Oleh: Nana Sudiana (Amil IZI & Jamaah Haji SOC Kloter 10 Tahun 2023)
Bagi Amil, mengurus zakat adalah hal biasa yang ia lakukan. Dalam mengelola-nya, para amil zakat fokus pada dua hal utama sekaligus yakni : Pertama, mendorong muslim yang berpunya (muzakki) untuk menyerahkan sebagian hartanya zakatnya untuk dikelola amil, dan Kedua, melakukan pendistribusian kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahik) sesuai dengan syariat zakat.
Dalam rukun Islam, zakat hanyalah salah satu dari lima bagian yang ada, yakni syahadat, sholat, puasa, zakat, dan ibadah haji ke tanah suci. Nah, untuk urusan syahadat, shalat dan puasa, tentu saja dengan sendirinya melekat secara otomatis pada diri seorang amil. Adapun soal zakat, jangan tanya ke amil, karena mereka pastilah paham dengan baik soal ini.
Tulisan singkat ini bermaksud memberikan gambaran sederhana bagaimana amil zakat mempersiapkan diri untuk bisa berhaji dan bagaimana ketika akhirnya ia melaksanakan ibadah haji di tanah suci.
Persiapan Amil Menunaikan Haji
Menunaikan ibadah haji ke tanah suci adalah impian semua orang, termasuk juga para amil zakat. Apalagi bisa dilakukan bersama pasangan suami atau Istri. Syukur bisa dilakukan ketika badan belum renta (lansia) alias masih sehat, kondisinya prima serta dalam keadaan aman dan kondisi finansial juga dalam keadaan yang baik.
Haji sendiri karena ibadah yang bersifat penyempurna, tentu saja butuh kemampuan terbaik, dari mulai penguasaan pengetahuan yang cukup, dukungan kesehatan serta aspek keuangan yang memadai. Di samping itu, karena untuk berangkat haji juga tidak serta merta, sebelumnya butuh persiapan yang tak sebentar. Selain diperlukan hal-hal tadi, diperlukan juga kesabaran yang ekstra. Hal ini, karena dalam ibadah haji, ada masa tunggu yang tidak sebentar yang akan dilalui oleh setiap jamaah haji sesuai daerah-nya masing-masing.
Terkait soal persiapan untuk berhaji, seorang amil setidaknya mempersiapkan 3 (tiga) hal utama yaitu : persiapan pengetahuan, persiapan kesehatan dan persiapan finansial.
Pertama, terkait persiapan pengetahuan. Untuk persiapan pengetahuan, amat tergantung dengan kondisi dan latar belakang dan keadaan masing-masing. Terkait pengetahuan, secara perlahan bisa belajar mandiri atau belajar bersama melalui Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang ada.
Kedua, persiapan kesehatan. Mengenai kesehatan, jamaah haji harus sejak dini menjaga dan melakukan pemeliharaan kebugaran dan kesehatan secara berkala. Termasuk berusaha menghindari berbagai situasi yang berpotensi mengurangi kemampuan tubuh dalam sisi kesehatan-nya.
Ketiga, persiapan keuangan. Hal ini yang sejak dini harus dipikirkan dan dilakukan langkah-langkah nyata sejak awal. Karena Ibadah haji ini dilaksanakan di tempat yang jauh dari Indonesia serta dalam waktu yang tidak sebentar. Tentu saja diperlukan biaya yang cukup banyak. Bahkan di tahun terakhir, biaya yang dikeluarkan hampir mendekati angka 70 juta rupiah per orang. Itu baru biaya pokok-nya saja, belum untuk biaya tambahan seperti bayar dam, tarwiyah (jika melaksanakan), ziarah atau wisata ke tempat-tempat bwrsejarah, makan dan minum tambahan, biaya operasional lain, serta untuk oleh-oleh.
Untuk bisa menyiapkan dana yang besar. Apalagi bila akan pergi bersama pasangan hidup, setiap amil harus rela menabung. Saat yang sama ia juga harus hidup hemat dan sederhana. Rumusnya sederhana saja sebenarnya, semakin besar uang yang direncanakan untuk dikumpulkan, maka semakin lama atau semakin besar tabungan yang harus disisihkan setiap waktunya.
Urgensi Amil Naik Haji
Menjadi amil tentu saja terbiasa mengurusi orang lain. Baik muzaki ataupun mustahik. Pertanyaan-nya kini, apakah seorang amil zakat juga sudah mengurusi dirinya dalam rangka menunaikan ibadah haji dengan baik?.
Sejumlah amil zakat selama ini banyak yang berlindung dibalik kecilnya gaji atau pendapatan sebagai amil, sehingga banyak yang tak memikirkan untuk bisa menabung bagi kepentingan haji mereka. Kalau umroh, sejumlah amil telah banyak yang berhasil berangkat sendiri. Baik yang diberikan hadiah dari lembaga-nya maupun yang dengan kemampuan mandiri.
Namun untuk haji, karena besarnya angka yang harus dikumpulkan. Misalnya saja, untuk mendapat nomor porsi haji (yang nantinya berkaitan dengan urutan keberangkatan haji) minimal tersedia 25 juta yang disetorkan ke bagian pendaftaran di Kementrian Agama, baik secara langsung maupun melalui bank yang jadi mitra pengelolaan haji.
Butuh waktu panjang memang, bila sepasang suami istri yang salah satunya berpofesi amil ketika hendak bersiap menunaikan ibadah haji. Tapi setidaknya ada niat dan tekad yang kuat, juga kesungguhan dari sekedar bercita-cita berhaji semata. Semua mimpi harus ditebus dengan langkah nyata. Apapun itu, termasuk soal haji ini.
Seorang amil yang selama ini telah berjuang dalam pengelolaan zakat, sejatinya memiliki kewajiban kewajiban juga untuk memunaikan ibadah haji. Berikut ini urgensi amil zakat untuk bisa naik haji.
Pertama, memenuhi kewajiban pribadi. Sebagai seorang muslim yang baik, seorang amil harus berusaha maksimal menyempurnakan semua kewajiban individunya. Amil harus sejak dini mempersiapkan syarat-syarat yang ditetapkan untuk bisa berhaji. Syarat dan ketentuan ini mulai dari soal kesehatan yang memadai, kemampuan finansial yang cukup, serta memenuhi persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh otoritas haji.
Kedua, menjadi inspirasi dan teladan amil lainnya. Ini penting adanya. Karena dengan jumlah amil zakat yang ribuan di seluruh Indonesia, kita perlu saling terus memberi inspirasi dan saling menyemangati. Termasuk dalam perjuangan menunaikan ibadah haji ini. Dengan seorang amil berangkat haji, setidaknya kita jadi paham bahwa amil juga bisa semakin berkualitas hidupnya, juga memiliki semangat berislam dengan kuat. Soal haji kan bukan ibadah mudah. Ia perlu berbagai macam persiapan dan pemenuhan syarat-syarat-nya.
Ketiga, amil yang bisa berhaji, berarti mampu menyempurnakan pengamalan nilai-nilai zakat yang selama ini ia yakini. Faktanya kan saat ia berhaji, ia memaksimalkan dirinya dalam beribadah dan mendekat pada Sang Khaliq. Selain sebagai bentuk penghambaan, wujud ketaaatan dan kesyukuran, zakat juga mempunyai tujuan dan manfaat dalam kehidupan sosial umat Islam. Oleh karena itu, ketika seorang amil berhaji, ia memuktikan dirinya berada dalam ketaatan, solidaritas sesama muslim serta mengedepankan persatuan dan kesatuan dalam bingkai ajaran Islam yang rahmatan lil alamalin. Dalam haji, ia harus tenggang rasa, penuh rasa sabar, solider serta menjaga kebaikan-kebaikan yang diajarkan Islam.
Saat berhaji pula, seorang amil akan teruji integritas, semangat, serta keistiqomahan-nya dalam beribadah selama prosesi haji dan setelahnya. Dan dengan melaksanakan haji, seorang amil zakat dapat semakin kuat mengamalkan nilai-nilai zakat dalam kehidupan-nya, baik secara langsung, seperti rasa syukur, kerendahan hati, dan pengorbanan untuk mencapai keberkahan, maupun secara tidak langsung, dengan mengedukasi orang lain untuk juga memiliki pemahaman dan keyakinan yang sama.
Keempat, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan. Beribadah haji adalah ibadah yang melibatkan banyak aspek, termasuk ritual dan tata cara yang harus diikuti dengan benar. Melalui ibadah haji, para amil zakat dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka tentang haji, sehingga dapat memberikan bimbingan yang lebih baik kepada masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Hal ini terutama difokuskan pada para muzaki dan calon muzaki yang secara finansial sudah tercukupi, namun mungkin secara semangat belum menguat dengan baik.
Tugas utama amil yang pernah naik haji nantinya yang akan memberi pencerahan, pengetahuan serta pemberi semangat, agar muzaki yang telah mampu secara finansial bersegera berhaji atau mininal umroh terlebih dahulu. Kesehatan dan keadaan finansial yang baik saat ini, perlu dioptimalkan dengan menyempurnakan ibadah haji sebagai pelengkap hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya.
Kelima, tentu saja soal pengalaman dan pembelajaran. Ini penting bagi amil zakat. Dengan pengalaman spiritual yang didapat selama ia berhaji, ia akan semakin memiliki energi yang kuat untuk berubah lebih baik. Prosesi haji yang lama, tentu saja tidak hanya menyisakan cerita suka duka semata. Pasti akan didapatkan juga momentum-momentum selama prosesi haji yang mampu memberi makna batin dan juga keimanan. Ada pembelajaran juga di dalamnya yang pastinya akan semakin menguatkan amil yang haji untuk terus istiqomah dalam kebaikan dan ketakwaan-nya.
Seorang amil yang naik haji, yang secara langsung bisa berada dan melihat situs-situs penting dalam Islam, juga menelusuri sejarah kehidupan nabi, berikut perjuangan-nya menegakan dan menyebarkan Islam tentu akan sangat membekas dalam jiwanya. Melalui interaksi dengan umat Islam dari seluruh dunia, ia juga akan memperoleh wawasan baru dan perspektif yang dapat diterapkan dalam pengelolaan zakat ke depan-nya.
Demikian poin-poin penting bagi amil zakat untuk bersegera menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Dan setelahnya, ada tugas dan tanggungjawab berat menantinya, yakni untuk memperbaiki diri, keluarga, lingkungan kerja dimana ia bertugas sebagai amil agar bisa terus meningkat, dan makin disempurnakan semua kebaikan yang ada sebelumnya.
Akhirnya, di luar itu semua, haji juga ternyata bisa menghapus dosa. Hal ini sebagaimana disampaikan Rasulullah SAW dalam hadits Bukhari dan Muslim. Abu Hurairah RA menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Siapa yang melaksanakan haji tanpa disertai perbuatan yang mengumbar nafsu dan maksiat, maka dia kembali seperti saat dilahirkan ibunya”.
Amil zakat yang berhasil menunaikan haji, juga menjaga diri ketika berhaji, maka sesuai sebuah hadits, ia layak masuk syurga. Maka, bersyukurlah bagi amil zakat yang akhirnya bisa menunaikan ibadah haji, karena mereka yang berhaji bisa menjadi salah seorang golongan yang akan mendapat balasan surga.
Hal tersebut sebagaimana disebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW Bersabda, “Pelaksanaan umrah yang disusul oleh umrah berikutnya adalah penghapus dosa yang dilakukan diantara keduanya. Dan, haji yang mabrur tidak ada balasannya selain surga”.
Wallahu’alam Bi showwab.
Ditulis di bawah Tenda Maktab 61, Mina, 8 Dzulhijjah 1444 H/26 Juni 2023