Oleh: Denny Indrayana
Hari ini, Minggu 21 April, adalah hari terakhir Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi untuk memfinalkan putusan Pilpres 2024. Besok Senin putusan tinggal dibacakan, dan sejarah akan mencatat dengan tinta emas keadilan, atau sebaliknya, dengan tinta hitam kedzaliman.
Delapan Hakim Konstitusi akan menentukan, apakah mereka akan menjadi negarawan pemenang, atau pecundang dalam perang abadi melawan godaan dan serangan tanpa henti: Kekuasaan.
Keadilan Pilpres 2024 hanya akan lahir dari rahim Mahkamah Konstitusi yang merdeka, independen dari intervensi akal bulus dan akal fulus, utamanya dari kroni dan oligarki “Istana”.
Tragedi dan Mega Skandal Mahkamah Keluarga, melalui Putusan 90 Paman Usman untuk Gibran, adalah proklamasi terbuka aksi Korupsi-Kolusi-Nepotisme, sekaligus bom dan gol bunuh diri yang meledak, menghancurkan pondasi Mahkamah Konstitusi, dilakukan langsung oleh Ketua Anwar Usman, tanpa ragu-ragu, tanpa malu-malu.
Maka, syarat utama bagi Mahkamah Konstitusi melahirkan putusan yang berkeadilan dalam Pilpres 2024 adalah, membangun kembali pondasi dan pilar-pilar keadilan, melalui introspeksi institusional Mahkamah atas Putusan 90.
Tidak akan mungkin ada bangunan tegak keadilan Pilpres 2024, yang berdiri di atas pondasi putusan Paman Usman untuk Gibran bin Jokowi.
Blunder Putusan 90 sebagai hasil perzinahan haram konstitusi, hanya dapat dihalalkan melalui pertobatan nasuha para Hakim Konstitusi. Itu artinya Putusan 90 harus dikoreksi, demi alasan menyelamatkan Pilpres 2024, minimal dengan membatalkan kemenangan curang cawapres Gibran Rakabuming Raka, anak kandung cawe-cawe inkonstitusional Presiden Jokowi.
Melbourne, 21 April 2024