Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Perjalanan politik (busuk) Jokowi bakal segera berakhir. Satu persatu pendukung (fanatiknya) menjauhinya. Perjalanannya menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesa, di mana Indonesia pernah dipimpin oleh seorang presiden kejam, otoriter dan tidak jelas rekam jejaknya yang telah mengacak-acak tatanan negara dan demokrasi.
Tanda-tanda itu makin jelas setelah acara debat capres kedua berakhir. Ternyata paslon 02 sebagai boneka Jokowi berpenampilqn buruk sehingga sangat tidak layak mereka berdua memimpin Indonesia, baik capres maupun cawapresnya.
Debat capres kedua ternyata memberikan dampak buruk yang luar biasa bagi Paslon 02, baik terhadap istana, aparat pemerintah, tim sukses 02, para pendukung 02 maupun kepada masyarakat.
Istana (Presiden) demi membela Prabowo sampai ikut-ikutan mengkritik pelaksanaan debat (gara-gara Prabowo kalah?), tapi kritikan Jokowi justru memancing reaksi rakyat karena dianggap tidak netral dan ikut intervensi urusan KPU.
Aparat pemerintah termasuk TNI-POLRI mulai mencium aroma kekalahan Paslon 02 dan dipastikan mulai “menjaga jarak” dengan Jokowi, sampai ada beberapa petinggi TNI yang mendatangi Timnas Amin untuk menyatakan dukungan terhadap slogan perubahan
Para Tim Sukses Paslon 02 dibuat gagap ketika harus menjelaskan data-data baik soal food estate, anggaran kemenhan, alutsista bekas, sampai praktek-praktek korupsi yang tidak tersentuh hukum.
Para pendukung 02 banyak yang mencabut dukungannya setelah pelaksanaan debat capres karena kecewa.
Masyarakat luas, terutama undicided voter makin mantap untuk tidak memilih paslon 02.
Hampir semua pemirsa debat punya penilaian sama kalau Prabowo bukan saja kalah dalam debat, tapi juga babak belur “dihajar” dan jadi bulan-bulanan capres 01 dan 03. Wajar jika beberapa pendukungnya meratapinya sambil menangis (atau nangisnya bukan asli tapi setingan ?).
Akibat kalah strategi dalam berdebat, justru yang muncul adalah watak asli Prabowo yang gagap, tidak menguasai bidang tugasnya, tidak transparan, berbohong (soal anggaran ?), dendam berkepanjangan kepada Anies, kasar, intimidatif dan emosional. Sifat-sifat seperti itu tentu tidak layak dimiliki oleh seorang pemimpin. Artinya, dari hasil debat capres kedua kemarin makin mengkonfirmasi siapa Prabowo sebenarnya. Prabowo bukan sekedar tidak layak jadi Presiden, tapi juga sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
Demokrasi di tangan Prabowo bakal dipasung ? Bahkan ada yang memprediksi jika Prabowo Presiden bakal menggunakan pemerintahan Junta Militer ?.
Setelah debat kemarin, banyak pihak (seperti Agum Gumelar, Wiranto, Hendropriyono) yang membongkar jejak kelam Prabowo di militer sampai akhirnya dia dipecat dari militer.
Walaupun Jokowi mencoba untuk mem- back up Prabowo dengan menutupi kelemahan Prabowo hampir dipastikan tidak bakal mampu, justru yang terjadi sekarang Jokowi malah mulai diasingkan baik oleh partainya (PDIP) , masyarakat, para pendukungnya, dan para pembantunya yang selama ini setia.
Dampak debat capres kedua kemarin menjadikan elektabilitas Prabowo turun drastis dan trend-nya terus menurun bahkan ada yang memprediksi Prabowo-Gibran bakal tereliminasi di putaran pertama. Jika ini yang terjadi kecurangan apa pun yang dilakukan Jokowi dengan menabrak hukum dan aturan perundang-undangan tidak akan bisa menyelamatkan pasangan Prabowo Gibran.
Sebagai gambaran, betapa Jokowi mulai ditinggalkan pendukungnya dengan mengamati beberapa indikator berikut :
Pertama, Jokowi sudah dicampakkan dari PDIP ?
Jokowi tidak diundang di acara HUT ke-51 PDIP. Bukan saja Jokowi yang tidak diundang, tapi juga Gibran. Kunjungan Jokowi ke beberapa negara tetangga mungkinkah hanya sebagai alibi dan menutup rasa malu ? Karena negara-negara yang dikunjunginya sebenarnya tidak punya nilai strategis bagi peningkatan hubungan kedua negara.
Kedua, Masyarakat sudah sangat muak dengan perilaku Jokowi, terutama setelah Jokowi memaksakan Gibran jadi cawapres Prabowo.
Pencawapresan Gibran tidak normal, karena dengan cara diselundupkan lewat “putusan ilegal” MK sehingga berdampak sangat buruk baik kepada Jokowi maupun pasangan Prabowo-Gibran. Gara-gara politik dinasti yang dipaksakan, hampir semua elemen masyarakat yang dulu menjadi pendukung Jokowi kini telah menjauhinya.
Ketiga, KPU sudah mulai berani menolak usulan Jokowi yang menginginkan format debat
Bisa saja itu hanya permainan KPU, tapi jika KPU tetap curang sedangkan arus bawah sudah menggebu-gebu untuk terjadinya perubahan, maka KPU bunuh diri dan rakyat tidak akan bisa dibendung.
Keempat, Dukungan kader dan pendukung partai koalisi Indonesia maju sebagian besarnya sudah mendukung Anies.
Mulai dari kader dan pendukung Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, dan PBB akar rumput telah mendukung Anies-Muhaimin.
Kelima, TNI-POLRI hampir dipastikan ingin berada di rel yang benar karena telah disumpah untuk setia kepada Pancasila dan UUD 1945 serta menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
Saat ini TNI-POLRI setia karena Jokowi sebagai panglima tertinggi. Tetapi setiap pelanggaran yang mencederai kebenaran, kejujuran dan keadilan pasti TNI-POLRI berada di garda terdepan untuk memberantasnya. Jokowi sudah terlalu banyak menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan politik dinastinya sampai menghalalkan segala cara, suatu tindakan yang sangat bertentangan dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Keenam, keberanian para menteri untuk mengkritik Prabowo yang emosional.
Menteri-menteri seperti Mahfud MD dan Sri Mulyani sudah berani terbuka mengkritik Prabowo yang notabene didukung Jokowi. Dari perwira tinggi ada Agum Gumelar, Wiranto, dan Hendropriyono.
Ketujuh, PPATK telah berani mengungkap kebocoran dana anggaran Program Strategis Nasional (PSN) sebesar 36.67 persen yang masuk ke kantong ASN dan politikus.
Dengan temuan ini, jika ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum bakal membuka tabir menguapnya uang negara yang sangat besar yang dikorupsi oleh para pejabat dari level terendah sampai level tertinggi. Keberanian PPATK ini telah mencoreng muka Jokowi.
Kedelapan, Keberanian Kadin untuk menyelenggarakan acara Desak Anies (selain dua capres lain).
Badan-badan Pemerintah atau yang bermitra dengan Pemerintah tabu untuk berdialog dengan Anies, bahkan UGM sendiri sebagai lembaga (yang seharusnya) independen pun takut mengundang Anies
Masih banyak tanda-tanda kalau Jokowi semakin hari semakin ditinggalkan pendukungnya, sampai suatu saat nanti Jokowi akan ditinggalkan sendirian untuk mempertanggung- jawabkan berbagai kejahatan dan dosa-dosa politiknya selama 10 memimpin negeri ini. Jika Anies menang (insya Allah dengan pertolongan Allah akan menang) Jokowi, keluarganya dan kroni-kroninya harus diadili dan jika terbukti bersalah harus dijebloskan ke penjara.
Dipastikan, jika Anies menang semuanya bakal meninggalkan Jokowi. Sekarang pun Jokowi sudah mulai terasing.
Bandung, 1 Rajab 1445