Oleh : Memet Hakim, Pengamat Sosial dan Wanhat APIB & FKP2B
Jika emak-emak sudah tersentak emosinya, bukan main. Melihat semangatnya, saya jadi teringat saat emak-emak mendukung Prabowo saat pilpres 2019, mereka turun bahu membahu dan saling menyemangati di antara mereka. Semangat inilah yang juga terlihat saat reuni 212 tahun 2018. Mereka marah kepada pemerintah tapi kemarahannya disampaikan dengan santun.
Kekuatan emak-emak sungguh tidak dapat dianggap enteng, jumlah perempuan sekitar 50% dari total populasi, kebanyakan dari mereka merupakan silent majority. Emak-emak yang paling terkena dampaknya jika harga2 naik, pajak/retribusi naik, kesempatan kerja sulit, phk dll. Mereka adalah pahlawan dalam keluarga dan merupakan para pejuang yang membela agama dan negara RI.
Saresehan Forum Emak-Emak Jabar Senin, 07.08.2023 membahas tentang peran emak- emak dalam perjuangan melawan kedzaliman, dimulai dari peran sebagai ibu rumah tangga sampai pegang senjata. Berkaca pada revolusi di Perancis saat diperintah oleh Louis ke 26 abad ke 18, kaum perempuan bisa menyeret raja & istrinya Marie Antoinette yang dzalim ke tempat Guillotine yakni tempat hukum pancung. Sejarah Kebangkitan Emak-emak Perancis mungkin saja berulang di Indonesia. Bukan mustahil Jokowi jika tidak bersedia mundur akan bernasib sama walau tidak dipancung tapi diadili dan dihukum berat.
Emak emak Jabar kali ini bersiap ambil peranan dalam perjuangan melawan ketidakadilan dan siap hadir pada kesempatan demo yang digagas oleh buruh untuk memprotes Omnibus law dan mendukung Petisi 100 memakzulkan Jokowi dari Presiden RI.
Jika emak-emak turun ke jalan, tentu akan didukung bapak-bapaknya. Perjuangan tanpa pamrih dari mereka lebih menyentuh nasib anak-anak dan cucu mereka, bukan pertimbangan politik praktis. Turunnya emak-emak merupakan indikasi semakin tidak beresnya negeri ini.