MK sebuah Harapan Terhadap Keadilan Demokrasi

Oleh: Sudrajat Maslahat (Ketua Dewan Penasehat APIB Banten, Aktivis Pemerhati Kebijakan Publik)
Dalam penanganan sengketa Pilpres PHPU yang bergilir di MK saat ini, maka para hakim  MK menjadi  sebuah harapan  terakhir untuk memutus perkara secara adil. Hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi. Mengutip QS. An-Nissa : 135 Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu.
Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.
Itulah mengapa para Hakim MK harus memutus secara adil semata-mata  untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan demokrasi, berbangsa dan bernegara. Jadi sejatinya MK harus mampu menyerap suasana kebatinan pilpres yang dirasakan mayoritas rakyat Indonesia bahwa ada kejahatan demokrasi dan kecurangan yang cukup brutal dalam pemilu kali ini dengan kucuran bansos disertai pengerahan aparat serta intimidasi kepada rakyat.
Kecurangan dimaksud berjalan baik secara halus maupun secara terang-terangan,  dimana KPU, Bawaslu hingga DKPP menjadi bagian dari mata rantai yang tidak terpisahkan yang merupakan kaki tangan rezim untuk berbuat curang secara berjamaah.
Rakyat berharap MK tidak menjadi bagian penindasan atas matinya hukum dan demokrasi di indonesia, justru sebaliknya harus mampu memutus perkara secara adil dengan menetapkan pilpres ulang  tanpa mengikut sertakan Gibran RR sebagai biang kerok terjadinya masalah pemilu curang secara TSM.
MK jangan jangan hanya sekedar menjadi Mahkamah Kalkulator bahkan menjadi Mahkamah Kongkalingkong. Perkara bola panas ini memang sedang berada di tangan para hakim MK.  Namun rakyat berharap MK tidak sekedar melihat kalkulasi angka perolehan pilpres.
 Namun seharusnya  justru  menitikberatkan pada proses dan kualitas pemilu itu sendiri. Jangan sampai kedepan  pemilu hanya sebatas seremonial demokrasi panggung penguasa untuk menghalalkan segala cara.
Mestinya kita malu sebagai bangsa besar dengan 270 juta warga hidup dalam aib  kedustaan dan kehinaan dimana para elit politiknya bersama-sama membunuh kebenaran.
Banten, 17 April 2022

Simak berita dan artikel lainnya di Google News