Formula Memenangi Persaingan ala IZI

Oleh: Wildhan Dewayana Rosyada (Direktur Utama LAZNAS IZI)

Sebagai organisasi pengelolaan zakat (OPZ), IZI mempunyai formula SMA (Standar Mutu dan Akuntabilitas). Hal ini membuktikan bahwa OPZ itu autentik sebagai pengelola zakat. OPZ yang autentik adalah OPZ yang bagus di lima koridor kerja, punya kode etik yang relevan, yang menghasilkan 3 K (keamanan, keunggulan, dan kepatuhan) serta diterima oleh komunitas. Secara matematis dapat dirumuskan.

K=f (KK, KE)
K itu keamanan (K1), Keunggulan (K2), Kepatutan (K3) itu sama dengan faktor koridor kerja (KK) dan kode etik (KE). Penentu 3K adalah fungsi variabel terikat KK dan KE. Jadi, KK itu memang harus kita bangun sehingga variabel terikatnya terbentuk.

Kalau itu dilakukan, maka terbangunlah kinerja penghimpunan (KK2). Agar bisa menjadi OPZ autentik, kinerja penghimpunan tidak boleh memble. Demikian pula dalam kinerja operasional (KK3) dan kinerja pendayagunaan (KK4). Kalau kita berbicara penghimpunan pasti berhitung berapa perolehannya, berapa jumlah muzakinya, bagiamana bottom line-nya. Orang-orang OPZ harus peduli pada kinerja proses (KK5); harus bisa memastikan kebenaran prosesnya.

Terlebih lagi orang-orang pendayagunaan OPZ. Pendayagunaan itu bisa sukses, bisa pula gagal. Jangankan lembaga zakat yang lingkupnya terbatas, pemerintah saja bisa gagal dalam pendayagunaan bagi rakyatnya. Dalam hal yang terpenting adalah memastikan dalam prosesnya berlangsung benar, bisa dipertanggungjawabkan ke stakeholder. Kita bisa menjelaskan A sampai Z, dan kita bisa berusaha sebaik mungkin. Semua harus dipayungi dalam kinerja kepatuhan (KK1). Kinerja kepatuhan inilah yang harus kita bangun dalam OPZ kita–dan inilah yang dilangsungkan di IZI.

Lima koridor kerja ini dibagi menjadi dua; ada yang sifatnya mandatori atau wajib, dan ada yang tidak. Mengapa dikatakan wajib? karena dimandatkan oleh regulasi dan otoritas yang ada: Kementerian Agama, BAZNAS, Komisi Fatwa dan seterusnya. Ini wajib kita penuhi karena membangun level keamanan (K1). Kalau ini dilanggar, maka ini membuat OPZ tidak aman dan tidak punya tiket gelanggang. Pimpinan BAZNAS sering menyampaikan tentang pengertian ‘aman’, yakni meliput tiga hal: aman NKRI, aman regulasi dan aman syar’i. ‘Aman’ ini bisa dilakukan sekadar tiket untuk masuk ke lapangaan permainan.

Karena itu, OPZ jangan sampai berhenti di situ harus lagi ke lapangan self regulation. Kita harus buat aturan buat kita sendiri. Ini tidak diharuskan oleh regulasi tapi kita buaat aturan untuk kita sendiri karena kita ingin membangun keunggulan (K2). Keunggulan inilah yang ujungnya adalah pertumbuhan, efiseiensi, efektivitas dan dampak. Dampak ke siapa? ke seluruh stakeholder, termasuk para mustahik dan karyawan.

Sampai titik ini sebenarnya cukup, tetapi untuk terus maju kita perlu tambahan lain, yaitu kode etik (rule of conduct) berupa kepatutan (K3). Patut di sini berarti OPZ memiliki integritas tinggi, dan –yang paling penting–bisa diterima masyarakat dan industri.

Sampai saat ini, belum ada yang membuat semacam indeks gabungan untuk mengukur tingkat keautentikan OPZ. Jadi, rumusnya adalah ada 3 K yang bisa diraih melalui fungsi KK dan KE.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News