Pendayagunaan Zakat untuk Mengurangi Kemiskinan

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Lewat program-program pendayagunaan zakat, diharapkan akan muncul sejumlah aktivitas nyata untuk mengurangi kemiskinan secara signifikan. Apalagi bila gerakan zakat mampu membangun aliansi dengan masjid dan mushala. Mereka yang selama ini rajin ke masjid namun hidupnya miskin dan kurang beruntung, maka akan merasakan berkahnya gerakan zakat yang menyapa kehidupannya. Bagaimanapun juga, zakat merupakan solusi.

Zakat juga secara ideal menjadi jembatan banyaknya permasalahan keseharian orang-orang miskin di sekitar kita. Persoalan pendidikan, ekonomi, kesehatan dan kedaruratan lainnya adalah ladang amal gerakan zakat untuk membuktikan kepeduliannya pada sesama. Aktivis gerakan zakat tak butuh momentum besar untuk bergerak membantu meringankan dan memudahkan sesama insan. Jadi, tak perlu ada musibah yang harus terjadi terlebih dulu agar gerakan zakat hadir dan membantu. Toh bagi mereka yang berkategori untuk dimudahkan hidupnya telah amat benderang dengan istilah ashnaf penerima zakat. Walau terlihat kaku, sejatinya ini adalah cara Islam memastikan gerakan zakat bisa fokus menangani dan menuntaskan masalah kemiskinan yang juga menjadi pilar problem kemanusiaan di dunia.

Dengan potensi zakat yang terus meningkat setiap tahunnya, zakat sejatinya pula energi gerakan kemanusiaan. Ia bisa menjadi sumber dan tenaga bagi problematika kemanusiaan global. Sebagaimana layaknya sumber energi, ia memerlukan pengelolaan yang memadai dan penuh kehati-hatian agar efisien penggunaannya tapi memiliki dampak yang luas bagi terselesaikannya persoalan kemanusiaan. Sebagai energi kemanusiaan, zakat perlu terus didorong agar mampu lebih luas membangkitkan iklim kepedulian bagi sesama.

Energi zakat juga perlu diperlebar kolaborasinya dengan sumber pendanaan lainnya seperti infak, sedekah, wakaf dan hibah agar semakin kuat nyala apinya bagi penuntasan kemiskinan yang laten menyerang indahnya kehidupan manusia.

Kemiskinan yang ekstrem dan tidak terkendali bisa menjadi bahaya kemanusiaan pada masa mendatang la bisa merusak sendi-sendi kedamaian hidup dan ketenangan umat manusia. Kemiskinan, sekali lagi, juga bencana kemanusiaan, dan bisa berbahaya bagi penciptaan kedamaian dan tata kehidupan uma manusia.

Ketika zakat dan kekuatan dana sosial umat berhasil berkolaborasi daya dorong relawan dengan sendirinya juga meningkat. Kekuatan relawan untuk memajukan pembangunan bangsa dan umat ini tak bisa dianggap enteng. Bukan saja kemajuan ekonomi dan fisik, namun juga tak menutup kemungkinan persoalan mental dan spiritual orang-orang fakir dan miskin bisa sedikit demi sedikit terbantu penyelesaiannya.

Kita juga sadar, persoalan kemiskinan ini pada dasarnya tak lepas dari adanya mental miskin yang masih erat melekat di banyak mindset sang miskin. Menjadi miskin lalu meminta-minta seolah jamak dan tak malu dilakukan sebagian kalangan fakir dan miskin. Masalah ini juga pekerjaan lembaga-lembaga zakat, yakni membina mereka agat punya izzah dan harga diri. Miskin boleh tapi semangat kemandirian harus hidup dan menyala di benak mereka. Miskin boleh tapi motivasi ban mindset mereka adalah orang merdeka yang ingin memperbaiki kehidupannya dengan kaki dan tangan sendiri. Tugas ini bukanlah tugas mudah membangkitkan visi dan impian orang-orang miskin agar bisa bangkit dari belenggu kemiskinan dan keterbatasan hidup.

Seperti itulah gambaran tugas para relawan, baik yang ada di sektor sosial, kemanusiaan maupun gerakan zakat. Membangun kebaikan tanpa pamrih, didengar ataukah tidak oleh media serta dipuji ataukah tidak oleh manusia. Jiwa kerelawanan adalah tetesan jiwa langit, ia akan abadi dikenang zaman walau mungkin para pelakunya tak dikenal manusia. Kerelawanan adalah bekerja di kesunyian, ia mungkin tak menggema, namun sejatinya menembus jiwa yang gersang dan butuh perhatian dan ketulusan sejati. Relawan adalah makhluk bumi tapi rasa langit.

“Seonggok kemanusiaan terkapar. Siapa yang mengaku bertanggung jawab bila semua pihak menghindar, biarlah saya yang menanggungnya, semua atau sebagiannya.” Demikian kata-kata K.H. Rahmat Abdullah. Satu mutiara berharga bagi para relawan kemanusiaan; bahwa para relawan, seyogianya teruslah bekerja di mana pun berada. Semoga tetap istiqamah dan berorientasi pengabdian bagi jalan kebaikan dan jalan kemanusiaan.

 

 

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News