Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Etik itu esensi manusia beradab, tanpa etik kehidupan manusia tak ubahnya binatang. Di era Jokowi masalah akhlak, moral, etika hampir tidak dihargai sama sekali, bahkan hukum dan aturan negara juga terus dilanggar.
Prabowo dan Gibran nampaknya akan menjadi pelanjut rezim Jokowi, termasuk sikap merendahkan nilai-nilai moral, akhlak dan etika. Prabowo selalu menutup mata terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan Jokowi, dan Gibran adalah produk pelanggar etika dan moral, bahkan para ahli hukum menyebut Gibran sebagai cawapres sebagai “anak haram konstitusi”
Jika kita perhatikan Prabowo lima tahun yang lalu ketika masih jadi oposisi dengan Prabowo yang sekarang, setelah bergabung dengan rezim Jokowi, perbedaannya 180⁰. Dulu Prabowo masih menghargai hukum dan etika. Tapi sekarang antara Prabowo dan Jokowi seperti 11-12, sama-sama merendahkan moral dan etika, dan hukum hanya jadi bahan retorika dan legitimasi saja.
Ada beberapa catatan yang bisa mengungkap tentang bagaimana etika fan norma-norma hukum tidak dihargai oleh Jokowi :
Pertama, Sikap cawe-cawe Jokowi
Cawe-cawe Jokowi bukan saja melanggar moral dan etika, tapi juga konstitusi.
Kedua, Menggunakan istana untuk melakukan pertemuan yang bukan urusan negara
Sudah berulang kali Jokowi menggunakan istana yang bukan untuk kepentingan negara, baik dengan para ketum parpol, relawan, maupun tokoh-tokoh pro komunis (PKI) seperti diungkap oleh Ust. Alfian Tanjung.
Ketiga, Menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik
Selain fasilitas istana, juga kendaraan dan bantuan negara tetapi untuk kepentingan politik.
Keempat, Membagkan sembako, barang, atau kaos kepada rakyat dengan cara dilempar dari mobil, kadang mobilnya sambil berjalan
Sebuah pemandangan yang miris jika menyaksikan Jokowi membagikan barang dari dalam mobil dengan cara dilempar-lempar dari mobil, mirip perilaku penjajah Belanda kepada rakyat Indonesia.
Kelima, Mengintervensi lembaga-lembaga negara untuk mengikuti perintahnya
Mulai dari MK, KPK, KPU, Bawaslu, dll sehingga mereka tidak independen, lebih taat penguasa dan menzalimi puhak lain.
Keenam, Perlakuan Jokowi kepada ulama dan Habaib yang dinilai merendahkan martabat para ulama dan Habaib di muka Umum
Jokowi dan para pendukung fanatiknya telah melecehkan para ulama dan habaib dengan selalu menuduh mereka demgan kari stigma radikal, intoleransi dengan tuduhan politik identitas, radikal dan pendukung khilafah
Ketujuh, Melakukan money politic
Melakukan money politik dengan bagi-bagi amplop, sembako, uang, dll.
Kedelapan, Menyuap para ulama dan kyai agar mendukung paslon tertentu dan menyuruh menanggalkan paslon lain
Di satu sisi rezim Jokowi bencinya kepada Islam dan para ulama (garis lurus) begitu besar sampai terbentuk islamopobia, di sisi lain kalau menjelang Pilpres umat Islam didekati, dirayu, bahkan disuap dengan uang jumlah besar untuk mau mendukung dan memilihnya. Umat Islam harus cerdas karena cuma mau dieksploitasi suaranya saja.
Kesembilan, Jokowi tidak memuliakan para ulama dengan sewajarnya, bahkan mereka dikucilkan, dikriminalisasi, dipenjara, bahkan sampai dibunuh
Jokowi tidak punya etika bagaimana seharusnya memperlakukan ulama sebagai pewaris nabi, atau bahkan sebagiannya adalah dzuriat Nabi saw.
Kesepuluh, Mengintervensi lembaga-lembaga independen yang seharusnya bertindak adil dan jujur
Semua lembaga negara di era Jokowi dibungkam (diintervensi) sehingga mereka tidak mampu membuat keputusan secara jujur, adil, dan transparan.
Kesebelas, Membungkam para pengkritiknya, baik dari kalangan opisisi, rakyat, maupun para tokoh bangsa
Ketakutan akan terganggu kekuasaannya, Jokowi tidak segan-segan “menggebuk” para pengkritiknya, itu dilakukan jika mereka dirangkul tidak mau. Banyak tokoh vokal yang akhirnya tutup mulut karena telah masuk dalam perangkap Jokowi.
Kedua belas, Jokowi yang terbiasa berbohong dan menipu, sehingga akhlak, norma-norma, dan etika sudah tidak berguna lagi
Baik soal pendidikan, larar belakang keluarga, ijazah, sampai cara-cara mencapai tujuan dilakukan dengan cara berbohong dan menipu.
Ketiga belas, Mengintimidasi aparat di bawahnya yang tidak taat atasan walaupun yang diperintahnya bertentangan dengan hukum dan agama
Ungkapan capres 02 dengan “melecehkan” soal etik dengan penggunaan istilah ndasmu etik merupakan pencerminan dari jiwanya yang tidak menganggap penting etik. Apakah itu cuma candaan atau slip of the tangue, tampaknya bukan. Karena ucapan itu muncul sebagai reaksi sesuatu yang telah berlalu, tapi dinilainya mengganggu jiwa dan pikirannya sehingga terucaplah apa yang selama ini dipendam dalam hatinya.
Pemimpin yang mengabaikan soal etik sangat berbahaya karena berpotensi akan dengan mudahnya melanggar norma-norma hukum bahkan akan menabrak berbagai aturan hukum, seperti yang terjadi di era Jokowi.
Wallahu a’lam
Bandung, 5 J Akhir 1445