Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Gerakan zakat tak pernah menjanjikan kemudahan apalagi kemewahan. la justru menjadi kawah candradimuka bagi mereka yang ingin menyempurnakan diri membantu sesama. la menjadi tempat orang-orang biasa yang ingin bertransformasi untuk menyempurnakan diri melayani sesama. Di tempat ini pula sejumlah keterbatasan bisa langsung terlihat nyata. Gambaran keterbatasan tadi dengan mudah dijumpai, mulai keterbatasan fasilitas, gagasan serta daya dukung lainnya. Belum lagi orang-orang yang masuk pun kadang tak sempurna sebagai sosok pilihan dalam menjawab pelbagai permasalahan.
Dari semua keterbatasan itu, apakah semua bagian gerakan zakat harus mengeluh, menyerah dan meratapi kondisi yang ada? Tentu saja tidak, tak ada gunanya merengek apalagi berputus asa. Kata Ibnu Qayyim al-Jauziyah, “Yang mengenal dirinya akan sibuk dengan memperbaiki kekurangannya; yang mengenal Rabbnya akan sibuk menundukkan hawa nafsunya.” Ya, kita semua sejatinya mempunyai kemampuan tapi kita kadang juga merasa terhambat oleh ketidakmampuan yang dimiliki.
Parahnya, kadang kita justru tergoda untuk lebih fokus pada keterbatasan yang ada, atau malah secara tak sadar menggunakan keterbatasan sebagai alasan untuk tidak melakukan apa pun. Padahal, sejumlah keterbatasan sebenarnya masih bisa berubah dan menjadi lebih baik. Apalagi ada Allah subhanahu wata’ala sebagai sandaran kehidupan yang bisa mengabulkan sejumlah ikhtiar yang kita lakukan. Bukankah Allah Maha Penolong dan amat mudah bagi-Nya bila berkehendak memampukan kita?
Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, kebangkitan dan kemajuan adalah sebuah keniscayaan yang mesti diyakini. Demikian pula yang ada di gerakan zakat, tak boleh karena adanya berbagai tekanan dan hambatan lantas menimbulkan bayang-bayang ketakutan dan ketidakyakinan. Inilah yang terus didorong di gerakan zakat. Persis sebagaimana perkataan penuh hikmah seorang ulama, “Sesungguhnya kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari.”
Untuk itu, membangun optimisme gerakan zakat haruslah menyeluruh. Tidak saja para pimpinan gerakan yang didorong untuk selalu bangkit, berorientasi kemajuan, dan tak mengenal takut atau putus asa. Semua orang di elemen gerakan harus juga mendapat stimulus yang sama agar mereka punya spirit dan daya juang serupa, yakni tak mudah menyerah apalagi takut melangkah.