Khitam terhadap perempuan harus dihentikan karena sangat berbahaya secara medis dan merupakan tindakan ilegal.
“Apabila praktik ini tidak dihentikan, kekhawatiran saya adalah terjadinya praktik-praktik ilegal dalam perbuatan itu. Sehingga, korban akan bertambah banyak tanpa ada yang bertanggung jawab,” kata Ketua Puan Amal Hayati (PAH) Sinta Nuriyah, Selasa (23/8/2023).
KH Husein Muhammad menguraikan dua hadits Nabi yang menunjukkan transformasi budaya dalam praktik khitan perempuan. Ia juga mengutip fatwa yang melarang praktik tersebut berdasarkan pertimbangan medis.
Penulis buku Fikih Aborsi, Maria Ulfah Anshor, mengungkap bahwa praktik khitan perempuan ini sering didorong oleh anjuran tokoh agama.
Sedangkan Dosen Pascasarjana PTIQ Nur Rofiah menekankan pentingnya menyadari perbedaan sunat perempuan dan laki-laki, termasuk dalam strategi menghentikan praktik ini.
Ustaz Ibnu Kharish mengutip kaidah yang menyatakan jika ada pendapat fikih bertentangan dengan pendapat medis, maka yang didahulukan adalah pendapat ahli medis. Sementara itu, Menteri Agama periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin, membeberkan Fatwa MUI yang mendukung praktik P2GP dan menekankan perlu kontekstualisasi dalam melihat perbedaan pendapat terkait praktik ini.
Atashendartini Habsjah dari Yayasan Kesehatan Perempuan juga berbagi kisah di lapangan, di mana bidan sering mendapat pengusiran oleh warga ketika menolak untuk melakukan tindakan P2GP. “Yang di atas, para elit bilang melarang. Tapi apa yang terjadi di bawah? Bidan diusir dari desa kalau tidak menyunatkan,” kisahnya.
Diskusi ini menandai langkah signifikan dalam upaya penghentian praktik P2GP, melalui dialog antara para tokoh agama, peneliti, dan praktisi medis. Kesadaran kolektif ini diharapkan dapat menghasilkan langkah konkrit dalam memahami, mencegah, dan menghentikan praktik yang mengancam kesehatan dan hak-hak perempuan ini.