Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Hawa nafsu memang selalu menutup akal sehat. Orang yang serakah ibarat minum air laut, semakin diminum semakin haus, tidak pernah puas sebelum masuk liang kubur.
Jokowi yang semula “bukan siapa-siapa” lalu diangkat derajatnya oleh Megawati (PDIP) dengan dijadikan Walikota Solo, Gubernur DKI, dan jabatan tertinggi sebagai Presiden RI. Kata Megawati: “Tanpa PDIP Jokowi bukan siapa-siapa”.
Tapi rupanya Jokowi sedang lupa akan jasa-jasa PDIP. Ibarat kacang lupa akan kulitnya.
Keputusan Jokowi mencawapreskan Gibran adalah langkah “durhaka” seorang “anak” terhadap induk semangnya.
Langkah ini kemungkinan akan memantik putusnya hubungan politik (atau bisa jadi juga hubungan pribadi, seperti halnya kasus dengan SBY) secara permanen.
Langkah Jokowi mencawapreskan Gibran adalah sebuah kesalahan fatal bagi Jokowi karena secara tidak langsung mengajak konfrontasi secara langsung dengan PDIP di Pilpres 2024. Langkah Jokowi ini jelas akan memecah suara PDIP untuk tidak mendukung Ganjar sebagai capres PDIP. Langkah Jokowi dianggap telah menelikung Megawati (PDIP) dari belakang.
Jokowi tidak sadar bahwa keputusan mencawapreskan Gibran adalah langkah bunuh diri bagi dirinya dan Gibran.
Mengapa ? Ini analisa sederhananya :
Pertama, Dampak kepercayaan terhadap hukum yang lurus menjadi ternodai
Perubahan batas usia capres/cawapres adalah kewenangan DPR. Tapi dengan bermain sandiwara : Jokowi (ayah) meminta Ketum PSI, Kaesang (Anak bungsu), mengajukan judicial review kepada Ketua MK, Anwar Usman (ipar), untuk kepentingan Gibran (Anak sulung) maka bereslah semuanya.
Sungguh ini sebuah penodaan martabat hukum dan pelanggaran etika yang luar biasa. Sebegitu serakahnya orang yang bernama Jokowi itu ?
Kedua, Dampak psikologis bagi Gibran dengan dipaksakannya sebagai cawapres sangat buruk
Pemaksaan mengemban jabatan yang sebenarnya belum maqamnya dipastikan akan membawa dampak buruk yang sangat signifikan : 1. akan stress menghadapi pekerjaan yang sangat berat; 2. akan mengabaikan tugas-tugas; 3. Hanya akan nyuruh orang lain untuk mengerjakannya, tapi tidak mungkin semuanya; 4. Akan dikelabui oleh orang terdekat yang hatinya busuk; 5. Bakal membuat keputusan salah yang merugikan rakyat.
Ketiga, Gibran akan jatuh karena harus memegang jabatan yang terlampau berat di luar kemampuannya
Saking beratnya beban tugas yang dihadapinya, akan membawa kepada ketegangan batin, bisa menyebabkan depresi, stress dan mungkin dampak yang lebih buruk lagi.
Keempat, Jokowi telah membangun permusuhan bukan saja dengan PDIP, tapi juga partai-partai di Koalisi Indonesia Maju
Musuh pertama adalah Megawati dan PDIP; musuh kedua adalah partai-partai koalisi Pemerintah yang menolak pencawapresan Gibran; musuh ketiga adalah para pendukung Anies; dan musuh keempat adalah rakyat yang selama ini terzalimi.
Capres/cawapres hasil cawe-cawe Jokowi dipastikan tidak akan didukung rakyat.
Kelima, Jokowi akan memaksakan kemenangan Prabowo, tapi apa resikonya jika gagal ?
Elektabilitas Prabowo sangat rendah. Jika Gibran jadi cawapres maka elektabilitas Prabowo tambah rontok, karena pendukung Golkar, PAN, Demokrat dan PBB akan meninggalkannya, apalagi dari PDIP. Dukungan Prabowo-Gibran mungkin datang dari pendukung setia Gerindra, PSI, dan pendukung setia Jokowi yang jumlahnya tidak signifikan.
Hanya kecuranganlah yang bisa memenangkan Prabowo-Gibran.
Tapi, ups tunggu dulu. Pilpres 2024 tidak akan mudah dilakukan kecurangan. Alasannya :
Pertama, Capres 3 calon sangat sulit dimanipulasi; Kedua, selisih suara Anies yang sangat signifikan sangat sulit dirubah dengan subsidi suara; Ketiga, pilpres 2024 pemantauan rakyat sangat ketat dan ada di semua lini; keempat, pembelaan TNI kepada Jokowi hanya sampai 2024, jika rezim curang TNI akan betgerak; kelima, banyaknya tim pemantau internasional akan menyulitkan kecurangan secara TSM.
Jika kecurangan gagal, dan Anies menang (apalagi menang satu putaran), maka habislah Jokowi, keluarganya, dan para penjilatnya.
Penjara telah menanti mereka semua.
Insya Allah
Bandung, 29 R. Awwal 1445