Iran yang tidak melanjutkan serangan ke Israel menunjukkan negeri para Mullah sangat jauh dari narasi yang selama ini digaungkan ingin melenyapkan negara Zionis.
“Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Baqeri, mengatakan Teheran telah menyelesaikan serangan balasannya terhadap Israel. Ini jauh dari ekspektasi narasi Iran selama ini yang ingin melenyapkan Israel,” kata Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute Pizaro Gozali Idrus dalam artikel berjudul “Apa Arti Serangan Kilat Iran ke Israel?”
Pizaro mengungkapkan serangan kilat Iran itu tidak ada ekskalasi yang besar atau korban di pihak militer penjajah Israel yang signifikan sebagaimana serangan Hamas dan perlawanan bersenjata dari jalur Gaza.
Beberapa hari sebelum serangan terjadi, Iran sudah membuka komunikasi kepada Inggris, Australia, dan Jerman. Informasi ini diketahui oleh Washington. Bahwa Iran hanya akan merespons tindakan Israel secara terbatas atas dan tidak akan mengarah pada eskalasi di kawasan.
“Bahkan pejabat AS lainnya mengatakan Washington berkomunikasi langsung dengan Iran melalui perantara Swiss dan Iran tidak menyampaikan ancaman melalui saluran ini,” jelasnya.
Komunikasi Iran dengan AS menyebabkan serangan dari negeri Persia ini relatif sudah diketahui sejak awal. Tel Aviv mengatakan pada Sabtu serangan akan berlangsung dalam 48 jam ke depan. Waktu yang sangat cukup bagi Tel Aviv dan Washington untuk mengantisipasinya.
Tidak mengherankan, pasukan AS mencegat lebih dari 70 drone serang satu arah dan setidaknya tiga rudal balistik selama serangan Iran terhadap Israel. Rudal balistik tersebut dicegat oleh kapal perang di Laut Mediterania bagian timur menurut sumber pejabat AS yang dilansir CNN.
Rudal balistik tersebut dicegat oleh kapal perang di Laut Mediterania bagian timur.
Dalam membaca politik luar negeri Iran, kata Pizaro ada satu prinsip yang dipegang: bahwa mereka akan lebih memprioritaskan prinsip memperluas pengaruh ideologinya (Syiah) ketimbang harus berbenturan dengan Israel secara terbuka. Jikapun, Iran mau menyerang lebih kepada serangan terbatas.
Trita Parsi dalam disertasinya The Treacherous Alliance: The Secret Dealings of Israel, Iran, and The US mengatakan Iran memiliki dua kebijakan luar negeri dalam Palestina. Pertama kebijakan retorika. Di mana Iran akan terus mengecam sekeras mungkin setiap tindakan Israel. Tetapi dalam kebijakan operasional, Iran akan tetap menjaga hubungan pragmatismenya dengan Israel.
Iran, kata Parsi, juga lebih mempertimbangkan faktor strategis daripada ideologis. Untuk hal itu, Teheran akan sangat hati-hati untuk merealisasikan perlawanan kepada Tel Aviv. Serangan terbatas mungkin jalan tengah yang diambil Teheran.
“Kedua, Iran bukanlah negara yang stabil secara ekonomi. Inflasi masih tinggi di Iran sekitar 35%. Mereka pasti akan mempertimbangkan faktor domestik dalam konteks perang melawan Israel. Aplagi Iran sudah diingatkan akan adanya dampak serangan balik yang sangat besar terhadap Teheran. Narasi-narasi perlawanan Iran terhadap Israel juga kerap dimanfaatkan Teheran untuk meredam desakan domestik,” paparnya.
Ketiga, Iran akan lebih banyak mengandalkan serangan dengan menggunakan proksinya di Timur Tengah seperti Hezbollah, Houthi dan lainnya. Serangan melalui jalur proksi akan lebih irit dana dan menghindari resiko dari revenge yang dilalukan Tel Aviv.
Keempat, Iran jg belom bisa memastikan siapakah sekutunya yang siap membackupnya jika memang mendelarasikan perang terhadap Israel. China saat ini masih fokus pada isu ekonomi dan keteganan terhadap Taiwan dan Laut China Selatan. Rusia masih berperang dengan Ukraine. Sedangkan Korea Utara masih memiliki konflik dengan Israel.
Terlepas dari kondisi-kondisi itu, walaupun Beijing dan Moskow memainkan narasi dukungan terhadap kemerdekaan Palestina, kata Pizaro, kedua negara ini tidak memiliki riwayat permusuhan kepada Israel. Hubungan ekonomi dan pertahanan di antara mereka masih tetap terjaga.
Dalam pernyataannya, Beijing hanya menyampaikan “keprihatinan yang mendalam” atas eskalasi yang terjadi saat dan meminta pihak-pihak terkait untuk bersikap tenang dan menahan diri untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
“Serangan Iran ini memang tak menampik menjadi tamparan bagi negeri-negeri Sunni yang dinilai diam terhadap kezaliman Israel, tapi menjadikan Iran pahlwan dalam serangan kilat ini juga terlalu berlebihan. Faksi Brigade Izzudin Al Qassam sudah sangat jauh meninggalkan keduanya soal arti perlawanan terhadap entitas Zionis. Belum lagi jika kita menengok pelanggaran-pelanggaran HAM Iran bersama rezim Assad terhadap warga Suriah,” pungkasnya.