Politik Acak Kadut Ala Jokowi

Oleh: Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Dengan mantra Sim Salabim, maka Kaesang pun jadi Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Tidak perlu seleksi kandidat, tidak perlu verifikasi calon, apalagi harus Munas segala. Dengan tuah “sang prnguasa zalim” cukup ketok palu, jadilah Kaesang “sang pewaris dinasti Jokowi” memimpin Partai “boneka oligarki” PSI. Sebenarnya ini proses politik yang cukup aneh, norak dan sama sekali tidak mendidik rakyat.

Tindakan Jokowi yang selalu ingin mengambil jalan pintas dan main belakang, termasuk bagaimana riwayat pendidikan dia di masa lalu yang tidak jelas, cara mendapatkan ijazah juga diduga “menyabot” punya orang lain, gelar “Insinyur” dan “doktorandus” nya yang diduga palsu, serta perjalanan karier politiknya pun penuh kepalsuan.

Merasa nyaman dengan cara jalan belakang (back street) akhirnya ketika Jokowi berkuasa semua tatanan hukum dan nilai dihancurkan. Anehnya, sampai saat ini dia tanpa tersentuh hukum, bahkan hukum bisa ditundukkan di bawah kakinya. Rupanya “kebusukan” ini yang hendak diwariskan kepada keluarganya melalui Gibran dan Kaesang.

Sebelumnya, Jokowi mencoba mengatur lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) tentang persyaratan usia capres/cawapres yang semula 40 tahun, tapi Demi seorang Gibran yang baru berumur 35, maka persyaratan usia capres/cawapres pun hendak diturunkan menjadi 35 tahun. Barangkali kalau usia Gibran 25 tahun, maka persyaratan usia pun akan diturunkan jadi 25 tahun. Walaupun perubahan usia capres/cawapres diprotes PDIP, tapi sepertinya Jokowi jalan terus karena (saat ini) Jokowi lebih berkuasa daripada Megawati.

Kebiasaan “main belakang” dan segala sesuatu harus dipermudah dengan jalan pintas, tapi hanya demi kepentingan diri dan keluarga, telah merusak tatanan hukum, sosial, keteraturan, harmonisasi, keseimbangan dan kedamaian hidup. Demi diri dan keluarga, hukum dipermainkan, aturan dilanggar, moral dan etika diinjak-injak.

Selama Jokowi berkuasa, Indonesia seolah menjadi negeri barbar, matinya demokrasi, hilangnya keadilan dan kesetaraan, nilai-nilai (agama dan kemanusiaan) sudah tidak lagi berharga, akhlak terpuji lenyap, apalagi yang bernama moral dan etika sudah tidak ada harganya lagi.

Itulah akibat dipilihnya presiden pendusta, penipu, khianat, bodoh, dan cacat moral. Imbasnya kepada seluruh rakyat Indonesia. Semua pejabat di rezim ini telah menjadi pengkhianat rakyat, bahkan TNI yang selama ini selalu bersama dan menjadi pembela rakyat, sudah mulai disimpangkan oleh oknum-oknum yang berjiwa PKI. TNI dan rakyat yang semula ibarat ikan dan air, mulai dibelokkan oleh mereka yang telah hilang jiwa korsanya dan lupa akan sumpah prajurit dan sapta marga.

Kebiadaban Jokowi harus dihentikan. Jika dibiarkan atau diberi ruang, Indonesia yang sudah collaps ini akan makin hancur. Semoga para tokoh bangsa yang masih punya hati nurani bisa menghentikan langkah destruktif Jokowi ini.

Tahun 2024 adalah kesempatan terakhir bagi bangsa ini untuk kembali ke jalur yang benar, oleh karena itu Pilpres kali ini adalah momen yang amat krusial untuk merubah bangsa ini yang telah salah arah untuk bisa diluruskan kembali. Dan satu-satunya peluang untuk bisa meluruskan arah bangsa ini adalah jika Anies Baswedan terpilih menjadi Presiden RI Ke-8. Banyak tokoh bangsa yang hebat dan kompeten, tapi hanya Anieslah yang secara politik punya peluang untuk memimpin negeri ini menuju jalur yang benar.

Semoga dengan pertolongan Allah dan dukungan rakyat Indonesia, Anies terpilih menjadi Presiden RI Ke-8. Aamiin

Bandung,11 R. Awwal 1445

 

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News