Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Banyak pihak yang meragukan kebenaran kisah perseteruan antara Megawati dan Jokowi. Mereka menganggap perseteruan itu hanya sandiwara yang suatu saat bisa bersatu kembali.
Ada sejumlah sikap skeptis sejumlah pihak kalau Megawati dan Jokowi benar-benar berpisah :
Pertama, Megawati dan Jokowi berada dalam satu partai selama bertahun-tahun, semudah itukah mereka berdua berpisah ?
Suatu kecurigaan yang masuk akal, mengingat keduanya sudah bersama selama dua periode, bahkan sebelum Jokowi menjadi Presiden Megawati telah “membesarkan” Jokowi, dari bukan siapa-siapa menjadi seorang Presiden. Sebegitu rapuhkah persahabatan keduanya ?
Kedua, Jokowi dan Megawati memiliki ideologi yang sama
Mereka berdua sama-sama memusuhi Islam dan sama-sama berhaluan kiri (nasionalis komunis).
Selama Jokowi berkuasa, Islam dimusuhi, umat Islam dituduh radikal-radikul, sebaliknya paham komunis disuburkan, antek-antek PKI dibangkitkan, dan TNI diturunkan derajatnya.
Ketiga, Megawati dan Jokowi sama-sama pelaku kecurangan Pilpres 2019
Keduanya saling menutupi kebusukan masing-masing, bahkan Megawati membela Jokowi mati-matian tentang keabsahan hasil pemilu 2019.
Keempat, Selama Jokowi berkuasa, Megawati dan Jokowi 11-12, sama-sama zalim, korup, dan otoriter
Sudah bukan rahasia lagi kalau PDIP menjadi sarang koruptor, tapi hampir semuanya tidak tersentuh hukum kecuali beberapa saja yang lagi “apes”. PDIP juga sangat zalim dan arogan, terutama kepada IB HRS dan para ulama garis lurus
Kelima, Baik Jokowi maupun Megawati adalah orang “anti” Anies dan anti perubahan
Upaya penjegalan Anies oleh Jokowo pasti didukung atau sepengetahuan Megawati. Bahkan PDIP juga setuju kalau capres hanya dua calon dan keduanya all Jokowi’s men
Jadi ketika Megawati disebutkan tengah berseteru dengan Jokowi, memang sangat diragukan kebenarannya.
Tapi, sebagaimana Nasdem yang kecewa berat dengan arah politik Jokowi, boleh jadi Megawati mengalami hal yang sama. Dalam politik ada pameo : kawan bisa jadi lawan dan lawan bisa jadi kawan. Ini bisa berlaku bagi Megawati dan Jokowi. Terutama setelah Jokowi memaksakan diri membangun politik dinasti dengan menyalahgunakan kekuasaan termasuk “mengintervensi” MK.
Ini beberapa indikator kalau Megawati memang sudah berseberangan jalan dengan Jokowi :
Pertama, Megawati menolak keinginan Jokowi untuk penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan
Menurut kader PDIP Adian Napitupulu, yang dibenarkan oleh Hasto Jokowi ingin Pemilu ditunda atau jabatan diperpanjang, tapi ditolak Megawati. Ini awal perselisihan mereka berdua versi PDIP.
Kedua, Penolakan PDIP (termasuk Ganjar) atas Timnas Israel berlaga di Indonesia
Ini awal mula Jokowi sakit hati terhadap Megawati versi pendukung Jokowi, karena Megawati dianggap telah mempermalukan Jokowi di dunia internasional (mungkin maksudnya pendukung Israel)
Ketiga, Jokowi dan Gibran (yang masih sebagai kader PDIP) tidak hadir di acara deklarasi Ganjar-Mahfud Capres/Cawapres PDIP
Mungkin Jokowi dan Gibran sengaja tidak diundang, atau sengaja deklarasi (Mahfud MD) ketika Jokowi sedang berkunnung ke luar negeri.
Keempat, Jokowi yang mencawapreskan Gibran jadi cawapres Prabowo diusung oleh Golkar tanpa persetujuan PDIP, sangat menyakiti Megawati
Masalahnya, baik Jokowi maupun Gibran masih jadi kader sah PDIP. Berarti mereka berdua sengaja “membangkang” terhadap Megawati.
Kelima, Jokowi malah mendukung capres Prabowo bukan Ganjar
Dukungan Jokowi kepada Prabowo (yang tadinya dianggap berdiri di dua kaki), sebenarnya Jokowi merasa sudah tidak punya tempat lagi di PDIP sehingga berani mengambil langkah konfrontatif dengan Megawati. Sampai tahap ini perpecahan Mega Jokowi sebenarnya sudah mulai parah.
Keenam, Gibran sudah diminta PDIP untuk mengembalikan KTA PDIP
Artinya Gibran sudah dipecat dari PDIP. Sampai tahap ini langkah perpisahan Megawati dengan Jokowi semakin nyata.
Ketujuh, telah beredar berita kalau Menteri-menteri PDIP akan didepak dari kabinet
Walaupun sampai tulisan ini diposting belum diumumkan, tetapi wacana mundurnya Menteri-nenteri PDIP sudah beredar luas, yang mengindikasikan makin runcingnya perseteruan Megawati dan Jokowi. Jika PDIP berani menggunakan hak DPR berupa ibterpelasi tentang cacat putusan MK yang membolehkan Gibran nyawapres, yang berujung impeachment (pemakzulan), berarti hibungan Megawati (PDIP) dengan Jokowi berakhir sudah.
Tapi akan sulit bagi PDIP untuk secara frontal melawan Jokowi, mengingat Jokowi masih punya kuasa dan kartu truff untuk menjebloskan para petinggi PDIP ke penjara.
Itulah sebabnya perlawanan PDIP kepada Jokowi terlihat loyo. PDIP tengah menghadapi buah simalakama : Melawan Jokowi para petinggi PDIP akan diproses hukum, akan rujuk lagi Jokowi sudah melanggar aturan PDIP dan menelikung dari belakang dengan mendukung Prabowo dan mencawapreskan Gibran.
Seharusnya PDIP harus totalitas menghentikan manuver ugal-ugalan Jokowi, apa pun resikonya mengingat Jokowi sudah sangat parah dalam merusak tatan bernegara dan mengamalkan konstitusi.
Namun apa pun yang mereka perbuat, sepertinya ini bagian dari skenario Allah untuk memuluskan laju Anies-Cak Imin untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI dengan menjadikan mereka berdua saling “bunuh membunuh”
Wallahu a’lam
Bandung, 14 R. Akhir 1445