JAKARTA- Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho mengingatkan pemerintah untuk benar-benar memperhatikan 3 pilar penting pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia (SDM) dan teknologi, kemandirian pangan dan pengembangan energi terbarukan.
Pasalnya, Indonesia akan menjadi negara terbelakang tatkala 3 komponen penting pembangunan itu tidak digarap secara serius.
“Kalau pemimpin tidak mengembangkan ketiga pilar dasar pembangunan itu maka saya kira, negara kita tidak akan maju,” ujar Hardjuno Wiwoho kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/8).
Menurutnya, Indonesia betul-betul akan masuk jaman kegelapan atau makin primitif kalau abai dengan elemen penting pembangunan ini.
“Kita semua pakai smartphone tapi ingat simpanse dan gorila dalam suatu penelitian juga bisa menekan tombol smartphone. Orang Indonesia menggunakan smartphone dikira orang pintar padahal simpanse dan gorila juga bisa,” jelasnya.
Hardjuno mengaku untuk mengejar ketertinggalan tidaklah mudah, sebab memerlukan waktu berabad-abad. Lihat saja Jakarta dan Papua. Keduanya sama-sama di Indonesia tapi jauh sekali perkembangannya.
Ketertinggalan Papua dari Jakarta itu, menurut Hardjuno, sama ibaratnya dengan ketertinggalan Indonesia dibanding negara maju.
“Sistem kroni kita menutup itu semua karena tahunya hanya cari jalan pintas. Aneh misalnya, debitur BLBI menagih utang kepada negara. Itu tidak mungkin terjadi kalau tidak dipelihara penguasa,” kata Hardjino.
Lebih lanjut, Hardjuno mengingatkan kalau sebuah pemerintahan ingin dikenang dalam sejarah maka kuncinya bukan hanya membangun fisik saja. Tetapi contohlah nabi-nabi dan para pemimpin besar lainnya yang mengutamakan pembangunan SDMnya dengan skill dan visi ke depan.
Hardjuno mengingatkan VOC membangun Ibu Kota Jakarta dengan megah di eranya. Tapi sampai hari ini orang mengingat VOC hanya sebagai penjajah yang lalim.
“Jadi, kalau tidak membangun manusia Indonesia, jangan harap pemimpin Indonesia hari ini akan dikenang di masa depan,” ulasnya.
Di jaman sekarang ini terang Hardjuno, sebuah negara kalau mau maju dan bertahan berabad-abad kemudian, memerlukan strategi pembangunan yang komprhensif yang mencakup ketahanan pangan, pengembangan energi dan pembangunan SDM serta teknologi.
“Kalau ketiganya tidak dibangun lalu bangun fisik apapun itu mau IKN namanya, kita akan selalu terbelakang. Investasi RI di teknologi hanya 0,15 persen dari GDP. Padahal negara maju bisa 2-3 persen. Investasi untuk BTS aja tidak dibangun meski anggarannya sudah keluar, dikorupsi 80 persen,” papar Hardjuno.
Hardjuno menilai pemimpin Indonesia saat ini sulit membangun 3 dasar pembangunan nasional. Salah satu penyebabnya akutnya penyakit korupsi di Indonesia.
Faktanya, banyak pejabat Indonesia diduga hanya cari proyek jangka pendek untuk kepentingan
pribadi.
“Contohnya Foxconn, ada dugaan belum apa-apa sudah dipalak. Bagaimana itu terjadi? Ya karena sistem yang ada, dari atas turun ke bawah tidak dibenerin. Kalau sistem seperti ini diteruskan dari atas hingga bawah, ya tidak ada orang yang mau investasi,” tandas Hardjuno.
Hardjuno kembali memberi warning bagi pemimpin Indonesia agar jangan terlalu berpikir hal-hal yang sifatnya seremonial saja. Seolah-olah kalau pemimpin sudah membangun gedung atau kota yang megah akan diingat di masa depan. Padahal tidak demikian.
“Seorang pemimpin akan diingat kalau benar-benar bekerja menjadi pelayan rakyat dengan sungguh,” terangnya.
Saat ini jelas Hardjuno, pemimpin harus berorientasi jauh kedepan. Karena jika negara ini tidak bisa bersaing dan makin mundur maka yang diingat dari pemimpin itu hanyalah korupsinya.
Kalau suatu saat ada bencana maka orang akan berkata si pemimpin itulah yang penyebab semua kerusakan.
“Kita utang untuk bayar debitur BLBI tidak dihentikan malah dipelihara jadi kroni. Kalau bencana datang lebih parah dari 1998, orang akan ingat warisan siapa ini. SDA habis bonus demografi habis. Yang tersisa utang. Utang negara ditanggung rakyat. Itu warisan yang ditinggalkan ke anak cucu kita yang akan menghakimi kita. Karena semua pembangunan fisik akan membusuk pada waktunya. Yang abadi hanya simbol kelaliman, simbol korupsi, simbol hukum yang bisa diperjual belikan,” pungkas Hardjuno.