Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Ambisi untuk mempertahankan kekuasaan dinasti telah menjadikan Jokowi lupa daratan dan menghalalkan segala cara. Agama, hukum, dan etika tidak lagi menjadi panduan dalam bertindak. Hukum dan aturan terus diutak-atik mengikuti selera hawa nafsunya.
Jokowi sepertinya sudah mengabaikan suara rakyat. Kesempatan rakyat untuk memilih pemimpinnya, sesuai dengan amanat Undang-undang adalah melalui Pemilihan Umum (Pemilu) yang dilaksanakan 5 tahun sekali.
Pemilu sebagai sarana untuk mengembalikan kekuasaan kepada rakyat oleh Jokowi terus diacak-acak dengan melakukan berbagai manuver dan tindakan yang menyalahi keinginan rakyat, seperti :
Pertama, mengintervensi lembaga independen KPU, BAWASLU, dan MK agar melakukan berbagai kecurangan di Pilpres 2024
Kedua, Mengintervensi KPK, KEJAKSAAN, dan MA untuk memproses hukum atau menghentikan proses hukum sesuai kemauan Jokowi
Ketiga, Mengerahkan aparat untuk memobilisasi rakyat agar mendukung paslon tertentu
Keempat, Mengerahkan staf istana, menteri, kepala daerah, dan aparat desa untuk mendukung paslon tertentu
Kelima, upaya terus menerus dengan segala cara menjegal Anies Baswedan agar gagal maju nyapres
Jokowi telah merubah kedaulatan negara, di mana kedaulatan negara yang semula berada di tangan rakyat kini dirubah Jokowi menjadi berada di tangan diri dan keluarganya. Negara Indonesia yang semula sebagai negara hukum kini dirubah Jokowi menjadi negara kekuasaan.
Jokowi menjadikan dirinya penguasa mutlak. Musyawarah mufakat yang selama ini selalu dijunjung tinggi sudah tidak berarti lagi. Semua orang harus tunduk dan mengikuti kemauannya, apa pun yang dilakukan, baik benar maupun salah Jika ada menteri atau pembantunya yang tidak mengikuti kemauannya, walaupun mereka berada di rel yang benar, sudah hampir dipastikan akan diberhentikan. Pembantu-pembantu Jokowi harus mengikut kemauan dan perintahnya tanpa syarat. Hanya orang-orang “jahil” yang gila jabatan, haus kekuasaan, dan cinta dunia yang bisa bertahan.
Jokowi lebih buruk bahkan lebih jahat dari Firaun. Kejahatan Firaun ada pada diri Jokowi. Tapi kejahatan Jokowi banyak yang tidak ada pada diri Firaun, seperti : menutup pintu dialog, berkhianat untuk negara sendiri (dengan menggadaikan negara ke China), dan memenjarakan para ulama.
Keserakahan Jokowi telah menghancurkan kemajuan negara ini kedalam keterpurukan. Indonesia dengan jumlah hutang yang sangat besar (sudah mencapai 8000 triliun) diambang krisis berkepanjangan, yang jika tidak segera diatasi dengan berganti rezim maka Indonesia bisa masuk ke jurang kehancuran. Hampir semua aspek dan tatanan kehidupan bernegara telah porak poranda.
Ada beberapa indikator bagaimana Jokowi sengaja menantang rakyat dan tidak taat hukum :
Pertama, Jokowi lebih pro China daripada membela rakyat
Dari awal memerintah, Jokowi telah dikendalikan oligarki taipan dan China komunis, sementara rakyat dijadikan korban kekuasaanm. Segala pembuatan dan perubahan Undang-undang, berbagai peraturan, dan kebijakan hanya untuk kepentingan oligarki taipan dan China komunis.
Kedua, Jokowi telah merubah negara hukum menjadi negara kekuasaan
Hukum diutak-atik bahkan dirusak demi mengikuti kemauan dirinya, termasuk meloloskan Gibran jadi cawapres, mengubah Undang-undang pemilihan Gubernur DKI demi kepentingan anaknya.
Ketiga, Jokowi tidak peduli lagi aturan main, baik kaidah agama, hukum, maupun etika
Selama rezim Jokowi berkuasa agama, hukum, dan etika diinjak-injak. Kasus korupsi, money politic dan suap-menyuap telah menjadi budaya.
Keempat, Jokowi telah menghancurkan nilai-nilai persatuan, kebenaran, kejujuran, dan keadilan
Persatuan telah dihancurkan oleh perpecahan, kebenaran telah diganti dengan kebatilan, kejujuran telah dirubah dengan kebohongan dan penipuan, dan keadilan telah diganti dengan kedzaliman.
Kelima, Jokowi membangun politik dinasti dengan memaksakan keluarganya untuk berkuasa dengan cara-cara licik
Hanya di era Jokowi kelurga dipaksa untuk menjadi pejabat tanpa melalui proses yang normal, yaitu mengikuti aturan main dan proses yang normal yang telah berlaku
Keenam, Jokowi telah melumpuhkan fungsi lembaga-lembaga negara baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif
Demi memuluskan segala kebijakan dirinya, semya lembaga dilumpuhkan sehingga tidak ada lagi lemnaga yang mampu mengontrol presiden
Ketujuh, Jokowi telah melumpuhkan fungsi DPR yang seharusnya menjadi lembaga pengontrol dan pengingat pemerintah
Kedelapan, peran oposisi sengaja dibungkam.
Hampir semua partai diajak berkoalisi, sehingga fungsi oposisi yang semestinya menjadi penyeimbang pemerintah tidak ada. Pemerintah akhirnya telah berjalan sendiri tanpa kendali, Jokowi telah menjadi penguasa yang adigang-adigung-adiguna
Kesembilan, Jokowi telah membungkan para ulama yang vokal dan rakyat yang kritis.
Ulama dihalangi untuk vokal, rakyat diredam agar tidak kritis. Berbagai undang-undang dibuat, mulai dari KUHP sampai Undang-undang ITE. Tujuannya satu : membungkam rakyat kritis
Kesepuluh, Jokowi sengaja melibatkan diri dalam proses politik dengan memutuskan untuk terus ikut cawe-cawe.
Demi mempertahankan kekuasaannya, Jokowi telah ikut cawe-cawe dalam urusan urusan-urusan politik yang bukan lagi menjadi wewenangnya, karena semua itu menjadi ranah Ketum partai-partai politik, seperti soal penentuan capres-cawapres.
Sudah saatnya rakyat bangkit, sudah saatnya rakyat melawan segala kedzaliman penguasa. Jangan sampai rakyat yang berdaulat dikalahkan oleh para pengkhianat bangsa.
Bergerak untuk merdeka atau tetap diam ditindas ? Keputusan ada pada Anda
Bandung, 16 J. Akhir 1445