Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko harusnya mengucapkan terima kasih kepada KPK atas penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dalam dugaaan kasus suap di Basarnas.
Demikian dikatakan aktivis Molekul Pancasila Nicho Silalahi kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (28/7/2023). “Persoalan penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi harus dilihat pendekatan hukum secara substantif,” ungkapnya.
Kata Nicho, Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi yang terkena OTT KPK dalam kasus suap menunjukkan lemahnya pengawasan di TNI. “Harusnya pihak Puspom TNI sudah bisa mengendus lama dugaan korupsi yang dilakukan Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi,” jelas Nicho.
Nicho mengatakan, publik sangat mendukung langkah KPK dalam membongkar kasus suap di Basarnas yang diduga dilakukan Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi. “Kalau KPK baik kita puji, kalau salah kita kritik untuk perbaikan agar lembaga anti-rasuah ini bisa melakukan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi,” ungkap Nicho.
Protes Danpuspom TNI terhadap KPK, kata Nicho harus menjadi tugas Komisi III DPR untuk revisi UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. “Ini sangat mendesak dalam penegakan hukum kasus korupsi maupun pelanggaran hukum lainnya,” jelasnya.
Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko menegaskan penetapan tersangka dalam kasus dugaan suap di Basarnas yang menjerat Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi menyalahi ketentuan. Pasalnya, penetapan tersangka tersebut harusnya menjadi wewenang TNI sesuai dengan UU yang berlaku.
Adapun TNI memiliki aturan hukum yang diatur dalam UU 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer. KPK dinilai menyalahi ketentuan dalam penetapan tersangka.
“Apa yang dilakukan oleh KPK untuk menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan,” kata Marsda Agung saat konferensi pers di Puspom TNI, Jakarta, Jumat (28/7/2023).