Tugas Berat Pemimpin Lembaga Zakat di Era Medsos

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Di era media sosial (medsos), seorang pemimpin Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) jauh lebih berat lagi tugasnya. Sebabnya bukan karena ia diberikan beban untuk menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya tapi justru karena ia punya peluang digugat dan diprotes secara terbuka bila melakukan kesalahan. Hal yang sebaliknya, ketika melakukan banyak kebaikan dan mampu mendorong capaian-capaian yang baik, bahkan mengukir sejumlah prestasi yang membanggakan, belum tentu seorang pemimpin OPZ disorot luas sebagaimana saat publik “menguliti” kesalahannya. Keberhasilan pemimpin OPZ ini kadang diapresiasi tapi sekadarnya saja; dianggap wajar dan lumrah saja dilakukan sebagaimana tugasnya selaku pimpinan.

Pemimpin yang Pekerja Keras

Di balik beratnya amanah yang diberikan di pundak para pemimpin OPZ, anehnya, kadang masih ada orang-orang yang secara terbuka menginginkan masuk menjadi bagian inti manajemen OPZ. Sejumlah orang ini kadang kurang memahami dan mendalami esensi terdalam tugas-tugas pimpinan OPZ. Sejumlah pihak malah merasa mendapatkan keberuntungan atau prestasi ketika akhirnya dianugerahi beban kepemimpinan di lingkaran utama OPZ. Padahal, menjadi pemimpin OPZ juga harus siap bekerja lebih keras dan lebih banyak dari mereka yang dipimpin.

Mereka yang ketika memimpin OPZ menjadi teladan umumnya adalah yang mau bekerja keras dan berani mengambil risiko. Mereka bahkan bukan hanya mampu menunjukkan bisa dan bahkan terbiasa kerja keras, namun juga mampu membangun budaya kerja keras sekaligus membangun kekuatan dan kerja sama tim. Dalan posisi kepemimpinan yang ada, budaya kerja pemimpin menjadi penting adanya karena ia juga laksana virus: bisa menular dan menjadi kebiasaan di internal organisasi. Menjadi pemimpin di lingkaran utama OPZ sejatinya menjadi teladan untuk budaya kerja organisasi, Pemimpin OPZ tak memiliki ruang leluasa untuk berkeluh kesah, apalagi menunjukkan sikap malas, mau menang sendiri, dan tak berani mengambil keputusan yang berisiko. Mereka juga harus menyadari bahwa pemimpin bermakna ditakdirkan untuk bekerja lebih keras sepanjang periode mengemban amanah. Untuk itu, mereka harus siap pula untuk lebih mencurahkan perhatian dan membangun perilaku produktif; lebih berani menerobos risiko dan mampu mengatasi situasi sulit yang ditemuinya. Pemimpin OPZ harus siap menerima tekanan, dan tahan terhadap segala perubahan dan dinamika organisasi, baik di lingkungan internal maupun eksternal.

Pemimpin OPZ adalah energi. Dan pemimpin OPZ pula yang bisa membangun spirit sekaligus menginspirasi seluruh sumber daya manusia yang ada. Ketika pemimpin OPZ sangat semangat dan bekerja dengan keras, seluruh SDM akan dengan senang hati menunjukkan sikap serupa tanpa harus diawali perintah ataupun dorongan keras. Yang ada antusiasme tinggi. Sebagaimana energi, ia akan merambat melewati ruang dan waktu di sekitarnya.

Perlahan demi perlahan, pemberdayaan internal organisasi akan tercipta dan menghadirkan semangat kerja bersama-sama tanpa kenal lelah. Di kemudian hari, secara alamiah satu demi satu pemimpin baru di lingkungan OPZ tersebut akan berlahiran. Mereka akan menyerap semua energi vitamin, dan pupuk kebaikan di sekitarnya, kemudian menumbuhkan ruas-ruas baru pohon kepemimpinan berikutnya.

Pemimpin OPZ yang berenergi tak takut tersaingi oleh kader-kader baru yang ditumbuhkannya. Bahkan, sejak awal ia justru memberikan bawahnyatuk mengasah jiwa kepemimpinan setiap orang yang ada di bawahnya. Seiring waktu, pemimpin OPZ yang berenergi mungkin akan menua dan bahkan mati. Namun, semangat, dedikasi, dan spirit perjuangannya tak akan pernah bisa dikuburkan dalam gundukan tanah seberapa pun dalamnya. Energi kebaikannya kekal. Raganya boleh saja terkubur tenang di kedalaman bumi tapi semangatnya tetap menyala dalam jumlah yang mungkin malah lebih besar dan luas dari spirit awal yang pernah dibawanya semasa memimpin OPZ.

Apakah selesai tugas seorang pemimpin OPZ ketika ia bisa membangun organisasinya dengan baik? Ternyata jawabannya belum. la juga punya tanggung jawab lain yang ada di luar organisasinya. la tak cukup membantu internal organisasinya, lingkungan di luarnya juga memerlukan sentuhan untuk diperbaiki. Ibarat angsa dalam formasi terbang, seluruh bagian dari rombongan migrasi angsa punya tanggung jawab mengawal setiap kawanannya menuju tujuan akhir perjalanan. Demikian juga dengan para pimpinan OPZ, mereka juga punya kewajiban membangun iklim gerakan zakat Indonesia untuk terus tumbuh dengan baik di bawah seluruh aturan dan regulasi yang sungguh-sungguh ditaati bersama-sama. Di samping itu, diperlukan juga koordinasi dan suara bersama yang menunjukkan kehadiran, perhatian, dan juga kesadaran bersama untuk membawa gerakan zakat menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News