Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyatakan cawe-cawe mengisyaratkan adanya rekayasa untuk memenangkan jagoaannyaa di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Presiden telah mengibarkan bendera akan ikut cawe-cawe. Artinya rekayasa kemenangan harus diraihnya. Rekayasa kemenangan tidak boleh salah dan meleset,” kata Koordinator Kajian Politik Merah Sutoyo Abadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Senin (17/7/2023).
Kata Sutoyo, Jokowi menginginkan capres yang didukung menang agar berbagai program dapat diteruskan dan bisa ikut serta dalam pemerintahan. “Kemenangan dalam target untuk kemenangan capresnya dan atau kemenangan untuk perpanjangan masa jabatan Presiden,” ungkap Sutoyo.
Sutoyo mengatakan, Pilpres 2024 tetap dikendalikan oligarki agar berbagai kebijakan tetap menguntungkan para pemilik modal. “Carut marut Pilpres sudah diduga dan terdeteksi sejak awal akan terjadi kekacauan akibat berlakunya UUD 2002. Pilpres hanya akan menjadi ajang permainan para bandar, bandit dan badut politik,” paparnya.
Selain itu, Sutoyo mengatakan, koalisi partai, faktanya tidak bisa berjalan mulus karena terjerat koalisi partai besar dengan kekuasaan ( pemerintah ) selama ini yang sudah dipersiapkan cukup lama.
Rentetan proses politiknya sebagian dari mereka terjebak praktek transaksi politik uang, bukan saja mahar capres yang sangat besar, harga cawapres memasang mahar cukup fantastis. Konon angkanya bukan milyaran tetapi sudah pada angka trilyunan .
“Makin fantastis harga tersebut adalah harga porsi jabatan capres dan cawapres, masih harus nego biaya operasional baik untuk partai atau biaya saat perhelatan Pilpres berjalan,” paparnya.
Terpantau ada capres konon mampu membayar mahar politik yang sangat besar tersebut, tetapi melepaskan beban cawapres yang akan melamar harus menanggung beban yang sama.
“Bandar politik memiliki agenda politiknya sendiri kolaborasi dengan kekuasaan dengan target apapun caranya mutlak harus memenangkan calonnya dalam taruhan hidup dan mati atas kekuasaan yang selama ini digenggamannya,” pungkasnya.