hukuman itu atas dasar kebenaran itu, maka ia akan masuk neraka, dan hakim yang tidak mengetahui mana yang benar, lalu ia menjatuhkan hukuman atas dasar tidak tahunya itu, maka ia akan masuk neraka pula”(HR.Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)*