Diskriminasi Usia Capres dan Cawapres, PIJAR Indonesia: Kejahatan Terhadap Cita Kemerdekaan

Undang-Undang yang mensyaratkan usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) minimal berusia 40 tahun merupakan kejahatan terhadap cita kemerdekaan. Undang-undang tidak memahami sejarah pendirian negara secara utuh.

“Undang-Undang Nomer 7 tahun 2017 tentang Pemilu memuat pasal yang sangat diskriminatif. Dalam pasal 169 tentang persyaratan calon presiden dan wakil presiden di poin huruf q membatasi usia pendaftar calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun. Aturan tak berdasar ini terlihat aneh, dan membuktikan kualitas para wakil rakyat penyusunnya tidak memahami filosofi pembentukan aturan hukum dan tidak memahami sejarah pendirian negara ini secara utuh,” kata Ketua Umum PIJAR Indonesia Sulaiman Haikal dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Sabtu (19/8/2023).

Seharusnya aturan itu tidak bertabrakan dengan konstitusi khususnya pasal 27 UUD 1945 mengenai persamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan. Lalu pasal 28 D ayat 3 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama di dalam pemerintahan.

“Sudah seharusnya pula, bersamaan dengan didapatnya hak warga negara untuk memilih dan dipilih pada usia 17 tahun, maka pada saat itu pula berlaku hak warga negara untuk bisa mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden,” ungkapnya.

Haikal mengatakan, aturan minimal 40 tahun untuk capres dan cawapres memasung kesempatan kaum muda potensial untuk memberikan kiprah dan terobosan yang sangat diperlukan bagi bangsa untuk memperoleh kemajuan.

Dalam sejarahnya, bangsa kita pernah sangat progresif sehingga berhasil mendobrak status quo dan menghadirkan revolusi kemerdekaan Indonesia. Kita pernah punya pemimpin seperti Sutan Sjahrir yang menjadi Perdana Menteri Indonesia di usia 36 tahun. Sudirman menjadi Panglima TKR (kini TNI) di usia 31 tahun.

Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia di usia 25 tahun dan Hatta di usia 24. Soedjatmoko menjadi delegasi Indonesia di PBB pada usia 25 tahun, dan Supriyadi menjadi Menteri Keamanan Rakyat di usia 22 tahun.

“Jangan dilupakan peristiwa Rengas Dengklok yang dilancarkan para pemuda dan menjadi faktor determinan lahirnya proklamasi 17 Agustus 1945,” tegasnya.

Sedangkan Sekjen PIJAR Indonesia Kuldip Sigh mengatakan Mahkamah Konstitus yang kini tengah melakukan judicial review pasal 169 huruf q UU no.7 2017 harus mampu memeriksa dan memutus secara obyektif, transparan dan menghadirkan keadilan.

“Mahkamah Konstitusi yang lahir dari perjuangan reformasi 1998 harus bisa menangkap esensi pembentukannya sebagai garda pengawal demokrasi di Republik Indonesia. Segala aturan diskriminatif, bertentangan dengan konstitusi, dan berpotensi menghambat kemajuan demokrasi, harus dihapuskan dari bumi pertiwi,” pungkasnya.