Pimpinan lembaga zakat harus mempunyai komitmen terhadap kesejahteraan amil agar bisa bekerja secara maksimal dalam membantu fakir dan lembaga.
“Dalam konteks kesejahteraan amil harus dicarikan komitmen dari pimpinan lembaga zakat. Amil itu membantu orang tapi harus sejahtera dulu,” kata Wakil Ketua Umum FOZ Rini Suprihartanti di Expert Talk Series bertemakan “Bagaimana LAZ Menjawab Kesejahteraan Amil yang diselenggarakan Akademizi beberapa waktu lalu.
Amil, kata Rini tidak boleh dianggap sebagai pekerjaan yang hanya sambilan dan tak boleh menuntut untuk sejahtera.
“Amil jangan dianggap kesukarelawanan. Menganggap orang yang bekerja di lembaga sudah selesai sendirinya maka tidak akan muncul adanya UU zakat dan seakan-akan tidak boleh sejahtera. Kalau amil punya kerja sambilan ya selesai lembaga zakatnya,” jelasnya.
Rini mengatakan, lembaga zakat juga harus membuat amil nyaman dalam bekerja termasuk dikasih fasilitas untuk olahraga. “Kita punya anggaran olahraga, misal olah raga tenis, lembaga sediakan raket dan pelatih,” ungkap Rini.
Direktur Akademizi, Nana Sudiana mengatakan, kesejahteraan merupakan impian dan harapan bagi setiap manusia yang hidup di muka bumi termasuk amil. Apalagi amil bekerja di lembaga zakat yang besar seperti Baznas, IZI maupun lainnya. “Faktanya tidak seindah itu. Ada kode etik, kepatuhan syariah yang harus dipenuhi.
Nana mengatakan, lembaga zakat harus membangun nilai terlebih dulu sebelum memberikan kesejahteraan bagi amil. “Kalau ada Allah yang mengawasi, aman dilepas di manapun,” ungkapnya.
Terkait kesejahteraan, Nana mengungkapkan kisah Sufi Ibrahim bin Adham dan Syaqiq Al-Balkhi tentang burung jatuh dan sayapnya patah.
Al-Balkhi melihat burung jatuh dan sayapnya patah. Sesaat kemudian, tiba-tiba datang seekor burung lain sambil membawa makanan berupa belalang di paruhnya. Ia pun berfikir burung yang jatuh ada yang membantu. Akhirnya ia akan fokus beribadah.
Ibrahim bin Adham justru meminta Al-Balkhi memilih menjadi burung yang normal dan sehat yang telah memberi makan burung yang sakit itu.
Dari kisah dua orang sufi ini ada pelajaran bahwa rezeki termasuk kesejahteraan itu didapatkan dengan usaha. Allah juga telah menentukan rezeki kepada makhluknya.