Disampaikan Oleh Yusuf Blegur
Ya, Anies telah benar cara dan jalannya, melawan material dengan spiritual. Dengan doa, Anies telah meminjam kekuasaan Tuhan untuk mengangkat bumi dan menundukkan langit. Doa Anies menjadi cermin kekuatan spiritual.
Soeharto sekalipun, meski banyak berbeda pandangan dan sikap kepemimpinan dengan Soekarno. Soeharto dalam masa kejayaannya, masih tetap mengakui dan menghargai karya Soekarno. Beda perlakuan terhadap Anies, rezim Jokowi dianggap publik cenderung biadab kepadanya. Terutama saat bersamaan dengan perlakuan pemerintahan Jokowi yang ramah dan terbuka terhadap oligarki dan negara China. Tapi Anies memang beda, tetap bergeming dan tidak reaksioner betapapun bengis dan kejinya kekuasaan memperlakukannya. Pastilah ada keyakinan, bahwasanya Tuhan membersamainya ketika spiritualitas memandu setiap hela napas dan olah jiwa seorang Anies Baswedan.
Belum pernah ada pemimpin di Indonesia yang menghadapi pembunuhan karakter dan badai fitnah begitu hebat bahkan oleh segelintir bangsanya sendiri yang menjadi komparador sekaligus antek asing.
Belum pernah ada seorang pemimpin di Indonesia dengan begitu masif berupaya dihilangkan karya-karya dan prestasinya yang menakjubkan oleh rezim kekuasaan.
Belum pernah ada pemimpin di Indonesia yang ingin mewujudkan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, harus menghadapi kekuatan oligarki yang Machiavellis.
Anies dijegal, Anies terus dikriminalisasi, dan bisa saja Anies terancam jiwanya oleh kekuatan konspirasi jahat yang tidak menginginkan perubahan dan keadaan Indonesia yang lebih baik. Anies seperti tidak diinginkan kehadirannya di panggung presiden oleh rezim dan kroni pengekor oligarki. Anies juga seolah-olah dibuat menjadi musuh kemajemukan, anti keberagaman. Bersama semua kurcaci buzzer dan para mafia yang telah menguasai orang dan sistem dalam penyelenggaraan negara, pemerintah memiliki desain “Asal Bukan Anies” dalam platform politik pilpres 2024. Anies dianggap tidak bisa bekerja sama, tidak bisa dipercaya dan menjadi ancaman sekaligus figur pemimpin yang berbahaya bagi rezim kekuasaan yang tiran.
Dalam satu kesempatan pidato di acara Apel Siaga Perubahan Partai Nasdem pada tanggal 16 Juli 2023 di GBK, yang fenomenal dan kolosal. Anies justru tidak tampil dengan orasi yang berapi-api, tidak meledak-ledak, tidak dengan narasi penuh agitasi dan propaganda. Anies justru, tampil kalem, tenang namun tetap berisi dan menggigit. Dalam suasana batin dan kejiwaan yang matang seiring momen milad 72 tahun Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem yang juga menjadi kader GMNI. Anies meradikalisasi dirinya untuk merendahkan diri dan bersimpuh di hadapan Tuhan. Satu pemandangan langka yang sulit dilakukan seorang pemimpin manapun di hadapan publik.
Doa, ya dengan doa. Anies menjadikan podium panggung yang sejatinya menjadi konsolidasi sekaligus unjuk kekuatan partai Nasdem yang kini sedang “dikuyo-kuyo” pemerintahan Jokowi. Anies tidak serta-merta syur untuk menyerang, memanfaatkan gairah konfrontasi, menyembur kebencian dan permusuhan kepada rezim di hadapan ratusan ribu massa. Doa yang dipanjatkan Anies yang diikuti para Ketua Umum Partai Politik Koalisi Perubahan Untuk Persatuan, telah menjadi ajang pergulatan batin dan kontemplasi pemimpin potensial masa depan Indonesia itu. Ditengah terpaan atmosfer “like and dislike” politik kekuasaan, Anies menghidupi jalan terjal dan penuh duri kepemimpinannya dengan ikhtiar dan tawaqal pada Sang Pencipta, pemilik kekuasaan hakiki dan sejati.
Anies benar-benar menjadikan doa sebagai senjata kemanusiaan yang berisi peluru Ketuhanan. Menghadapi ketidakadilan dan kezoliman, cukuplah Tuhan sebagai penolongnya begitu Anies membatin. Bukan uang, kekuasaan dan populeritas yang menjadikan dirinya sebagai orang kuat dan berpengaruh. Melainkan kesadaran akan kelemahan dan ketidakberdayaan manusia di hadapan Tuhan. Bukan dengan menggunakan amarah dan amuk massa menghadapi aparat dan kekerasan dalam melakukan perlawanan dan perubahan. Sebagai capres yang didukung rakyat yang mengemban harapan perubahan dan perbaikan Indonesia, mengharuskan Anies taat pada prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi. Bagaimanapun banyak dan rumitnya masalah, semua menjadi tak berarti jika mengadu dan berlindung dan mengagungkan Tuhan. Lebih bermakna dan mulia dari itu, Anies memilih mengumandangkan doa, bermunajat dan bersimpuh kepada pemilik semesta alam juga kehidupan di dalamnya.
Doa Anies yang menghamba Tuhan meminta kesejahteraan umum buat sekecil-kecilnya pegawai, kemakmuran dan keadilan bagi semua anak bangsa penyandang gelar rakyat, serta meluapkan semangat persatuan dan kesatuan nasional. Telah menggugah seluruh insan negara bangsa, mendorong munculnya refleksi dan evaluasi perlunya kebangkitan nasionalisme dan patriotisme serta tentu saja keyakinan religius. Pidato Anies yang tak biasa dan lain dari yang lainnya tersebut, bagai menjadi hujan sehari yang menghapus kemarau setahun. Mengisi rohani dengan menghadirkan Ilahi, menyejukan lahir batin yang jenuh pada asupan materialime berbasis kapitalisme dan komunisme. Ya, Anies telah benar cara dan jalannya, melawan material dengan spiritual. Dengan doa Anies telah meminjam kekuasaan Tuhan untuk mengangkat bumi dan menundukkan langit. Karena, doa Anies menjadi cermin kekuatan spiritual.
Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.
Bekasi Kota Patriot.
3 Muharram 1445/21 Juli 2023.