Mem-framing Kehebatan Prabowo

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Akhir-akhir ini para pendukung Jokowi sedang koor memuji-muji Prabowo, bahkan bukan saja para pendukung Projo, tapi ada dari bebera pendukung PDIP yang terang-terangan telah menyatakan mendukung Prabowo, seperti Efendi Simbolon dan Budiman Sujatmiko. Walaupun dukungan Budiman Sujatmiko ke Prabowo sepertinya punya agenda tersendiri, karena Budiman ternyata mulai mengungkit soal pentingnya nasionalisme dan nyinyirin soal Islam garis keras dan intoleran. Siapa yang dimaksud ?. Jadi dukungan Budiman ke Prabowo bisa jadi ada agenda terselubung.

Framing kehebatan Prabowo juga datang dari media-media pro Jokowi, seperti Kompas, media milik Hary Tanoe (RCTI, CNN, AN-TV), dan TV One. Lembaga-lembaga Survei bayaran pro Jokowi sudah pasti selalu mengunggulkan Prabowo atau Ganjar, dan selalu menempatkan Anies di posisi bawah.

Tapi semua framing tentang kehebatan Prabowo hanya kamuflase, palsu dan rekayasa. Rupanya Prabowo sedang belajar kedustaan dan tipu-tipu dengan Jokowi. Semakin hari Prabowo semakin lengket dengan Jokowi. Sifat “ksatria” Prabowo sebagai seorang prajurit yang berani (membela yang benar), teguh (memegang amanah dan janji), garang (bagai macan), tegas (kepada kawan dan lawan), berwibawa, dan dekat dengan rakyat sudah hilang.Prabowo saat ini sangat lembek (menghadapi intervensi aseng dan maraknya paham komunis), tidak jelas arah politiiknya, ikut hanyut dalam kejahatan rezim Jokowi, dan rela berkhianat kepada para ulama umat Islam, dan para pendukung setianya.

Masihkah Prabowo komit dalam menegakkan kebenaran, kejujuran, keadilan, dan transparansi. Kita akan lihat bagaimana Prabowo menyikapi Pilpres 2024. Adakah Prabowo masih komit dengan penegakan demokrasi (menentang Penjegalan Anies) dan pelaksanaan Pemilu yang jurdil, atau sudah masuk kubangan kolam rezim Jokowi yang penuh kebusukan, kecurangan, manipulasi, dan tipu-tipu ?

Rakyat belum lupa “pengkhianatan” Prabowo kepada para ulama dan pendukungnya. Masalah lain adalah kasus kegagalan food estste seluas 600 hektar yang harus diaudit; dan masih ada pihak-pihak yang mempermasalahkan kasus penculikan aktivis tahun 1998. Belum lagi kasus korupsi yang membelit Kementerian Pertahanan yang belum diusut tuntas.

Saat ini Prabowo fokus “menundukkan” Jokowi dan tampaknya Jokowi sudah mulai percaya, walaupun Jokowi masih cawe-cawe membuat Tim 7 untuk kemenangan Ganjar. Demikian juga Jokowi tampaknya ingin “menancapkan” kakinya kepada Anies, setelah memanggil Surya Paloh dan menanyakan cawapres Anies.

Jokowi tidak mungkin mau meng- endorse Prabowo jika tidak ada tujuan-tujuan politis. Selain untuk mengamankan dosa-dosa politiknya, juga untuk “menitipkan” anak-anaknya, agar keinginan membangun politik dinasti bisa mulus dan lancar.

Jika Prabowo terus terbawa arus rezim Jokowi yang menghalalkan segala cara dan pada akhirnya Prabowo “dimenangkan” oleh KPU dan MK (inikah yang diinginkan Prabowo?), sedangkan rakyat mayoritas menolaknya, dipastikan akan terjadi chaos dan instabilitas yang berkepanjangan. Rakyat dipastikan akan berontak. Bukan saja rakyat akan menolak dan melakukan pembangkangan massal, bahkan seluruh dunia akan mengutuknya. Bagi orang yang waras, menjadi pemimpin tanpa dukungan rakyat tidak ada artinya. Kecuali orang yang sudah “mati hatinya” seperti Jokowi, yang tetap tenang-tenang saja.

Rakyat Indonesia tidak butuh Prabowo apalagi Ganjar, rakyat butuh suasana normal dan kondusif, tidak seperti sekarang yang penuh kepalsuan, kegilaan dan kekacauan. Perubahan adalah kata kunci untuk perbaikan negeri ini. Dan untuk mewujudkan semua itu pilihannya hanya Anies Baswedan. Bukan Prabowo, apalagi Ganjar.

Bandung, 8 Muharram 1445