Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
KPK tiba-tiba mau mengusut lagi kasus Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atas kasus korupsi “kardus durian” setelah kurang lebih 8 tahun kasusnya dihentikan.
Kardus durian merupakan kasus suap pengucuran dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tahun 2011 silam.
Sayangnya, KPK yang dipimpin Firli Bahuri sudah menjadi lembaga yang sangat bobrok dan hanya menjadi lembaga politik berwajah hukum kepanjangan tangan Jokowi saja. Firli sendiri terlibat banyak kasus, baik korupsi, gratifikasi, maupun kasus etika. Ibarat air pembersih, Firli dan KPK sudah jadi air comberan yang kotor dan berbau busuk. Mana mungkin bisa menangani kasus-kasus korupsi dengan benar.
Selama KPK dipimpin Firli tidak pernah bisa menangkap koruptor besar apalagi yang berhubungan dengan kekuasaan. Setiap koruptor jika sudah di-back up oleh penguasa, pasti jadi aman. Padahal sudah sangat banyak kasus korupsi yang dilaporkan ke KPK tapi tidak pernah ditangani serius. Di lingkar Jokowi ada kasus Gibran dan Kaesang; di lingkar kementerian ada Luhut, Sri Mulyani, Eric Tohir, Bahlil, dan beberapa Menteri lain; di lingkar Megawati ada kasus “madam Bansos”, Harun Masiku, Happy Hapsoro, dan Ganjar Pranowo; di kisaran Parpol ada Airlangga, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, dan Prabowo; di lingkar Anggota Dewan hampir semuanya koruptor; di tingkat Kepala daerah juga banyak sekali yang korupsi. Belum lagi di lingkungan pejabat eselon di bawahnya, seperti Rafael Ulun, Angin Prayitno, dan masih banyak yang lainnya. Belum lagi kasus BTS yang banyak melibatkan banyak petinggi partai, anggota dewan dan pejabat di lingkar istana. Tapi yang ditahan cuma Jhonny G. Plate, karena menterinya Nasdem ?
Kapan KPK bisa menangkap Firli Bahuri dan mereka-mereka yang disebut di atas. Jangan cuma ngincar orang-orang yang tidak pro Jokowi saja. Banyak yang usul agar KPK dibubarkan saja karena sudah jadi tong sampah.
Ada beberapa alasan KPK dibubarkan :
Pertama, KPK sudah melenceng dari filosofi dan cita-cita awal, yaitu untuk menangani kasus-kasus kejahatan extra ordinary berupa korupsi-korupsi besar tanpa pandang bulu.
Semenjak UU KPK direvisi, kewenangan KPK diperlemah sehingga tidak bisa lebih leluasa dalam menangani kasus korupsi
Kedua, KPK bukan lagi sebagai lembaga hukum yang netral, tapi telah dijadikan alat penguasa (Jokowi)
Jokowi telah memperalat KPK. KPK hanya menyasar lawan-lawan politik Jokowi, tapi mendiamkan kasus korupsi para pendukung dan penjilat Jokowi.
Ketiga, KPK telah diisi oleh orang-orang yang bejat moralnya, seperti Firli Bahuri yang tidak punya integritas dan terlibat banyak kasus
Orang-orang yang berintegritas yang berjumlah 57 orang yang dinilai tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan dengan pertanyaan-pertanyaan bodoh seperti Novel Baswedan malah dipecat. Demikian juga dengan Irjen Karyoto dan Brigjen Endar gara-gara tidak mau mentersangkakan Anies juga dipecat (dikembalikan ke kesatuannya di Polri).
Keempat, KPK hanya menghambur-hamburkan dana tanpa hasil yang memadai
Buktinya indeks persepsi korupsi di Indonesia semenjak dipimpin Firli bertambah buruk. Berdasarkan data Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) untuk tahun 2022, Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara. Skor tersebut turun 4 poin dari tahun sebelumnya dan merupakan skor terendah Indonesia sejak tahun 2015.
Kelima, KPK selalu tebang pilih dalam menangani dan menangkap para koruptor
Yang ditangani dan ditangkan kebanyakan koruptor kelas teri dan yang bukan pendukung Jokowi. Sedangkan para koruptor kelas kakap yang dekat dengan penguasa, apalagi yang dilakukan oleh keluarganya tidak pernah tersentuh. Kasus korupsi Gibran dan Kaesang yang telah dilaporkan Ubaidillah Badrun tidak tersentuh hukum sama sekali. Demikian juga korupsi para anggota dewan, pejabat pemerintah, dan ketum parpol pendukung Jokowi. Muhaimin Iskandar selama 8 tahun kasusnya diendapkan oleh KPK, tapi begitu ada berita Muhaimin mau dukung Anies KPK buru-buru mau mengusut Muhaimin.
Waraskah KPK ?
Dari kelima alasan di atas, apa gunanya ada KPK ? Oleh karena itu manuver KPK untuk mentersangkakan Anies di gelaran Formula E dan kasus “kardus durian” yang tiba-tiba mau diusut lagi setelah mengendap 8 tahun hanya politis saja sebagai permainan Jokowi.
Harus ada gerakan melawan KPK dan bubarkan KPK.
Bandung, 18 Shafar 1445