Sirekap Bermasalah: Salah Input hingga Desain Algoritma Curang

Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Senator Sulawesi Utara, Jafar Al Katiri, meminta KPU menghentikan Real Count yang ditabulasi dari Sirekap. Dia telah mencocokan sejumlah data pada Sistem Rekapitulasi Suara Elektronik KPU (Sirekap) dengan data faktual formulir C-1, dan hasilnya tidak cocok.

Menurutnya, sistem Sirekap sudah baik namun data input dari TPS yang bermasalah. Selanjutnya dia meminta KPU agar segera menghentikan penghitungan Real Count dari Sirekap. Karena dia khawatir, akan menimbulkan dampak sosial di masyarakat.

Sementara itu, Timnas Amin Bambang Widjojanto menduga problemnya bukan salah input data TPS oleh petugas KPU. Melainkan, Timnas Amin menduga ada desain curang dalam algoritma Sirekap yang didesain untuk memenangkan Paslon tertentu dengan kualifikasi suara signifikan satu putaran, dalam hal ini kemenangan satu putaran Paslon 02 Prabowo Gibran.

Jadi, meskipun data input diperbaiki dari sejumlah TPS, koreksi itu tidak akan mengurangi penggelembungan suara 02. Sistem Sirekap secara otomatis melalui perintah algoritma tertentu, menginput data koreksi tersebut ke TPS lainnya, sehingga hasil akhirnya tetap suara Prabowo Gibran menang secara signifikan dalam hitungan satu putaran.

Bambang telah meminta KPU dan Bawaslu untuk melakukan audit forensik terhadap sistem IT KPU. Namun, hal ini tidak direspons oleh KPU dan Bawaslu. Lalu, Bambang mengancam akan membongkar semua kecurangan itu di MK nantinya.

Hanya saja, penulis justru pesimistis kalau kecurangan itu dibawa ke MK. Membawa perkara ke MK sama saja mengubur harapan dan meneguhkan kemenangan Prabowo Gibran.

Tanpa mengurangi hormat penulis kepada Ari Yusuf Amir dan Bambang Widjotanto dari kubu 01, atau Todung Mulya Lubis di Kubu 03, bahwa upaya ke MK akan sia-sia. Penulis ingin tegaskan bahwa jika kecurangan Pemilu dibawa ke MK maka itu sama saja mengubur harapan dan melegitimasi kemenangan Prabowo Gibran.

Alasannya sebagai berikut :

Pertama, Jokowi telah mewanti-wanti kalau ada kecurangan jangan berteriak, tetapi agar dibawa ke MK. Sebuah konfirmasi, bahwa desain kecurangan itu telah dipersiapkan dan dijaga oleh MK. Sehingga, membawa perkara ke MK sebenarnya sesuatu yang dikehendaki rezim karena proses di MK lebih mudah dikendalikan oleh rezim.

Kedua, Bambang widjoyanto menduga desain curang dibuat melalui algoritma Sirekap. Sehingga, mustahil jika desain curang ini tidak disusun hingga ke MK.

Ketiga, berperkara di MK tidak mudah. Untuk membangun narasi kecurangan, mudah. Untuk membuat posita tentang kausalitas kecurangan dengan dampak perolehan suara, juda sederhana. Untuk menyusun gugatan yang mengaitkan kecurangan dengan selisih suara signifikan yang bisa membatalkan kemenangan Prabowo Gibran atau setidaknya mewajibkan Pilpres 2024 berlangsung dua putaran, juga tidak sulit.

Yang mustahil itu membuktikannya. Karena harus menghadirkan 820.000 formulir C-1 dari seluruh TPS. Harus menghadirkan saksi, jika di satu TPS minimal 2 saksi, maka dibutuhkan 1.640 saksi. Jika kecurangan itu terkait money politik, maka harus menghadirkan saksi orang yang terkena money politik yang mempengaruhi hasil suara. Dan seterusnya.

Walau ini bukan pekerjaan yang mustahil, tapi praktiknya nyaris tak mungkin dilakukan. Biasanya, persidangan akhirnya lari dari pokok materi, yakni tentang hasil suara, kecurangan dimana, hasil suara seharusnya berapa, dan berapa selisih akhir hasil suara dengan kemenangan Prabowo Gibran.

Paling-paling nantinya gugatan akan berputar putar pada narasi kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Dibumbui berbagai contoh kecurangan yang mampu direkap dan beberapa saksi dan ahli dihadirkan, tapi tak mampu memenuhi kualifikasi memenuhi unsur ‘mempengaruhi hasil akhir pemenangan’.

Keempat, belum ada preseden pilpres digugat ke MK menang. Semua gugatan ke MK berakhir tumbang.

Kelima, MK sudah cacat moral oleh putusan Paman Usman. Apa yang bisa diharapkan dari lembaga yang nir etika seperti ini? Masih mau berharap MK akan menegakkan benang basah ?

Karena itu, wahai kaum muslimin. Sejatinya, demokrasi bukan jalan Islam. Perubahan yang sejati tidak bisa ditempuh melalui Pemilu.

Demokrasi bukan hanya curang dalam Pemilu, bahkan konsep demokrasi itu sendiri curang. Kedaulatan rakyat hanyalah mitos, karena dalam demokrasi yang berdaulat adalah uang.

Dalam Pemilu, yang menang adalah uang. Dalam menyusun UU dan mengelola pemerintahan, yang menang juga uang. Bukan suara rakyat.

Segeralah bertaubat dari demokrasi. Segeralah kembali kepada Islam, mengemban dakwah Islam dan fokus memperjuangkan tegaknya syariah Islam dalam bingkai Daulah Khilafah. Allahu Akbar! [].

Simak berita dan artikel lainnya di Google News